“kita belum selesai dengan jaman tulisan, bahkan baru memasuki jaman beradaptasi dengan tulisan. Sekian lama kita berada dalam peradaban lisan, semuanya lisan. Lalu tiba-tiba serbuan teknologi di jaman globalisasi ini membuat kita melompat tinggi tanpa parasut dengan keyboard laptop, handphone, ATM dan sebagainya” kalimat dari budayawan Poso, Yustinus Hokey, mengawali Lingkar Studi Siswa. “Kita belum selesai dengan lisan dan jaman tulisan tapi globalisasi sudah mengepung kita dengan daya tariknya yang luar biasa”
Diskusi yang menarik ini kemudian membicarakan bagaimana pengaruh teknologi dalam perkembangan budaya di Poso khususnya tari-tarian. Sebagai contoh tarian tradisional dero yang tidak lagi menggunakan gong dan gendang sebagai musik tapi beralih ke musik elektronik yang direkam. Musik yang direkam atau nyanyian yang hanya dinyanyikan oleh seorang atau lebih penyanyi ini mengubah langgam tarian yang sebelumnya dilakukan dengan berbalas pantun antar peserta tarian dero. Perubahan ini tidak saja dianggap mengubah makna tarian yang sebelumnya bermakna persahabatan menjadi tarian pesta pora.
Pembicaraan tentang dero hanyalah salah satu topik yang diangkat dalam diskusi ini untuk menggambarkan pergeseran budaya Pamona. Diskusi kemudian menyepakati perlunya aksi untuk menempatkan budaya Pamona dalam makna yang sebenarnya tanpa kehilangan daya tariknya dalam dunia yang semakin modern ini. Aksi ini dibayangkan memberikan ruang bagi generasi muda untuk mengenali, memahami dan mempraktekkan nilai-nilai dalam budaya Pamona dan terutama mampu mengkampanyekannya dalam bentuk seni, misalnya tari, musik, pagelaran seni dan seterusnya.
Rencana akan diadakannya Pekan Budaya Daerah Poso di akhir bulan Juli 2010 membuka ruang untuk mengaktualisasikan hasil diskusi pertama ini.