Sekolah Desa The Village School

0
1716

Siapa yang paling tahu tentang desa selain warga desa. Lalu, jika ditelusuri lebih lanjut, siapa yang sebenarnya tinggal di desa, perempuan adalah jawabannya. Sayangnya pengetahuan seringkali tidak menjadi milik orang desa , apalagi perempuan. Perencanaan pembangunan sangat sering bersifat perintah dari atas atau oleh mereka yang dianggap ahli tentang desa karena posisi, jabatan atau karena gelar kependidikannya. Nyatanya, warga desa yang paling mengetahui berapa lobang di jalan raya mereka, bagaimana sistem irigasi persawahan, berapa anak yang tidak sekolah, bagaimana kondisi ibu hamil, siapa yang mengalami gizi buruk dan sebagainya. Meskipun ada pendataan yang biasa dilakukan oleh dinas-dinas dalam pemerintahan namun tidak dapat mewakili dinamika sosial yang terjadi di dalam desa.

Akses informasi, pengetahuan dan ketrampilan menjadi tantangan agar pengalaman dan pengetahuan sebagai warga desa bisa menjadi kekuatan bagi desa untuk berdaulat. Di satu pihak pengalaman warga desa menjadi pengetahuan baru yang bisa menjadi kekayaan dalam menjadikan desa berdaulat atas tanah, udara dan airnya.

Baca Juga :  Kopi Poso di Festival Kopi : Bukan Sekedar Rasa Kopi

Kesadaran ini telah mendorong Institut Mosintuwu sejak bulan September 2014 melakukan serangkaian kegiatan bersama dengan warga desa, khususnya perempuan desa membicarakan tentang desa dengan menggunakan UU Desa. Keingintahuan bersamaan dengan kemauan kuat agar warga desa menentukan kehidupan mereka di dalam desa yang adil dan setara, Sekolah Desa menjadi pilihan selanjutnya. INFEST, sebuah organisasi yang bergerak pada isu desa bekerjasama dengan Institut Mosintuwu mengadopsi proses di sekolah perempuan mosintuwu sebagai mekanisme belajar bersama di dalam desa tentang desa. Sekolah desa diharapkan dapat memperkuat posisi masyarakat dan pemerintahan desa dalam pembangunan. Layanan ini bertujuan untuk membangun kapasitas yang memadai di kalangan pemerintah dan warga desa dalam pengelolaan, perencanaan dan evaluasi pembangunan.

Harapan besar agar desa bisa mandiri dan menunjukkan kemajuan yang lebih berarti disampaikan oleh perwakilan pemerintah dan anggota DPRD yang membuka kegiatan. Terdapat mimpi bersama agar Kabupaten Poso bisa menjadi contoh pengembangan desa yang adil dan setara. “Kita ini kaya, tapi kenapa kita bisa miskin? Itu karena kita tidak tahu bagaimana kelola desa” Kata ibu Rustomini dari Desa Trimulya. “Kita tidak miskin tapi kita miskin karena kita tidak tahu” Jelas ibu Jean dari Desa Tiu. Celutukan ini bukan cermin keputusasaan tapi kemauan kuat untuk berdaulat atas desa. Alimah Fauzan, Program Koordinator dari INFEST memulai pembukaan sekolah perempuan dengan menjelaskan tahapan bersama belajar tentang desa di sekolah desa. Hal ini didukung oleh penjelasan dari Farid Hadi, tentang pentingnya kerjasama antara warga desa dan pemerintah desa untuk mengembalikan kedaulatan desa atas perencanaan dan penganggaran pembangunan di desa.

Baca Juga :  Rekomendasi Kongres Perempuan : Perempuan dalam Adat dan Budaya

Desa Dulumai, Desa Didiri dan Desa Trimulya adalah tiga desa yang menjadi tempat belajar dengan harapan dapat menyebarkan virus kesadaran kedaulatan ke desa-desa lainnya. Gender menjadi isu penting yang mendasari sekolah desa dengan harapan desa melahirkan kebijakan yang adil gender dan inklusi sosial. Desa menulis menjadi topik penting untuk mendasarkan filososi dasar sebuah desa dalam menulis. Dalam topik Desa Menulis, warga desa menelusuri sejarah desa untuk memahami sekaligus membangun kembali imajinasi mereka tentang desa yang diimpikan. Penulisan sejarah desa diikuti materi tentang peta sosial desa yang mengajak warga desa belajar memetakan kehidupan sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan di dalam desa. Pemetaan sosial ini menjadi langkah maju dan baru dalam merencanakan pembangunan termasuk merencanakan penganggaran pembangunan yang menjadi topik berikutnya.

“Maju, bersuara dan  bergerak untuk pembangunan desa” jadi nyanyian bersama para perempuan di desa yang sejak bulan April 2015 bergabung bersama dalam sekolah desa. Sekolah desa baru dimulai, tetapi semangat untuk membangun desa terasa sangat lekat.

Baca Juga :  Pasar Desa : Ruang Kedaulatan Perempuan dan Tanah

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda