Siaran Pers : Selamatkan Demokrasi dengan Pemilu 2014 yang Damai dan BermartabatSiaran Pers : Selamatkan Demokrasi dengan Pemilu 2014 yang Damai dan Bermartabat

0
1881

Sehubungan dengan pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014 (Pilpres 2014) yang tinggal menghitung hari, kami sejumlah elemen masyarakat yang terdiri atas para penggiat pemilu, penggiat Hak Asasi Manusia (HAM), penggiat kebebasan berekspresi dan para jurnalis telah berkumpul, berdiskusi serta mengkaji bersama berbagai dinamika pelaksanaan Pemilu legislatif 2014 yang sudah dilakukan, penegakan HAM dalam pemilu 2014 secara umum serta independensi media dalam kampanye Pilpres 2014. Mensikapi situasi-situasi yang ada dalam proses pemilu 2014 tersebut kami menganggap perlu menyatakan sikap dan seruan sebagai berikut:

Pertama, bahwa segenap pemangku kepentingan terkait pelaksanaan Pilpres 2014 harus menunjukan tanggung jawab politik agar proses dan hasil Pilpres Tahun 2014 ditentukan oleh pilihan rakyat secara cerdas dan rasional dan terselenggara sesuai dengan standar pemilu yang demokratik (free and fair election). Oleh karena itu baik penyelenggara dan aparat penegak hukum harus melakukan langkah-langkah kongkret dan menindak tegas segala bentuk pelanggaran dan penyimpangan dalam proses pelaksanaan Pilpres 2014, seperti: kampanye kotor, pidato penyebar kebencian, politik uang, manipulasi, pelanggaran hak asasi manusia, intimidasi, kekerasan, perusakan lingkungan, diskriminasi politik, petugas penyelenggara serta aktor keamanan yang tidak netral dan professional, kasus pemilih fiktif, dan lain-lain.

Kedua, melihat bahwa potensi konflik terbuka antar massa pendukung kedua kubu capres dan cawapres pada saat kampanye rapat umum sangat besar dikarenakan ada fragmentasi politik masyarakat yang sudah mengidentifikasikan diri secara emosional dengan masing – masing kubu capres dan cawapres. Dalam kondisi tensi politik tinggi ini fragmentasi masyarakat mudah terpicu menjadi konflik sosial. Untuk itu, penyelenggara pemilu dan aparat penegak hukum harus mengantisipasi situasi tersebut secara aktif dan responsif. Peran ulamah/tokoh agama dan pemerintah disetiap kabupaten/kota menjadi sangat penting untuk melakukan sosialisasi pemilu damai.

Baca Juga :  Maarif Award untuk Perempuan dan Anak Poso

Ketiga, KPU RI harus segera melakukan evaluasi cermat apakah pengadaan dan distribusi logistik untuk Pilpres dapat berjalan tepat jumlah, tepat kualitas, tepat waktu dan tepat lokasi. Khususnya pengadaan dan distribusi surat suara, jangan sampai kasus surat suara tertukar dan tercoblos secara massif seperti di pelaksanaan pemilu legislatif 2014 terulang kembali. Bawaslu RI harus mengantisipasi dengan mendeteksi secara dini jika terjadi indikasi-indikasi surat suara yang salah kirim, sehingga dapat menimbulkan kelebihan dan kekurangan surat suara di suatu daerah.

Keempat, menghimbau agar aparat birokrasi dan aktor keamanan bersikap netral. Indikasi bahwa birokrasi serta aktor keamanan yang tidak netral terlihat di berbagai daerah, dimana banyak kepala daerah dan wakil kepala daerah mendukung terang-terangan kubu kandidat capres dan cawapres masing-masing, hingga dugaan ketidak netralan aktor keamanan oleh anggota Babinsa TNI disejumlah daerah. Dikhawatirkan adanya potensi politisasi PNS-PNS dan aktor kemananan, intimidasi dll. Bawaslu RI beserta jajarannya harus memaksimalkan peran dan fungsinya sebagai pencegahan dini penyimpangan-penyimpangan tersebut.

Kelima, kesalahan administratif atau indikasi kecurangan politik dalam rekapitulasi penghitungan perolehan suara dipastikan akan meningkatkan kerawanan potensial menjadi gejolak protes. Bawaslu RI wajib mengawal dan mengawasi perjalanan kotak suara dari tingkat TPS hingga tingkat nasonal.

Keenam, meminta peran aktif masyarakat dan organisasi-organisasi masyarakat sipil dalam melakukan monitoring/pemantauan dan mengawal jalannya proses pilpres dengan melaporkan segala bentuk kecurangan, intimidasi, kekerasan, dan lain-lain.

