Di Sekolah Perempuan:Perempuan Bicara,Dunia Dengarkan

0
1384

“Perempuan harus bicara. Bayangkan bahwa seringkali sedangkan berbicara tidak didengar, apalagi kalau tidak bicara, pasti tidak dianggap ada” kata ibu Heni, warga Sekolah Perempuan di wilayah Pamona. “Tapi, kalau berbicara seringkali perempuan diremehkan. Saya pernah sewaktu mau berbicara di rapat desa, bukan hanya pandangan mata yang mencibir yang saya dapat tapi juga ada laki-laki yang bilang: apa juga yang diketahui perempuan?perempuan itu harusnya didapur saja. Banyak yang alami itu kan ibu-ibu?” cerita ibu Teti ini diiyakan ramai oleh semua warga Sekolah Perempuan di wilayah Poso Pesisir. “Kalau sudah begitu, perempuan jadi sangat tidak percaya diri untuk berbicara apalagi keluarkan pendapat” sambung ibu Be’a , warga Sekolah Perempuan Lage. “Jadi, tidak ada cara lain, selain ayo bicara. Perempuan harus bicara”

Komentar tersebut bermunculan di semua kelas Sekolah Perempuan, baik di Pamona, Poso Pesisir, Poso Kota maupun Lage. Keinginan untuk menyampaikan pendapat, mengeluarkan aspirasi, memberikan saran dalam masyarakat seringkali dihalangi oleh pandangan sinis soal kemampuan perempuan.Bukan cuma cara berbicara tetapi juga isi pembicaraan. Padahal, menurut ibu-ibu, di Sekolah Perempuan banyak pengetahuan, informasi dan pengalaman yang sangat kaya yang mereka peroleh. Mereka bahkan seringkali merasa mendapatkan lebih banyak daripada yang biasanya para pejabat ketahui. Tetapi sebagai perempuan, khususnya perempuan dari kelas ekonomi dan sosial menengah kebawah, suara mereka tidak didengarkan apalagi dianggap penting.

Baca Juga :  Membangun "Rumah" Perlindungan Perempuan dan Anak

  Ya,berbicara, menjadi penting bagi perempuan untuk didengarkan. Bukan hanya bisa berbicara tetapi juga dapat menalarkan sesuatu dengan baik sehingga apa yang dibicarakan dapat dimengerti dengan mudah.Terutama, keterampilan bernalar dan berbicara dapat membuka ruang bagi dimungkinkannya diskusi ide,gagasan,konsep secara setara/tidak bias gender. Kenyataan bahwa perempuan dalam konstruksi sosial yang bias gender seringkali tidak mendapat ruang dalam menyampaikan pendapatnya dipersulit dengan ketiadaan kemampuan ketrampilan dalam menyampaikan ide dan gagasan dengan baik dan tepat. Padahal,  ide, gagasan, yang tersampaikan dengan baik dan tepat akan menjadi awal bagi perempuan dalam berpartisipasi secara aktif di ruang domestik dan ruang publik. Dengan demikian suara perempuan akan didengarkan dan mendapat tempat dalam proses pembangunan di lingkungan masyarakat.

Selama tiga sesi pertemuan, warga Sekolah Perempuan dengan antusias mengikuti kurikulum Ketrampilan Berbicara dan Bernalar. Kurikulum ini kemudian menjadi salah satu kurikulum favorite warga Sekolah Perempuan.

”Sejak terima materi ketrampilan berbicara dan bernalar, saya sudah mulai berani bicara di rapat jemaat di Gereja” kata ibu Tini. ”Ah, kemarin, saya sudah praktek di rapat PKK. Jadi sewaktu selesai bicara ibu-ibu yang lain bilang:wah Mama Be’a sudah pintar sekarang bicara, sudah ada lagi kader perempuan disini ”cerita Ibu Be’a. Dengan penuh semangat ibu Suhartini bercerita ”Betul, sekarang sudah lebih percaya diri, karena kita sudah diajar, tinggal praktek. Banyak tempat prakteknya, di rumah saat berkomunikasi dengan suami atau dengan keluarga. Di pertemuan PKK atau Dasa Wisma, tidak lagi diam dan setuju saja. Bahkan kalau nanti di rapat desa, saya juga mau bicara. Sudah lama saya ingin mengusulkan soal penataan saluran air di kampung dan apotik hidup. Saluran air yang jorok itu bikin penyakit malaria jadi penyakit langganan disini. Saya dulu tidak berani bicara karena malu, takut salah. Tapi sekarang saya sudah tahu bagaimana mau bicara dari awal sistematikanya seperti apa dan bagaimana cara bicara. Saya sudah tahu caranya, karena Sekolah Perempuan”

Baca Juga :  Mama Papua dan Perempuan Poso Belajar Bersama di Hari Pendidikan

Cerita ibu Suhartini disambung warga Sekolah Perempuan yang lain “Perempuan sering dipandang enteng karena dianggap tidak mampu berbicara, atau kalau berbicara paling cuma gosip. Padahal itu tidak benar. Bersyukur, dengan ada Sekolah Perempuan, informasi, pengetahuan seperti gender, budaya, ekonomi politik yang kami dapat dan diskusikan sehari-hari di Sekolah Perempuan, dapat juga kita sampaikan dengan benar dan diterima baik oleh orang lain. Jadi bukan cuma kita yang tahu tapi juga orang lain”  Bahkan efektifitas kurikulum Sekolah Perempuan ini kemudian menjadikan warga Sekolah Perempuan mewakilli suara para perempuan di desa masing-masing. Seperti cerita ibu Teti, warga Sekolah Perempuan di Poso Pesisir: “semua orang tahu kalau kami ikut Sekolah Perempuan, banyak materi yang kami sudah dapat dan diskusikan, jadi kalau ada utusan dan rapat, pasti ada warga Sekolah Perempuan yang akan diminta ikut”

Secara keseluruhan, kurikulum ini membangun kepercayaan diri warga sekolah perempuan untuk terlibat secara aktif dalam proses-proses pembangunan dan dinamika masyarakat dengan cara menyampaikan ide, gagasan, pendapat, suara mereka secara jelas, dengan baik dan tepat. Pengetahuan dan ketrampilan perempuan, termasuk pendapat dan perspektif perempuan harus tersampaikan, disuarakan agar tidak disenyapkan. Hanya dengan demikian, suara perempuan dapat menjadi suara perubahan bagi dunia yang lebih baik.

Baca Juga :  Sekolah Perempuan MOSINTUWU : Gerakan Sosial untuk Pemenuhan Hak EKOSOB, SIPOL

Ibu Asnah, ketua kelas Sekolah Perempuan di Poso Kota bahkan mengatakan “sekarang, kalau ada rapat desa, kalau perempuan tidak diundang, temui kepala desa, minta diundang. Kalau tetap tidak diundang, datang, ikut pertemuan dan bicara. Itu tugas warga Sekolah Perempuan, mulai sekarang”

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda