“Ini kesempatan besar dalam hidup saya untuk belajar banyak hal-hal besar yang selama ini tertutup dari dapur saya. Saya yakin saya dan teman-teman bisa menyumbangkan sesuatu untuk kemajuan desa” kata ibu Elphin, 50 tahun dari Desa Tiu. “ Juga tambah teman dan saudara” sambung ibu Pilistin dari Desa Didiri.
Di seberang desa lain dalam peristiwa yang sama, ibu Lina dari Desa Sintuwulembah juga menyatakan “ disini saya yakin bukan hanya bisa merajut perdamaian sejati orang Poso tetapi baku kase kuat kemauan dan potensi perempuan untuk berpartisipasi di desa” Ungkapan tersebut muncul dalam kegiatan bersama ratusan ibu-ibu di Kabupaten Poso dan Morowali menyatakan niatnya untuk belajar bersama di Sekolah Perempuan Mosintuwu.
Kabar gembira ini dimulai dari dibukanya kembali Sekolah Perempuan Mosintuwu Angkatan III tahun 2014 – 2015, sejak tanggal 18 – 23 Agustus 2014.
Sekolah Perempuan Mosintuwu Angkatan III terdiri dari 41 desa, Dengan mempertimbangkan keberagaman dan geografis, wilayah Sekolah Perempuan dibagi dalam 7 wilayah, yaitu Wilayah I terdiri dari Kecamatan Poso Pesisir dan Poso Pesisir Selatan; Wilayah II Kecamatan Lage; Wilayah III Kecamatan Pamona Puselembah, Pamona Utara dan Pamona Barat; Wilayah IV Kecamatan Pamona Timur, Wilayah V Kecamatan Pamona Selatan dan Pamona Tenggara; Wilayah VI Kecamatan Mori Atas dan Mori Utara Kabupaten Poso; dan Wilayah VII Kecamatan Lore Selatan. Wilayah Sekolah Perempuan terbagi menjadi 18 kelas, dimana masing-masing kelas terdiri dari 25 – 35 orang.
Sekolah alternative untuk kelompok perempuan akar rumput ini, dibuka oleh Lian Gogali, pendiri Sekolah Perempuan sekaligus Direktur Mosintuwu. Dalam pembukaan Sekolah Perempuan yang dilakukan secara marathon di 7 desa yang dipilih menjadi wilayah pembukaan sekolah, dihadiri juga oleh pemerintah desa dan tokoh masyarakat.
Harapan bukan hanya muncul dari anggota Sekolah Perempuan, perwakilan Kecamatan Pamona Timur, Martinus, dalam sambutan dan dukungannya, Martinus menyebutkan“ Ibu-ibu anggota sekolah perempuan, nantinya akan menjadi aset bagi pembangunan desa. Kelak, bukan tidak mungkin ada ibu-ibu anggota sekolah perempuan yang menjadi kandidat kepala desa, menjadi orang penting di desa”. Tepuk tangan meriah disertai sorakan ibu-ibu menyambut dukungan tersebut. Wajah mereka tambah berbinar dan lebih percaya diri.
Dukungan yang sama disampaikan juga oleh Aparatur Pemerintah Desa lainnya yang hadir dalam pembukaan sekolah. Harapan besar dititipkan pada perempuan. Sekretaris Desa Badangkaia misalnya mengatakan” Ada tiga harapan kami untuk semua ibu-ibu yang belajar di sekolah perempuan, yaitu Ibu-ibu harus mampu memberi contoh membawa perdamaian, ibu-ibu harus mampu membuka wawasan, Ibu-ibu harus percaya diri melakukan sesuatu bagi kemajuan desa. Kalau ketiga hal tersebut jika dimiliki oleh ibu-ibu akan membuat persoalan apapun di desa dapat diselesaikan. Karena itu harus ada jalinan kerjasama dengan pemerintah desa”
Sempat pula terselip kecemasan bahwa keikutsertaan ibu-ibu dalam Sekolah Perempuan akan menghambat kegiatan di rumah, termasuk mengancam pembangunan di desa. Merespon harapan dan kekuatiran dari para aparatur pemerintahan desa yang hadir, ibu Gede dari Desa Wera salah satunya menyatakan “Sudah saatnya kita meletakkan jenis kelamin kita itu setara. Karena itu kesempatan sekolah perempuan ini adalah perjuangan kami kaum perempuan untuk memperkuat kapasitas kami supaya kelak kami tidak lagi dilihat dari jenis kelamin kami”.
Tercatat sekitar 567 perempuan dari 41 Desa di Kabupaten Poso dan Morowali menyatakan diri sebagai anggota Sekolah Perempuan Angkatan III. Kehadiran Sekolah Perempuan Mosintuwu Angkatan III ini didukung oleh fasilitator wilayah yang kesemuanya adalah lulusan sekolah perempuan Mosintuwu Angkatan I dan II. Selain itu, di setiap desa terdapat satu koordinator desa yang adalah anggota Sekolah Perempuan Angkatan II. Sistem ini menunjukkan bahwa di sekolah perempuan, saling belajar bukan saja dalam hal berbagi pengetahuan tetapi juga pengalaman dan kemauan untuk menjadi pemimpin dalam masyarakat.
Lian Gogali, dalam penjelasannya mengatakan jika sebelumnya di Sekolah Perempuan Angkatan I dan II fokus belajar bersama pada membangun dan menyuarakan perdamaian dari perempuan akar rumput, kekhasan Sekolah Perempuan Angkatan III adalah mendorong dan meningkatkan kapasitas perempuan akar rumput dalam pembangunan sosial, ekonomi, budaya dan politik di desa dalam kerangka memperjuangkan ide perdamaian dan keadilan. Hal ini didukung sejak awal dengan diadakannya Musyawarah Perempuan Desa dan Kongres Perempuan Poso yang melahirkan gelombang semangat para perempuan akar rumput di Poso tidak lagi tinggal diam, bahkan tidak lagi hanya bersuara, tetapi bergerak aktif dalam kegiatan pembangunan perdamaian di desa.
Gelora semangat para perempuan Poso untuk berkarya bagi perdamaian dan keadilan di desa, tentu saja masih proses panjang yang akan diasah melalui Sekolah Perempuan. Tetapi setidaknya, mereka memulai dari mimpi besar tentang suara perempuan sebagai tolak ukur pembangunan perdamaian.“Ini kesempatan besar dalam hidup saya untuk belajar banyak hal-hal besar yang selama ini tertutup dari dapur saya. Saya yakin saya dan teman-teman bisa menyumbangkan sesuatu untuk kemajuan desa” kata ibu Elphin, 50 tahun dari Desa Tiu. “ Juga tambah teman dan saudara” sambung ibu Pilistin dari Desa Didiri.
Di seberang desa lain dalam peristiwa yang sama, ibu Lina dari Desa Sintuwulembah juga menyatakan “ disini saya yakin bukan hanya bisa merajut perdamaian sejati orang Poso tetapi baku kase kuat kemauan dan potensi perempuan untuk berpartisipasi di desa” Ungkapan tersebut muncul dalam kegiatan bersama ratusan ibu-ibu di Kabupaten Poso dan Morowali menyatakan niatnya untuk belajar bersama di Sekolah Perempuan Mosintuwu.
Semangat , bangkit, hehe perpeuan adlah tuang negara…