Bagi anak-anak di Perpustakaan Sophia, membaca itu seperti kebutuhan untuk makan dan minum. Setidaknya hal itu dirasakan oleh Buyung, Nanda, Vonny dan Indra. Kata Ivon “kalau membaca, saya merasa lebih kaya karena lebih banyak tahu” . Ketersediaan berbagai jenis buku anak-anak di Perpustakaan Sophia menolong mereka untuk menjadi lebih kaya pengetahuan. Sementara itu, bagi Buyung berada sehari-hari di Perpustakaan Sophia membuatnya semakin kaya untuk mengembangkan hobinya yaitu origami.
Tidak hanya membaca. Dari mulai rajin membaca, anak-anak di Perpustakaan Sophia mulai merasa membutuhkan media mengekspresikan pengetahuan dan pengalaman baru yang mereka alami. Dimulai dari menuliskan pendapat mereka tentang buku yang baru dibaca, hingga surat-surat kreatif ungkapan terimakasih yang dikirimkan kepada para donator Perpustakaan Sophia. Hobi baru mereka untuk mengekspresikan diri melalui tulisan inilah yang kemudian melahirkan ide tentang majalah dinding.
Kabar gembira mengenai majalah dinding Perpustakaan Sophia kemudian tersebar ke anak-anak lainnya yang menyambutnya antusias. Difasilitasi oleh Kak Lian Gogali, pendiri Project Sophia, mereka membentuk tim dan belajar mengorganisir ide-ide mereka untuk dituangkan dalam majalah dinding.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk mewujudkannya. Meskipun beberapakali bongkar pasang tim Mading, akhirnya tim yang terdiri dari Nanda, Buyung, Vonny, Indra dan Putri segera menuangkan gagasan kreatif mereka dalam berbagai bentuk. Terdapat enam kolom yang dikembangkan anak-anak Project Sophia yaitu kolom Profil, Puisi, Gambar/lukisan, Cerita Pendek, Origami dan Pengetahuan Kita.
Semua isi kolom tanpa terkecuali ditulis oleh anak-anak yang masih berusia 12 hingga 14 tahun ini. Khusus kolom profil, tim Mading melakukan sendiri wawancara dengan anak-anak berprestasi untuk ditampilkan di Mading setiap bulannya. Semuanya mengerjakan dengan penuh semangat, bahkan membangkitkan kepercayaan diri mereka. Indra, 12 tahun, misalnya mengatakan “ saya pertama takut, takut ditertawakan. Tapi begitu teman-teman tahu saya jadi wartawan cilik untuk Mading Sophia, mereka bilang saya keren sekali. Banyak teman-teman yang penasaran untuk baca Mading yang kami buat” Indra meneruskan sambil tertawa “Sekarang, saya merasa keren”
Tema majalah dinding dipilih dan ditentukan oleh anak-anak yang masih duduk di bangku SD dan SMP ini, begitu juga isi masing-masing kolom yang disesuaikan tema. Tidak ada yang sulit, sebaliknya setiap kesulitan dirasakan sebagai tantangan. Seperti kata Buyung, 14 tahun, “saya sejak dulu tahu bikin origami bunga, tapi di majalah dinding tidak hanya satu bunga tapi saya tertantang bikin taman bunga di sekolah dari origami, lengkap dengan kupu-kupu dan lebah kecil”. Apakah sulit? Buyung menjawab percaya diri “semakin sulit, semakin senang, jadi saya makin semangat untuk pecahkan masalahnya”. Hal ini membuat anak-anak di Perpustakaan Sophia semakin giat untuk menemukan hal baru yang akan mereka tampilkan dalam majalah dinding setiap bulannya. Vonny, 14 tahun, bahkan menjadikan kegiatannya di Mading Sophia menjadi bahan diskusi di keluarganya, dan membuat keluarganya bangga karena aktivitasnya.
Tidak setiap hari anak-anak di wilayah pasca konflik Poso punya kesempatan untuk mengekspresikan diri. Kesibukan orang tua sehingga cenderung mengabaikan pendampingan terhadap mereka, serta terbatasnya fasilitas untuk bermain dan berkreativitas bagi anak-anak menjadikan majalah dinding Sophia menjadi salah satu media ekspresi favorit bagi anak-anak. Selain media mengekspresikan diri, majalah dinding Sophia juga menjadi ruang bagi anak-anak untuk membangun kepercayaan diri. Bahkan melalui majalah dinding, mereka bisa membangun komunikasi antara lain dengan terlibat langsung mengisi salah satu kolom, atau meminta agar tim bisa mengajari mereka membuat origami terbaru yang dipasang di mading. Tidak jarang, beberapa anak datang untuk bertanya bagaimana untuk bisa terlibat mengisi majalah dinding. Sementara sebagian diantara mereka seru berceloteh tentang hal-hal menarik dan baru yang mereka ketahui dari kolom pengetahuan.
