Pers Release: Jaga Damai Di Tana Sintuwu Maroso

0
1921

Berbagai peristiwa kekerasan masih terus terjadi di Kabupaten Poso. Hal ini menunjukkan lemahnya perlindungan aparat keamanan terhadap warga, dan tidak dipertimbangkannya rasa aman warga dalam mekanisme operasi keamanan. Tercatat dalam tiga bulan terakhir, yakni November, Desember 2014 dan Januari 2015 terjadi penculikan, pembunuhan, penembakan, hingga mutilasi terhadap warga  Poso.

Pada tanggal 15 November, Muhamad Fadli, warga Desa Taunca Poso Pesisir Selatan dibunuh di depan keluarganya. Muhamad Fadli adalah salah seorang petani yang sempat ditahan paska terjadinya baku tembak antara Brimob dan kelompok sipil bersenjata, namun kemudian dilepaskan karena tidak terbukti memiliki kaitan dengan kelompok sipil bersenjata. Tanggal 10 Desember 2014, 2 orang warga Desa Sedoa (Obet dan Papa Stacy) diculik kelompok bersenjata, hingga sekarang belum ditemukan. Tanggal 27 Desember 2014, tiga  warga Desa Tamadue disandera oleh kelompok sipil bersenjata. Salah satu korban, Gara Taudu kemudian ditembak, sementara  Viktor Tolaba dilepaskan dengan alasan mencari beras untuk kelompok penyandera dan Harun Tobimbi masih belum ditemukan hingga saat ini. Tanggal 15 Januari 2015, tiga warga Desa Tangkura, Poso Pesisir ditemukan tewas ditembak dan dimutilasi.  Tommy Alipa (Semester IV Fakultas Pertanian Universitas Sintuwu Maroso) ditembak di depan ibu dan kakak perempuannya, Herry Tobio dan Aditiyah Tetembu ditemukan tewas dimutilasi.

Himbauan pihak kepolisian kepada warga petani di Poso untuk tidak melakukan aktivitas di kebun terasa janggal dan sekaligus menunjukkan tidak adanya jaminan keamanan kepada warga Poso. Hal ini bukan saja mengganggu kehidupan perekonomian warga, namun juga mengancam  proses perdamaian yang telah dibangun dengan susah payah oleh warga Poso.

Baca Juga :  Menjadi Pemimpin Perempuan di Lembah Lebanu PosoBecoming Women Leader

Merespon  hal tersebut  Institut Mosintuwu bersama-sama dengan individu dan kelompok masyarakat akar rumput  di Kabupaten Poso, menyatakan:

1. Mengutuk semua bentuk kekerasan yang terjadi di Poso dan tidak membenarkan semua bentuk kekerasan termasuk atas nama agama

2. Mendesak agar operasi pemulihan keamanan pertama-tama dan terutama harus memperhatikan dan menjamin rasa aman terhadap warga Poso

3. Mendorong agar berbagai kebijakan keamanan tidak menghasilkan bentuk teror baru kepada masyarakat, dengan menjamin adanya perlindungan terhadap aktivitas warga sehari-hari.

4. Mengajak semua pihak (termasuk media massa) untuk menjaga proses perdamaian yang telah terbangun di dalam masyarakat dengan:

a. Tidak mengeluarkan, memuat pernyataan termasuk mengedarkan gambar-gambar yang memprovokasi warga
b. Terus menerus membangun komunikasi antar warga dan antar komunitas sehingga terjaga saling percaya dan terbangun rasa kekeluargaan
c. Menyebarkan informasi yang benar dan tepat yang tidak memprovokasi antar pihak, termasuk memeriksa setiap informasi yang diterima agar informasi yang diteruskan tidak menjadi bentuk teror yang baru.

Kami percaya bahwa perdamaian sejati pertama-tama muncul oleh karena kekuatan masyarakat. Dan karena itu, kami bersama dengan seluruh masyarakat akar rumput Poso terus dan tetap memperjuangkan perdamaian sejati di tana Poso. Maka seruan perdamaian  ini adalah bagian dari seruan bersama masyarakat Poso yang bukan hanya peduli Poso damai tetapi juga keadilan bagi orang Poso.

Poso, 17 Januari 2014

PERS  RELEASE

KEEPING PEACE in the LAND of SINTUWU MAROSO

A number of violence still happen in Poso. This shows how weak the protection by security forces to the people, and how the feeling of safety is unconsiderable when it comes to security operation. We noted that within the last three months – November, December 2014 and January 2015, kidnapping, murder, shooting, and mutilation/beheading happened to the people of Poso.

Baca Juga :  Perempuan Desa MenulisWomen's Writing

On November 15, 2014, Muhamad Fadli, a resident of Taunca Village in Poso Pesisir Selatan was murdered in front of his family. Muhamad Fadli was a farmer who was detained after the shooting between the mobile brigade and armed civilians, but then was released due to no evidence that he’s related to armed civilians. On December 10, 2014, two residents of Sedoa Village, Obet and Papa Stacy, were kidnapped by armed groups, and have not been found until now. One of victims, Gara Taudu, was shot, whilst Viktor Tolaba was released under a reason to look for rice for the kidnappers, and Harun Tobimbi has not been found until today. On January 15, 2015, three residents of Tangkura Village, Poso Pesisir, was found dead – shot and mutilated. Tommy Alipa, a 4th semester of agriculture student at Sintuwu Maroso University, was shot in front of his mother and sister, whilst Herry Tobio and Aditiyah Tetembu was found dead and beheaded.

Police admonition to farmers in Poso to not do their activities in rice field and farm is awkward as well as affirmed that there is no safety guarantee for the Poso people. This not only interfere economic life of the people but also threaten peace and recovery process that has been built for so long by the people of Poso.

Baca Juga :  Lambat, Mati Kita : Perempuan yang Melawan Corona

In response to that, together with individuals and grassroots communities of the Poso region, Mosintuwu Institute declared:

1. We condemn all forms of violence in Poso, and do not justify all and any form of violence, including those in the name of religion.

2. We urge to restore security operation, first and foremost, to prioritize and ensure the safety of the residents of Poso.

3. We encourage a variety of security policies to not generate new forms of terror to the community, by guaranteeing the protection to the everyday activities of the people.

4. We call upon all parties to maintain the peace process that has been awakened in the community by:

a. Not issuing statement, including circulating images that provoke the people.

b. Continuing to build communication between residents and communities and maintaining mutual trust and awaken a sense of kinship.

c. Spreading only truths and precise information that does not provoke inter-party.

We deeply believe that peace is firstly built by the power of people. Therefore the voice of peace is an integral part of the voice of the people of Poso that not only care for peace of Poso but also for justice to the people of Poso.

Poso, January 17, 2015

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda