“mama dan papa tidak berkelahi terus dan saling baku maki lagi”
“Mama dan papa tidak jadi cerai, tapi tidak baku marah terus”
“Biaya sekolah bisa dibayar, malu sama teman-teman sudah 9 bulan tidak bayar”
“Nilai ujian membaik, bisa dapat 10 besar”
“Temanku bisa berubah jadi baik, Tahun ini dia beri kami hadiah batu dan pasir”
“dapat pacar yang baik, tidak mendua”
…
Hanya beberapa menit, kertas polos yang dibagikan penuh dengan coretan, catatan-catatan. Yah, 2011, anak-anak Sanggar Lintuyadi punya daftar harapan. Sekolah, rumah, dan teman bermain menjadi wilayah memupuk harapan itu. Catatan itu menggambarkan beratnya masa mereka sebagai anak-anak, tapi sekaligus bahwa mereka tidak hilang impian dan harapan untuk semakin baik di tahun ini. Sesekali mereka saling mengintip daftar yang dibuat, atau saling berbisik-bisik tentang siapa yang mereka maksud dalam daftar itu. Tertawa sambil sesekali mengerutkan kening karena daftar mereka menjadi pemandangan menarik di hampir seluruh ruang kecil sanggar.
Mengawali tahun baru, anak-anak Sanggar kembali berkumpul dan mengawali aktivitas mereka dengan menuliskan catatan harapan tahun 2011, membungkusnya dalam amplop yang tersedia setelah berulang-ulang membacanya. Berbekal catatan itu, mereka diajak untuk memikirkan dalam diam, lalu melanjutkannya dalam diskusi dipandu oleh kakak pembina mereka mengenai apa yang dapat mereka lakukan untuk mewujudkan harapan tersebut. Didiskusikan juga mengenai kendala, hambatan dan tantangan yang mereka akan hadapi untuk mewujudkan harapan dan impian tersebut. Semua berlangsung khas anak-anak sanggar, mulai dari meledek, menyindir, tertawa, hingga senyum-senyum simpul, tetapi juga sesekali bertepuk tangan ketika mendengar temannya penuh semangat bercerita tentang apa yang akan dilakukannya.
“ Saya mau tulis surat sama mama dan papa saya supaya jangan berkelahi” (awalnya kalimat ini disertai kata ancaman “kalau tidak saya keluar atau lari dari rumah” Ancaman ini ditarik kembali ketika teman yang lain mengingatkan “kalau kamu lari nanti malah mama dan papamu tambah berkelahi karena dirimu” dan” memangnya mau lari kemana?sekolahmu bagaimana”
“Saya mau datang disini belajar sama kakak supaya nanti bisa pintar” lalu disambung dengan usul yang lain dari temannya “kenapa tidak kita buat belajar kelompok, yang pintar matematika ajar yang pintar IPS, begitu juga yang IPS ajar yang matematika, abis itu kita belajar sama-sama bahasa Ingris disini”
Semuanya selalu diakhiri dengan tepuk tangan atau gelak tawa.Menyenangkan.Bahkan dalam kesulitan hidup di usia belia, mereka memiliki “ketahanan” sendiri dalam menghadapi dan berada dalam situasi rumit tersebut. Karena itu, aktivitas, kreativitas seni dan olahraga kemudian menjadi bagian penting yang mempengaruhi dan membentuk diri mereka. Anak-anak pasca konflik yang kreatif dan selalu merindukan kedamaian.
Dengan penuh semangat mereka menyusun agenda bersama yang harus dilakukan bersama di tahun 2011. Perpustakaan Sophia akan dimanfaatkan bersama anak-anak dengan meminjam buku bergiliran terutama setelah mendapatkan sumbangan buku-buku bacaan anak-anak oleh beberapa pihak yang bersimpati pada mereka, mereka bahkan meminta ijin untuk dibuatkan gelaran buku di teras sanggar pada hari Sabtu dan Minggu; Meditasi dan Taichi menjadi program mingguan (beberapa anak mengacungkan tangan sambil melompat-lompat meminta dua hal itu dijadikan agenda sanggar); latihan tari-tarian tradisional dan teater akan dimulai lagi (agenda ini disambut tepuk tangan). Tiga agenda besar itu membuat anak-anak sanggar riuh gembira. Sebelum pertemuan ditutup, Revlin, salah seorang anak sanggar yang tertua mengingatkan agar setiap orang bisa mempromosikan keberadaan sanggar sehingga semakin banyak anak yang datang bergabung. Tentu, semakin banyak anak yang tercerahkan dan mencerahkan.