Karena itu, anak-anak yang tergabung di majalah dinding Sophia mengatakan “ membaca itu bikin kami tahu banyak, tapi menulis apa yang kami tahu dan baca itu keren sekali”. Sekarang, menjadi keren itu tidak perlu memiliki berbagai peralatan canggih atau menjadi terkenal di sekolah tapi dengan beraktivitas di majalah dinding Sophia. Disini, anak-anak bisa bebas berkreasi, berkreativitas sekaligus bergembira sambil memupuk cita-cita mereka untuk kehidupan yang lebih baik.
Bagi anak-anak di Perpustakaan Sophia, membaca itu seperti kebutuhan untuk makan dan minum. Setidaknya hal itu dirasakan oleh Buyung, Nanda, Vonny dan Indra. Kata Ivon “kalau membaca, saya merasa lebih kaya karena lebih banyak tahu” . Ketersediaan berbagai jenis buku anak-anak di Perpustakaan Sophia menolong mereka untuk menjadi lebih kaya pengetahuan. Sementara itu, bagi Buyung berada sehari-hari di Perpustakaan Sophia membuatnya semakin kaya untuk mengembangkan hobinya yaitu origami.
Tidak hanya membaca. Dari mulai rajin membaca, anak-anak di Perpustakaan Sophia mulai merasa membutuhkan media mengekspresikan pengetahuan dan pengalaman baru yang mereka alami. Dimulai dari menuliskan pendapat mereka tentang buku yang baru dibaca, hingga surat-surat kreatif ungkapan terimakasih yang dikirimkan kepada para donator Perpustakaan Sophia. Hobi baru mereka untuk mengekspresikan diri melalui tulisan inilah yang kemudian melahirkan ide tentang majalah dinding.
Kabar gembira mengenai majalah dinding Perpustakaan Sophia kemudian tersebar ke anak-anak lainnya yang menyambutnya antusias. Difasilitasi oleh Kak Lian Gogali, pendiri Project Sophia, mereka membentuk tim dan belajar mengorganisir ide-ide mereka untuk dituangkan dalam majalah dinding.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk mewujudkannya. Meskipun beberapakali bongkar pasang tim Mading, akhirnya tim yang terdiri dari Nanda, Buyung, Vonny, Indra dan Putri segera menuangkan gagasan kreatif mereka dalam berbagai bentuk. Terdapat enam kolom yang dikembangkan anak-anak Project Sophia yaitu kolom Profil, Puisi, Gambar/lukisan, Cerita Pendek, Origami dan Pengetahuan Kita.
Semua isi kolom tanpa terkecuali ditulis oleh anak-anak yang masih berusia 12 hingga 14 tahun ini. Khusus kolom profil, tim Mading melakukan sendiri wawancara dengan anak-anak berprestasi untuk ditampilkan di Mading setiap bulannya. Semuanya mengerjakan dengan penuh semangat, bahkan membangkitkan kepercayaan diri mereka. Indra, 12 tahun, misalnya mengatakan “ saya pertama takut, takut ditertawakan. Tapi begitu teman-teman tahu saya jadi wartawan cilik untuk Mading Sophia, mereka bilang saya keren sekali. Banyak teman-teman yang penasaran untuk baca Mading yang kami buat” Indra meneruskan sambil tertawa “Sekarang, saya merasa keren”
Tema majalah dinding dipilih dan ditentukan oleh anak-anak yang masih duduk di bangku SD dan SMP ini, begitu juga isi masing-masing kolom yang disesuaikan tema. Tidak ada yang sulit, sebaliknya setiap kesulitan dirasakan sebagai tantangan. Seperti kata Buyung “saya sejak dulu tahu bikin origami bunga, tapi di majalah dinding tidak hanya satu bunga tapi saya tertantang bikin taman bunga di sekolah dari origami, lengkap dengan kupu-kupu dan lebah kecil”. Apakah sulit? Buyung menjawab percaya diri “semakin sulit, semakin senang, jadi saya makin semangat untuk pecahkan masalahnya”
Tidak setiap hari anak-anak di wilayah pasca konflik Poso punya kesempatan untuk mengekspresikan diri. Kesibukan orang tua sehingga cenderung mengabaikan pendampingan terhadap mereka, serta terbatasnya fasilitas untuk bermain dan berkreativitas bagi anak-anak menjadikan majalah dinding Sophia menjadi salah satu media ekspresi favorit bagi anak-anak. Selain media mengekspresikan diri, majalah dinding Sophia juga menjadi ruang bagi anak-anak untuk membangun kepercayaan diri. Bahkan melalui majalah dinding, mereka bisa membangun komunikasi antara lain dengan terlibat langsung mengisi salah satu kolom, atau meminta agar tim bisa mengajari mereka membuat origami terbaru yang dipasang di mading.
Karena itu, anak-anak yang tergabung di majalah dinding Sophia mengatakan “ membaca itu bikin kami tahu banyak, tapi menulis apa yang kami tahu dan baca itu keren sekali”