“Kita hidup di desa, kitalah yang berhak dan wajib untuk memastikan desa terbangun untuk kesejahteraan” Seru ibu Fin dari Desa Peura, Pamona Puselembah. Seruan ibu disambut pekikan semangat dari 350 perempuan lainnya “ Perempuan desa, maju bersuara, bergerak untuk perdamaian dan keadilan”
Semangat ini yang dilanjutkan dengan konsep berkarya, peduli dan berbagi tidak merugikanmu. Kalimat ini menjadi kekuatan para perempuan lulusan sekolah perempuan memilih meneruskan pengetahuan dan ketrampilan yang mereka terima di sekolah perempuan menjadi milik masyarakat. “Perjuangan kita tidak berhenti hanya karena kita sudah menyelesaikan satu tahun sekolah, sebaliknya perjuangan yang sesungguhnya dimulai sekarang” Lian Gogali, pendiri sekolah perempuan menegaskan semangat bersama 350 anggota sekolah perempuan, sore hari di tanggal 6 November 2015.
Meneruskan semangat tersebut, lulusan Sekolah Perempuan akan tergabung dalam tim perempuan pembaharu desa. Perempuan pembaharu desa adalah semangat partisipasi anggota sekolah perempuan untuk ikut dalam desa membangun. Sebagai langkah awal, lulusan anggota sekolah perempuan bergabung dalam salam satu dari tujuh tim perempuan pembaharu desa. Ketujuh tim tersebut adalah Tim Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak, Tim Desa Membangun, tim layanan masyarakat, tim usaha desa, tim kreasi anak, tim rumah sampah dan tim reportase.
Mereka yang bergabung di tim rumah perlindungan perempuan dan anak, secara aktif melakukan kampanye dan advokasi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ; mereka yang bergabung dalam tim ini akan memastikan bahwa desa-desa akan bebas dari kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan membantu mengadvokasi jika terjadi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Terlalu banyak orang yang diam meskipun kekerasan terjadi di sekitarnya, bahkan terjadi pada dirinya sendiri. Saya ingin memastikan mereka bukan cuma bisa bicara tapi juga ada yang bisa dampingi, dan dapatkan keadilannya. Saya ingin saya adalah orang itu” ujar ibu Dina dari Desa Saojo.
“Perempuan yang paling banyak di desa, hidup di desa, tapi seringkali tidak dianggap penting untuk terlibat dalam proses membangun desa. Saya ingin terlibat langsung mendorong pengakuan perempuan terlibat di desa” tegas ibu Helmin dari Desa Bewa, Lore Selatan yang bergabung di tim desa membangun. Ya, anggota sekolah perempuan yang bergabung dalam tim desa membangun melakukan aktivitas berpolitik di dalam desa dengan memastikan adanya keikutsertaan perempuan dalam semua posisi pengambilan keputusan di struktur pemerintahan desa; dan memastikan kelompok perempuan aktif dilibatkan dan terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan desa. Mendorong peraturan daerah tentang partisipasi perempuan dalam pembangunan desa adalah salah satu bentuk aktivitas tim ini.
Pengalaman perempuan terhadap sering diabaikannya hak layanan masyarakat dalam desa menjadi salah satu motivasi anggota sekolah perempuan yang bergabung di tim layanan masyarakat melakukan kampanye dan advokasi pemenuhan hak layanan masyarakat yaitu pendidikan dan kesehatan. Tujuannya agar masyarakat miskin dan marginal di dalam desanya mengenal dan memahami hak-nya terutama mendapatkan pelayanan publik yang seharusnya dan yang disediakan. Seperti yang dikatakan ibu Erni Wonti dari Desa Masani, Poso Pesisir “Yang kaya punya akses layanan, beda dengan yang miskin. Apalagi orang miskin seringkali tidak tahu. Saya ingin menjadi orang yang memperjuangkan hak mereka”
Anak-anak adalah pihak yang tidak bisa diabaikan dalam pembangunan. Mereka masa depan sebuah generasi. Itu menyemangati ibu-ibu sekolah perempuan yang bergabung di tim kreasi anak seperti ibu Telma dari Desa Didiri, Pamona Timur. Kata ibu Thelma “ banyak anak yang diabaikan dalam pembangunan, padahal mereka yang nantinya akan meneruskan masa depan desa “ Mereka yang bergabung dalam tim ini melakukan kampanye dan pendampingan anak-anak di dalam desa untuk memastikan anak-anak di dalam desa berkembang kreatif , memiliki ruang kreativitas dan aktivitas yang layak termasuk akses pada pendidikan, dan kesehatan, bekerjasama dengan Project Sophia.
“ Siapa yang tidak pernah bikin sampah? Kita semua bikin sampah. Itu merusak alam kita. Setelah tahu ada bank sampah di Mosintuwu, saya ingin menjadi bagian dari orang yang memastikan desa saya bersih, dan menggunakan sampah sebagai bahan kreatif” kata ibu Asna Suro dari Desa Ratoumbu, Lage. Seperti ibu Asna, anggota sekolah perempuan yang bergabung dalam tim ini akan bekerjasama dengan pemerintah desa untuk membuat peraturan desa tentang sampah dan pengelolaannya termasuk menjalankannya, juga mengelola sampah menjadi produk kreatif bekerjasama dengan bank Mosintuwu.
Pengangguran di desa tidaklah sedikit dibandingkan di kota. Padahal desa memiliki sumber daya alam yang sangat kaya. UU Desa memberikan kesempatan pada desa untuk bisa mengelola dana desa. “Saya ingin desa bisa menciptakan lapangan pekerjaan, dan saya mau memulai itu melalui badan usaha milik desa yang saya pelajari di sekolah perempuan” ujar ibu Yuspina dari Desa Tabarano. Banyak perempuan yang memilih menjadi bagian dari tim usaha desa agar dapat mengembangkan potensi-potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia di dalam desa. Mereka akan bekerjasama dengan pemerintah desa untuk mengembangkan Badan Usaha Milik Desa
Desa adalah subyek kehidupan yang jauh dari media. Padalah banyak cerita dari desa yang menarik, penting dan mempengaruhi dinamika kehidupan khususnya perempuan. Itu menjadi alasan ibu Irianisar dari Desa Bancea untuk bergabung dalam tim reportase. Bergabung di tim ini, anggota sekolah perempuan berharap dapat memberikan informasi yang tepat dan benar serta berkualitas kepada masyarakat tentang peristiwa ekonomi, sosial, budaya dan politik di dalam desa dan antar desa melalui tulisan dan reportase radio. Tim ini akan bekerjasama dengan Program Radio dan Bank Mosintuwu.
“Menjadi pemimpin bukan soal jabatan, menjadi pemimpin adalah berkarya, peduli dan membagikannya pada masyarakat” Lian Gogali menguatkan komitment anggota sekolah perempuan “ mari memimpin pembaharuan desa”