Ramadhan di Poso: Menguatkan Perdamaian

0
1601

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Ramadhan tahun 2010 ini dirasakan sangat berbeda oleh sebagian besar warga Poso. Hal yang paling dirasakan berbeda adalah rasa aman. “Tahun lalu, kalau sudah menjelang bulan puasa atau saat bulan puasa, ada banyak sekali penjagaan sana sini oleh tentara atau polisi” kata Mama Zubaidah,warga Poso Kota “Sekarang, ini biarpun tidak ada tentara atau polisi yang lalu lalang warga Poso tetap merasa aman dan bebas untuk saling bersilahturami tanpa rasa takut” sambungnya.”eh,sebenarnya karena tidak banyak polisi,tentara lalu lalang jadi kami rasa itu sudah lebih aman” ralatnya.

Pernyataan mama Zubaidah bukan tanpa alasan, jalanan di kota Poso dan sekitarnya juga di wilayah Tentena tetap lancar tanpa pemandangan penjagaan polisi atau tentara seperti yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Warga muslim di Poso Kota dapat leluasa ke wilayah Tentena yang mayoritas penduduknya beragama Kristen. Demikian pula warga muslim yang menetap di Tentena merasa tidak perlu untuk mengungsi kemanapun dan tetap menjalankan ibadah puasanya. Suara Azan di mesjid Tentena terdengar lebih ramai setiap saat sahur atau menjelang buka puasa. Aktivitas peribadahan ini sama lancarnya dengan aktivitas peribadahan umat Kristen dan Hindu di berbagai tempat di Indonesia. Tidak adanya penjagaan aparat keamanan ternyata memberikan pengaruh psikologi bagi warga untuk menaruh sikap percaya pada rasa aman yang dibangun oleh komunitas sendiri. “Kalau ada aparat,kita beribadah justru sambil was-was, karena kalau ada aparat berarti ada isu apa lagi” Kata ibu Fatimah,warga Desa Toyado.

Baca Juga :  Ternak Kerbau di Desa Tokilo Terus Berjatuhan, Ekonomi Keluarga Terpukul

Silahturami antar warga semasa bulan puasa juga sudah tidak segan ditunjukkan. Warga Sekolah Perempuan di empat wilayah misalnya tanpa ragu mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa bagi sesama anggota Sekolah Perempuan yang beragama Islam. Ibu Ona, salah satu warga muslim dari Sekolah Perempuan di Pamona yang mayoritas anggotanya beragama Kristen mengatakan “saya sangat terharu, karena teman-teman di sini sangat menghargai saya yang sedang menjalankan ibadah puasa. Sebelumnya saya ragu karena Muslim disini minoritas, tapi mereka (Kristen) bahkan tidak ragu-ragu mendukung saya untuk mengamalkan ibadah puasa.Kami pernah diskusi mengenai makna bulan puasa. Jadi mereka belajar juga tentang makna bulan puasa sehingga mereka bisa belajar menghormati”

” Bulan puasa diharapkan menjadi media refleksi bersama untuk perdamaian sejati di Poso” Kata Amir, salah seorang warga Tentena. “Sebelum konflik, masa puasa terasa seperti ritual keagamaan rutin yang biasa kami lakukan. Sekarang, bulan puasa menjadi bulan yang merefleksikan makna kehadiran kita sebagai manusia supaya bisa lebih berdamai dengan sesama, termasuk menahan diri dari amarah dan konflik yang hanya merugikan semua orang” ujar  ibu Irma, warga Desa Malei.

Baca Juga :  Sempadan Danau Poso : Menjaga Hak Hidup Warga atau Untuk Keuntungan Investor ?

Upaya masyarakat melakukan proses pembangunan perdamaian juga terlihat dari kemampuan masyarakat mengelola isu-isu yang isinya menyebarkan kebencian antar warga yang berbeda identitas. “Tahun-tahun sebelumnya jika ada moment keagamaan misalnya bulan puasa,ada banyak sekali isu beredar yang bisa membuat kami yang berbeda saling curiga” kata Mohamad Arif, warga Mapane “Bulan puasa tahun ini meskipun ada isu-isu negatif tetapi warga masyarakat sudah mampu mengelolanya sehingga rasanya tahun ini lebih kuat hubungan sosial dengan masyarakat” . Ibu Indria mengaminkan hal itu “sekarang ini warga sudah bisa mulai saling percaya, bahkan memilih untuk fokus juga bicarakan soal korupsi yang dilakukan pemerintah dan merugikan masyarakat pasca konflik daripada menyebarkan kebencian antar sesama”

Tentang isu anti korupsi yang sekarang gencar dilakukan oleh banyak elemen masyarakat, ibu Sanusi, warga Poso Pesisir mengatakan:”Kita tidak bisa bicara perdamaian saja tanpa ada rasa keadilan. Kita tahu konflik Poso itu karena konflik kepentingan elit yang mengatasnamakan agama. Sekarang kita sudah sadar. Ini sudah lebih dari tiga tahun pasca konflik terakhir, masyarakat sudah pelan-pelan menyadarinya, makanya kritik terhadap pembangunan di Poso pasca konflik itu juga bagian dari masa puasa kita, karena ini untuk kemaslahatan umat”

Baca Juga :  Longkida , Pohon Setia Penjaga Danau Poso, Pelindung Spesies Endemik

Menguatkan perdamaian di antara masyarakat pasca konflik dan bersikap kritis terhadap proses pembangunan pasca konflik untuk mencapai perdamaian sejati. Kalimat ini mungkin menggambarkan bagaimana proses bulan puasa tahun ini dijalani oleh warga Poso.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda