Kalau sudah mau dekat lebaran,kita sudah kirim pesan ke Panjoka (daerah di atas gunung-red). Mereka yang akan bawa madu,buah-buahan. Soalnya kalau di Poso selain daun-daunan harus dibeli juga beda dengan dari kampung. Nah kalau sudah lebaran, kayak kemarin itu, sudah jelas itu mereka yang datang kemari. Menginap, jadi kalau kami sudah pergi sholat Ied, mereka yang sudah siapkan makanan disini untuk tamu-tamu yang mau datang. Begadang satu malam kalau malam takbiran.
Silahturahmi itu masih tetap ada sampai sekarang dan terjaga.Memang sempat terhenti waktu kami semua mengungsi. Sejak tahun 2005, biarpun waktu itu masih ada bom,penembakan misterius dan pembunuhan, mereka sudah tahu itu pasti akan kirimmadu,buah-buahan dan daun-daun untuk ketupat atau burasa. Itu seperti sudah terjadwal.
Pernah dulu orangtua Panjoka bilang, kalau sudah dekat lebaran, dia sudah suruh Mat, anaknya itu pergi ke hutan atau kebun, cari memang semua kebutuhan itu. Katanya, ada rasa yang kurang kalau tidak kirim apa-apa di hari raya. Papaku juga bilang, kalau kita tidak menjaga silahturahmi,itu tidak menjaga keluarga kita dan bisa-bisa kita dianggap sama dengan orang-orang lain yang bikin rusuh Poso ini.
Begitu juga kalau sudah natalan. Keluarga kami yang gantian naik ke gunung bawa mentega dan lain-lain. Bukan cuma hari raya, kalau ada pernikahan dan peristiwa duka juga begitu. Tapi terutamakalau hari raya satu rumah yang pergi, seluruh keluarga. Silahturahmi itu tetap ada.
Trauma konflik? Mungkin orang lain yang alami mendalam, kami ini juga ada yang meninggal saat konflik tapi yang kami percaya itu bukan karena agama tapi orang yang tidak bertanggungjawab. Orang luar yang sok-sok tahu urusan di Poso. Sama dengan kami ini jaga silahturahmi bukan karena beda agama, tapi kami ini punya hubungan kekeluargaan. Itu tidak bisa dilepas, diputuskan. Ada talian darah diantara kami. Bukan soal agama ini, kalau soal agama itu soal pribadi. Tapi kalau soal keluarga, nah kami ini keluarga. Beragama yang berbeda pun, kami ini keluarga. Bahkan pernah papa saya bilang kalau hari raya itu hari keluarga yang kebetulan berbeda agama.
Jadi, lebaran ini atau natal nanti kami tambah pererat kekeluargaan. Pasca konflik, justru kami semakin saling mengunjungi. Seperti takut mau saling lepas.
***
Catatan Redaksi :
Kisah ini didapat dari keluarga H di Poso yang seluruh anggota keluarganya terkena imbas konflik dan mengungsi, beberapa meninggal, namun tetap kembali ke Poso.