Ketujuh, pers adalah salah satu pilar demokrasi. Jika pers berfungsi dengan baik maka akan tercipta proses demokrasi yang bermartabat. Untuk itulah maka pers harus menjalankan tugasnya secara profesional dan menjaga kebebasan pers yang sudah didapatkan dengan penuh tanggung jawab.

Baca Juga :  Perempuan Poso dan Mimpi Desa Membangun

Kedelapan, pers senantiasa harus menjaga independensi dan profesionalitasnya, juga dalam masa Pilpres 2014 ini. Pers dan produk karyanya tidak boleh dijadikan alat propaganda untuk kepentingan pribadi, kelompok ataupun sekedar untuk kepentingan pemenangan capres dan cawapres tertentu secara tidak berimbang dan tendensius.

Kesembilan, menolak segala bentuk intervensi atas independensi pers dari siapapun baik oleh pemilik, pimpinan media, maupun penguasa.

Kesepuluh, mengecam keras kepada sejumlah pemilik ataupun pimpinan media penyiaran, terutama televisi, yang memanfaatkan medianya sebagai alat untuk mendukung secara membabi-buta kepada para capres dan cawapres.

Kesebelas, dalam menjalankan profesinya, pers dan media diminta untuk lebih mengutamakan akurasi, kualitas dan vadilitas informasi yang disampaikan, ketimbang sekedar kecepatan penyampaian berita kepada publik

Keduabelas, bagi pengguna, relawan, simpatisan ataupun tim pemenangan capres dan cawapres yang menggunakan media sosial / Internet untuk kampanye, diharapkan dapat menyampaikan informasi secara lebih bijak dan beretika, semisal dengan tidak melakukan kampanye kotor, penyampaian berita bohong ataupun penyebaran kebencian.

Ketigabelas, menuntut penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU untuk memastikan seluruh tahapan pemilihan presiden berlangsung terbuka dan aksesibel bagi pemilih rentan seperti Pemilih Difabel dengan ragam jenis disabilitasnya; Pemilih Minoritas, seperti kelompok penghayat dan penganut kepercayaan/aliran dan masyarakat hukum adat; Pemilih LGBT; dan Pemilih lanjut usia. Setiap tahapan pemilihan tersebut Penyelenggara Pemilu harus benar-benar mengurangi atau bahkan menghilangkan Hambatan Legal, Hambatan Informasi, Hambatan Fisik, dan Hambatan Mental bagi pemilih rentan dan minoritas di atas. Selain itu, menuntut pula kepada Bawaslu agar mengawasi secara ketat pelaksanaan pemilu dan memastikan hak kelompok minoritas di atas tidak terlanggar dan apabila terjadi pelanggaran maka Bawaslu harus menetapkan sanksi tegas kepada setiap pelanggarnya.

Baca Juga :  Tokoh Agama Poso rancang bersama Sekolah Lintas Iman

Keempatbelas, nilai-nilai Hak Asasi Manusia adalah hak dasar bagi setiap warga negara yang wajib dilindungi secara mutlak. Untuk itu meminta semua pihak terkait untuk menjalankan dan menjaga keberlangsungan pesta demokrasi kali ini dengan mengedepankan cara-cara berpolitik yang santun, ramah lingkungan, serta menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi Manusia.

Kelimabelas, mendesak penyelenggara pemilu, aparat kepolisian dan Komnas HAM segera melakukan langkah-langkah preventif atas berbagai kemungkinan tindakan kekerasan, konflik sosial hingga tindakan yang mengarah pada pelanggaran HAM pasca Pilpres. Serta menindak lanjuti berbagai temuan kekerasan dan pelanggaran HAM selama masa Pileg lalu.

Keenambelas, meminta semua pihak untuk tidak melupakan penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang menjadi bagian dari proses perjuangan penegakan demokrasi sejak runtuhnya kekuasaan rejim otoriter Orde Baru. Pelbagai pelanggaran HAM di masa lalu harus menjadi pelajaran sekaligus dasar pertimbangan politik pembangunan demokrasi saat ini dan ke depan bagi bangsa Indonesia.

Jakarta, 2 Juli 2014

Perludem (Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi)  , INDEPTH, JPPR (Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat), IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia), Imparsial, KontraS, ICT Watch, KPI (Koalisi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan dan Demokrasi), Bengkel APPeK  (Advokasi Pemberdayaan dan Pengembangan Kampung) – Kupang, SIGAB (Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel) – Yogyakarta, Pokja 30 – Samarinda , Institut Mosintuwu – Poso, Aceh Institute – Banda Aceh, HRWG (Human Rights Working Groups)

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda