Komunitas Indonesia untuk Adil dan Setara di Sulawesi Tengah

0
1478

Isu gender, penghapusan kekerasan terhadap perempuan bukan isu baru namun harus terus diperjuangkan, dikampanyekan. Sejauh ini sudah ada upaya meminimalisir terjadinya bias gender  dan kekerasan yang disebabkan oleh tafsir agama dan budaya. Namun belum membawa hasil yang maksimal. Hal ini disebabkan karena belum adanya gerakan bersama baik  pada tingkat lokal maupun nasional untuk mengusung isu kesetaraan gender pada ranah budaya dan tafsir agama serta belum adanya jaringan dan kerjasama multi pihak baik kalangan tokoh-tokoh agama, akademisi, budayawan, tokoh masyarakat, pemerintah dan Ornop atau lembaga-lembaga berpengaruh yang mampu menjadi opinion leader atau pendukung utama dalam gerakan penghapusan bias gender dalam tafsir agama dan budaya.

Kondisi tersebut diatas mendorong dibentuknya Komunitas untuk Indonesia yang Adil dan Setara (KIAS) di tingkat nasional merupakan upaya berjejaring  dari tokoh agama, adat, pemuda, akademisi, aktivis Ornop, pemerintah daerah untuk menghapuskan praktek diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan yang didasarkan atas tafsir agama dan budaya. Setelah dibentuknya KIAS Nasional berdasarkan hasil Konsultasi Nasional di Bali pada bulan Agustus 2010, Institut Mosintuwu sebagai focal point di Sulawesi Tengah melakukan workshop bersama dengan tokoh agama, adat, pemuda, akademisi, aktivis Ornop dan pemerintah daerah.
Dalam workshop tersebut terdapat diskusi dan perdebatan yang sangat menarik mengenai kondisi perempuan dalam dan pasca konflik.  Diakui bersama bahwa tidak hanya kekerasan fisik, perempuan juga sering menjadi sasaran kekerasan psikis, seksual, atau ekonomi. Saat konflik, ketika mengalami pelecehan seksual, pemerkosaan, kehamilan tidak diinginkan, perempuan juga mengalami re-viktimisasi dari masyarakat. Ide tentang perempuan baik-baik dan perempuan sempurna dalam perspektif budaya dan agama menempatkan perempuan mengalami kekerasan berlapis. Dalam aturan adat misalnya, perempuan korban pemerkosaan, pelecehan seksual, kehamilan tidak diinginkan justru sering dituntut untuk membayar ganti rugi karena dianggap “merusak” nilai sosial dalam masyarakat. Bahkan meskipun sudah memberikan ganti rugi sesuai dengan aturan adar, perempuan mengalami kekerasan psikologi, re-viktimisasi dengan label-label yang diberikan oleh masyarakat.

Baca Juga :  Kolaborasi Bersama Sulawesi Keepers untuk Danau Poso

Dalam ruang agama, re-viktimisasi juga terjadi. Perempuan menjadi simbol penjaga norma dan nilai-nilai moral. Perempuan harus menjadi ”perempuan baik-baik” sebagaimana didefinisikan oleh komunitas.Perempuanlah yang diharuskan bersikap baik-baik dan menjaga norma keagamaan, sehingga jika terjadi pelecehan seksual, pemerkosaan, kekerasan, perempuan yang dianggap bersalah.Konstruksi cara berpikir dan berperilaku ini menjadi bagian yang mempertajam kekerasan sekaligus mensenyapkan kekerasan yang dialami oleh perempuan dalam dan pasca konflik. Kekerasan dan ketidakadilan berbasis gender  ini diakibatkan salah satunya oleh konstruksi budaya dan penafsiran agama yang bias gender. Budaya dan tafsir agama menjadi legitimasi semua pihak baik negara dan masyarakat untuk melakukan kekerasan dan bentuk ketidakadilan berbasis gender. Pada ranah negara kontruksi budaya dan tafsir agama yang tidak adil gender mewujud pada produksi regulasi yang dibuat karena kontruksi ini masih menjadi landasan dalam merumuskan regulasi. Workshop ini kemudian menghasilkan kesepakatan bersama untuk berjejaring dalam menghapus praktek diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan yang didasarkan atas tafsir agama dan budaya.

Baca Juga :  Cerita Kami, Cerita Perdamaian

Setelah melalui proses workshop bertema “ membangun dan memperkuat gerakan tafsir agama dan tafsir budaya berkeadilan gender: sebuah refleksi kritis” 16 lembaga, organisasi masyarakat, di Sulawesi Tengah yaitu: Institut Mosintuwu, LBH Poso, LBH APIK Sulawesi Tengah, KPPA Poso dan Palu, LPMS Poso, WVI Poso, KPP (Kelompok Peduli Perempuan) Poso, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Tengah, GAMKI Pamona, GMKI Poso, PC. PMII Poso, HMI Poso, Sekolah Tinggi Teologia (STT) Tentena, Sinode GKST, KWS GKST, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Poso melakukan deklarasi Komunitas untuk Indonesia yang Adil dan Setara (KIAS) di Sulawesi Tengah.

Searah dengan KIAS Nasional yang memiliki 15 lembaga sebagai simpul gerakan di Indonesia, KIAS Sulawesi Tengah memiliki Visi: terhapusnya praktik diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan yang didasarkan pada tafsir agama, adat dan budaya; terbentuknya berbagai organisasi kemasyarakatan berbasis agama, adat dan budaya yang memperjuangkan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender serta keberagaman; Terwujudnya berbagai kebijakan dan wacana yang mengedepankan tafsir agama, adat dan budaya dengan perspektif perempuan dan nilai-nilai keberagamanan.

Baca Juga :  Album Satuara  : Suara Musisi Poso Lawan Perusakan Lingkungan, Rawat Toleransi, Kuatkan Persaudaraan

Sementara itu misi KIAS adalah: melakukan pengkajian dan penafsiran ulang terhadap tafsi agama, adat dan budaya yang mendiskriminasikan dan mensahkan kekerasan terhadap perempuan; mendorong terwujudnya peraturan perundang-undangan utamanya Perda-Perda yang menggunakan tafsir agama, adat dan budaya yang setara dan adil gender serta nilai-nilai keberagaman; membentuk jaringan layanan informasi serta penanganan kasus diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan berbasis agama, adat dan budaya dari berbagai unsure masyarakat, pemerintah dan kepolisian serta penegak hukum lainnya; mendorong lahirnya kantong-kantong masyarakat di kampung-kampung yang memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender serta nilai-nilai keberagaman dalam rangka membangun semangat solidaritas, persaudaraan, perdamaian dan keindonesiaan; serta mendorong perempuan untuk menduduki posisi strategis dalam berbagai organisasi kemasyarakatan berbasis agama, adat dan budaya yang memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender serta keberagaman.

Gerakan ini diharapkan menjadi gerakan bersama membangun dan memperkuat penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan penghentian semua bentuk tindakan tidak adil gender.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda