Sambil nyeruput kopi di sebuah warung rokok pinggir jalan…, aku menguping percakapan 2 orang pemulung tentang Natal yang tinggal sebentar lagi.
Pemulung 1 : ” istrimu sudah siapkan makanan apa buat besok malam ” ?
Pemulung 2 : ” Ah…, istriku hanya membeli sirup lemon 2 botol saja, nanti aku pulang baru aku beli kue basah 1 biji aja”.
Pemulung 1 : ” Lah kan anakmu 3 orang, kok cuma beli 1 biji, apa emang cukup?
Pemulung 2 : ” Anak-anakku tidak pernah berebutan kok. Mereka tau berbagi rata”.
Pemulung 1 : ” Anak-anakmu mengerti kamu ya”.
“Anakku juga…, (sambil curhat) Namun aku sedang bingung, anakku meminta baju baru. Saat aku bilang; kita kan ga punya banya uang, anakku bertanya; kapan kita punya baju baru pa? Dede ingin natalan seperti anak-anak lain. Jangan sekarang ya nak, nanti kapan-kapan bapak belikan”. Mendengar itu, anakku hanya diam dan kulihat matanya menahan air mata.
Mendengar cerita temannya itu si pemulung 2 hanya diam sambil membayangkan sesuatu.
Pemulung 2 : ” ini buat kau aja. Mudah-mudahan bisa nambah beli baju anakmu”.
Pemulung 1 : ” Jangan, nanti kau kan akan beli kue buat anak-anakmu, nanti tidak bisa beli “.
Pemulung 2 : ” Ah…, cuma 20 ribu kok. Kau lebih butuh uang itu. Ambilah buat tambah beli baju anakmu “.
Pemulung 1 : ” Nanti aku ganti ya “!
Pemulung 2 : ” Tidak usah. Anggap itu hadiah Natal dari kita buat anakmu “. Kalo memang anakmu mau ke gereja, ikutilah caraku; aku sering mengajak istri dan anak-anakku pergi ke gereja. Tapi kami hanya mengikuti jalannya ibadah Minggu dari balik tembok atau di balik pagarnya supaya tidak mengganggu orang lain. Kadang kami dianggap ngemis sih. Tapi aku ga peduli, yang penting aku ajak mereka pergi ke gereja naik gerobak ini. Ya…, anak dan istriku mengikuti ibadah di dalam gerobak ini “.
Pemulung 1 : ” Begitu ya ? Kamu ga malu “?
Pemulung 2 : ” Buat apa malu sama Tuhan “?
Mendengar tanggapan temannya, pemulung 1 hanya bisa diam.Kopi di gelasku sudah habis, saatnya meninggalkan warung itu.Aku melihat kedua pemulung itu saling berjabat tangan dan sama-sama berlalu dengan gerobaknya; mungkin pulang ke rumah masing-masing.
Aku pun diam…, ada yang menggeliat dalam hati, semacam pertanyaan; “Jangan-jangan mereka lebih dekat dengan makna natal yang sesungguhnya “?
Apakah ini pesan NATAL bagiku?
Membantu dari kekurangan
Menguatkan dari keterpurukkan
Mencerahkan dari ketiadaan
Menjumpai-NYA dengan seburuk-buruknya rupa dan diri…
Hmmmm…., mungkin itu pesan Natal bagiku…., mungkin juga bagi kita semua.
SELAMAT MENYAMBUT NATAL dengan hatimu dan perbuatanmu untuk Perdamaian dan Keadilan.