Hari ini Ika, 15 tahun, senang sekali. Dia menjadi orang pertama yang tiba di sanggar Anak MOSINTUWU sore itu. Sebagai anak yang tiba pertama, dia punya kesempatan lebih untuk memilih buku bacaan favoritnya. Katanya “saya rencana mau membawa pulang buku ini tapi kakak bilang tidak boleh dibawa pulang rumah karena yang lain juga mau membaca” Buku Charlie and the Chocolate factory yang ditunjukkan Ika adalah salah satu dari 20an buku anak dan remaja yang tersedia di Perpustakaan Sanggar Anak MOSINTUWU. Perpustakaan ini disebut Perpustakaan SOPHIA. Perpustakaan dengan motto Jendela Dunia Meraih Mimpi-mimpi(untuk perpustakaan umum disebut Jendela Dunia untuk Kebijaksanaan)ini dibuka oleh Institut MOSINTUWU untuk memberikan akses pengetahuan terhadap anak-anak.
Kenyataan bahwa keingintahuan yang besar dari anak-anak, yang kurang didukung oleh keluarga dan komunitas padahal mereka dalam usia yang belia sehingga masih kebingungan dengan identitas, termasuk masih menyimpan trauma terjembatani melalui buku. Buku-buku yang jumlahnya terbatas dan merupakan sumbangan dari beberapa orang ini menjadi akses bagi banyak anak-anak untuk belajar mengenai diri mereka sendiri dan dunia yang lebih luas. Selama perpustakaan Sophia berdiri, tempat ini juga menjadi ruang anak-anak untuk bertemu dengan beragam kawan senasib sehingga bisa saling mendukung dengan cara mereka .
Tidak heran, perpustakaan Sophia menjadi tempat favorit anak-anak menghabiskan waktu setelah pulang sekolah atau saat ada jadwal sanggar. Membaca menjadi aktivitas utama anak-anak sanggar MOSINTUWU setiap hari. Selain membaca, anak-anak dan remaja dMOSINTUWU juga memanfaatkan waktu bersama untuk berkumpul, bermain lalu berlatih menari, menyanyi, menggambar,teater, atau meditasi.
Keinginan membaca yang luar biasa nampak dari dari kesungguhan anak-anak dan remaja ini mau menempuh perjalanan dengan berjalan kaki dari rumahnya. Beberapa anak berasal dari wilayah pemukiman pengungsi yang jaraknya 2 – 3 kilometer ke Sanggar MOSINTUWU. Keterbatasan buku bacaan anak-anak tidak menghalangi niat mereka untuk tetap datang.
Beberapa anak nampak menunggu giliran membaca dengan bermain atau menciptakan permainan baru jika terlambat datang. Beberapa nampak terlihat membaca bersama. Tidak jarang mereka yang lebih tua, duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Sekolah Menengah Umum (SMU) membantu adik-adiknya dengan membacakan ceritanya. Mereka juga bercerita bahwa setiap kali satu buku mereka baca mereka akan menceritakan kepada teman-teman, adik atau kakak, saudara mereka di rumah atau di sekolah. Pada setiap satu buku bisa berkembang berbagai cerita yang menggambarkan kehidupan mereka atau menceritakan keinginan dan mimpi-mimpi mereka.
“Membaca buku membuat hati saya senang sekali” Demikian komentar Citra, murid kelas 6 SD, yang datang kemudian setelah Ika, sore itu. Komentar Citra dan ekspresi Ika mewakili puluhan anak-anak ketika ditanya mengapa hampir setiap hari selalu ke rumah MOSINTUWU. “Saya mulai kenal tentang tempat lain, kota lain, negara lain hanya dengan membaca buku “sahut Murni “meskipun saya hanya tinggal di desa” sambungnya. “Saya mau seperti Arai, seperti dibukunya Laskar Pelangi” penuh semangat Andi menceritakan “dia pintar sekali meskipun orangtuanya sudah tidak ada”
Satu buku dapat membawa anak-anak menjalani kehidupannya lebih baik. Satu buku membuat mereka berani bermimpi tentang masa depan yang lebih baik. Satu buku mendorong mereka lebih berusaha meraih cita-cita. Bahkan siapa yang menyangka, satu buku bisa memecah rasa takut dan trauma pasca konflik?
Karena itu mereka terus membaca!Membaca terus.