(Werinda-pelayan, beringsut mendekati Nenek Basono dan memeluk kakinya)
Werinda : Nenek.. (sambil terisak takut). Saya mohon maaf nenek! Kalaupun saya harus dibunuh, saya rela nek. Saya memang telah lancang mengungkap kejadian yang sebenarnya itu nek…
Nenek Basono: Teruskan …!
Werinda : Tuan Basono telah lama merencanakan untuk menyingkirkan Tadoa, tetapi selalu gagal… Dan pada pesta mabuk-mabukkan di kebun yang dirancang tuan Basono, Tadoa tewas
Basono : Werinda ! ku….
Nenek Basono : Diam kataku! Karena martabat, karena status sosial hak asasi manusia diinjak-injak.Basono! Ternyata jiwamu rapuh, hatimu berubah busuk! Sungguh keji perbuatanmu! Kamu mesti dihukum seberat-beratnya!
Ayah Basono : ibu ! Basono itu cucumu ibu!
Nenek : Darah dan daging! Basono cucuku.Tetapi…tetapi moralnya yang rusak perbuatannya yang terlalu keji adalah lawanku- lawan kebenaran. Dan kamu, Taucepa! Sebagai anakku kamu harus tegar! Siapkan sidang mahkamah adat besok…ya besok!Aku mau jatuhkan hukuman kepada si penjahat keji itu. Ayo Werinda kembali pada tugasmu…
Kurang lebih 35 anak-anak SMP dan SMU riuh tertepuk tangan melihat bagaimana Hesti, Murni, Wahyu dan beberapa lainnya menyelesaikan adegan puncak naskah teater mereka. Dialog diatas adalah cuplikan adegan yang dibawakan oleh anak-anak yang tergabung dalam Sanggar Lintuyadi. Kurang lebih 4 bulan, anak-anak Sanggar Lintuyadi telah melatih diri mereka untuk tampil mewakili Kecamatan Pamona Utara dalam Pekan Budaya, dan mempersiapkan diri mereka untuk meramaikan Festival Danau Poso. Werinda, demikian judul naskah teater yang mereka akan bawakan seperti cuplikan di atas. Naskah ini menceritakan tentang bagaimana bersikap adil dan bijaksana terhadap semua orang meskipun berbeda status sosial dan ekonomi, bahkan meskipun terhadap sanak-saudara (cucu dan anak) sendiri. Naskah ini diawali dan diakhiri dengan lagu dan tarian khas Poso.
Sanggar Lintuyadi awalnya adalah kelompok diskusi remaja yang secara khusus membahas persoalan-persoalan yang mereka hadapi di usia mereka.Diskusi-diskusi ini berkaitan dengan modernisme, kapitalisme, sementara mereka tergeser dari kultur, bimbingan spiritual yang tidak memadai, apalagi dalam konteks pasca konflik. Sebagian besar anak-anak Sanggar Lintuyadi adalah anak-anak eks pengungsi yang bergabung dengan anak-anak dari warga lokal setempat. Forum diskusi ini menjadi sanggar ketika beberapa orang anak mendatangi Rumah Mosintuwu dan menanyakan (lebih mirip mengusulkan) agar mereka bisa dibimbing sekaligus dilatih setiap minggunya. Kini, jumlah anak-anak Sanggar Lintuyadi mencapai 35 anak.
Di Sanggar Lintuyadi, melalui teater, anak-anak yang berusia 11-17 tahun ini belajar saling menghargai dan menghormati perbedaan status mereka baik secara sosial maupun ekonomi, sebagai pendatang (eks pengungsi) maupun warga lokal, bahkan sebagai anak yang usianya lebih muda dengan yang lebih tua. Mereka juga belajar tentang konsep-konsep kebudayaan (lagu dan tarian,juga sejarah),dan perdamaian melalui teater. Selain itu, menyadari trauma pasca konflik kadang masih menghantui, anak-anak Sanggar Lintuyadi mendapatkan teknik trauma healing khususnya teknik capasitar. Sebelum memulai latihan teater, anak-anak Sanggar Lintuyadi diberikan teknik capasitar dalam bentuk permainan atau mendiskusikan konsep-konsep budaya Poso dan perdamaian, dilanjutkan dengan beberapa penjelasan singkat lalu disambung dengan latihan teater. Tidak didanai oleh donor darimanapun, aktivitas Sanggar Anak ini berjalan sangat aktif dan semakin hari menambah anggota. Di Rumah Mosintuwu, jadwal anak-anak Sanggar bertemu setiap 3 kali dalam seminggu. Sanggar ini berada dalam bimbingan budayawan Yustinus Hokey, dibantu oleh Lian Gogali, Sofyan Siruyu, Richard Lusikooy, Daud Somba dan beberapa volunteer.
Siapapun boleh bergabung dalam Sanggar Lintuyadi. Saat ini sedang dipersiapkan agar anak-anak di wilayah lain di Kabupaten Poso bisa mengembangkan dan mengikuti jejak Sanggar Lintuyadi sehingga semakin banyak anak yang ditemani dalam usia mereka melewati masa pasca konflik. Aktivitas Sanggar Lintuyadi bahkan telah menginspirasi para mahasiswa untuk mengembangkan hal yang sama.
Mereka, anak-anak dalam Sanggar Lintuyadi mempersiapkan diri, membekali diri mereka menjadi generasi baru Poso yang mencintai perdamaian, menghargai budaya dan mempraktikkan penghargaan dan penghormatan terhadap sesama manusia, meskipun berbeda latar belakang. Anda juga dapat bergabung dengan kami.