Mimpi-Mimpi Yang Tak Mustahil di Sekolah Perempuan

0
1679

Si ibu bergegas bangun, begitu alarm berbunyi membangunkan seisi rumah. Sang suami menggeliat sebentar lalu meneruskan tidur. Cepat-cepat si ibu membangunkan anak perempuannya, lalu langsung menuju dapur. Sambil memasak, bolak-balik si ibu masuk kamar menyiapkan pakaian dan sepatu kerja suami dan anak-anaknya, menjemur pakaian yang semalam dicuci, mengecek masakan, membangunkan anak laki-laki, sesekali menengok bayinya yang merengek menangis karena popok sudah basah. Anak perempuan membantunya menyapu dalam rumah. Makan pagi sudah siap ketika si suami dan anak laki-lakinya bangun. Penuh perhatian si ibu menuangkan makanan ke piring-piring yang sebelumnya sudah diatur oleh anak perempuannya. Sambil ikut makan, si ibu menyusui anaknya, menunggui suaminya yang merokok setelah makan.

Dengan telaten, si ibu membantu suami dan anaknya memakai pakaian kerja, sementara si anak perempuan mencuci piring.Setelah meyakinkan suaminya sudah ke tempat kerja dengan, si ibu mengambil keranjang belanja, mengantar anaknya ke sekolah lalu ke tempat kerja. Siang hari, si ibu memastikan pulang lebih awal daripada suaminya untuk menyiapkan makanan dan menjemput anaknya. Dia tidak tahu suaminya sedang menggoda perempuan lain di tempat kerjanya, dan singgah sebentar di bar untuk minum bersama teman-temannya. Si suami menerima dua keping perak hari ini, dia menerima satu keping setelah seharian penuh bekerja.

Baca Juga :  Sekolah Perempuan Interfaith, Angkatan IIInterfaith Women School, 2nd batch

Dengan penuh kasih menjemput suaminya di depan pintu, membantu melepaskan pakaian kerja, memberikan pakaian rumah yang sudah sedari tadi dipersiapkan, menyiapkan makan siang sementara sang suami meneruskan menonton sepakbola. Mereka sedang makan siang, ketika tiba-tiba si bayi menangis dan suami enggan mengganti popoknya. Pakaian kering harus disetrika setelah makan, menjahit baju untuk anak, menuangkan minuman baru di gelas suaminya yang sudah kosong, menemani anak-anaknya belajar. Entah kemana hari berlalu, tapi sudah malam, memasak, menyiapkan makanan, mencuci piring, mengasuh bayi dan menemani anak-anaknya tidur nyenyak, memastikan suaminya tidur nyaman. Terlalu lelah membuatnya bermimpi. Hari itu suaminya menjemur pakaian, membantunya menjaga si bayi yang rewel menangis, menemaninya memasak, menceritakan cerita lucu baginya dan anak-anaknya setelah makan, mengajarkan anak-anaknya menulis dan membaca, membiarkannya menonton film kesukaannya, mau berdiskusi dengannya tentang hari ini. Di kantor, dua keping diterimanya sama seperti lelaki yang bekerja disampingnya.Tapi alarm berbunyi terlalu cepat sebelum dia menyelesaikan mimpinya.

Puluhan pasang mata warga Sekolah Perempuan menatap lekat ke arah layar yang menayangkan kartun berjudul “Imposible Dream”. Dua orang ibu nampak berkaca-kaca, yang lain menggenggam tangannya erat, tapi seseorang mengepalkan tangannya. Terdengar bunyi helaan napas panjang. Mereka menggerutu dalam ekspresi diam. Begitu layar padam, ruangan seperti sarang tawon. Celutukan, gerutuan, pernyataan bermunculan dengan lebih jelas. Kelas dimulai lagi.

Baca Juga :  Lokakarya Guru-Guru Agama Poso : Bentuk Siswa ToleranTraining of Religious Teacher in Poso

Awal Bulan Mei 2011, Sekolah Perempuan di empat desa, yang anggotanya berasal dari 15 desa di Kabupaten Poso memulai kelas dengan tema utama Adil Gender. Pengenalan tentang konsep seks dan gender dalam konteks masyarakat Indonesia, termasuk Poso, yang patriakhi membongkar beberapa pemahaman konservatif mengenal cara memandang perempuan dan laki-laki. Membicarakan adil gender di kelas Sekolah Perempuan mengingatkan bahwa perjuangan untuk perdamaian dan keadilan harus bersamaan dengan perjuangan pada kesetaraan.

Ide perdamaian yang sebelumnya sudah ditanamkan dan dibahas secara serius pada bulan-bulan awal sekolah perempuan, harus diikuti dengan pemahaman dan kesadaran yang mutlak tentang kesetaraan, lalu hak sebagai perempuan. Membicarakan secara khusus hak perempuan didasarkan pada asumsi kehidupan perempuan Indonesia dalam sistem masyarakat patriakhi dimana laki-laki dinomorsatukan dan perempuan menjadi warga negara kelas dua. Dalam konteks masyarakat yang demikian, perempuan mengalami  diskriminasi, subordinasi, kekerasan fisik dan psikologis, dan termarginalkan.

Demikianlah selama bulan Mei, warga Sekolah Perempuan belajar bersama memahami kesetaraan, untuk dapat memperjuangkannya. Kelas dengan tema ini dirasakan menantang dan sekaligus menarik. Menantang karena perspektif bias gender berusaha dipertahankan oleh segala lapisan masyarakat, beberapa juga oleh perempuan dengan konsep takdir dan kodrat. Proses memahami takdir dan kodrat perempuan seringkali dilegitimasi oleh tokoh agama melalui kutipan Kitab atau tersosialisasikan dalam sistem pendidikan, ruang kerja dan sebagainya. Menarik karena menemukan kreativitas dan cara  bertahan hidup yang luar biasa dalam diri perempuan yang mengalami langsung perilaku bias gender. Kelas ini membawa warga Sekolah Perempuan mempunyai ruang untuk mewujudkan mimpi tentang adil gender. Dalam keluarga, komunitas dan mentransformasikannya pada orang lain. Pelaku mimpi.Tentu saja, pertama-tama berdamai dan adil gender, lalu berjuang untuk hak-hak atas kehidupan.

Baca Juga :  Memutus Rantai KDRT di Sekolah Perempuan

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda