Mengungsi dengan Sepuluh Jari, Punya tanah dari beras 5 kilo

0
1583

“ Saya mengungsi hanya dengan sepuluh jari, saya dan suami tidak punya gaji apapun. Saya dipinjamkan dua periuk nasi, diberi lima bungkus mie instan, beras lima kilo dan ikan satu ekor. Saya masak beras lima kilo menjadi nasi kuning dan sayurnya dengan mie instant, ikannya saya haluskan, daun pisang saya minta dari tetangga. Saya jual dari rumah kerumah seharga lima ratus rupiah satu bungkus. Keuntungan penjualan Rp. 10.000, saya belikan terigu dan gula untuk dibuat kue biapong.

Keesokan harinya saya jualan nasi kuning dan kue. Setiap hari kerja saya berjalan dari rumah ke rumah untuk berjualan. Setelah cukup uang saya belikan gilingan mie dan membuat sendiri kue siput. Sejak saat itu saya menghimbau teman-teman perempuan saya lainnya yang hanya diam di pengungsian supaya mereka punya kerja dan tidak hanya mengharapkan bantuan pengungsi yang kadang – kadang tidak jelas apakah akan diterima atau tidak. Saya punya prinsip, jangan mentang-mentang kita pengungsi lalu hanya menadahkan tangan minta bantuan. Makan dari kerja sendiri itu lebih membanggakan, apalagi disini orang melihat pengungsi dengan sinis. Orang lokal sering salah paham, pikirnya kalau pengungsi hidup dari bantuan saja…

Baca Juga :  Cerita Damai dari Bakul Ikan

Dari sepuluh jari dan belanga pinjaman, sekarang kami sudah punya tanah sendiri. Biar sempit tapi punya sendiri..dari usaha sendiri..

konflik kemarin sudah jadi masa lalu, kami mau hidup untuk masa depan anak-anak dan cucu kami…tidak perlu menyesal.

…………………………………

wawancara perempuan poso dengan mama C di pemukiman baru..

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda