Nadi Berdetak, Desa Poso Kelola Hasil Bumi

0
1914

“ Seluruh sumber daya ekonomi desa dikelola dengan pengetahuan dan tradisi lokal dan menjelma menjadi aneka produksi yang menggugah. Nadi berdetak”  Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Prof. Ahmad Erani menyampaikan rasa takjub dan sekaligus harapan yang besar pada masyarakat desa di Poso setelah mengikuti pembukaan Festival Hasil Bumi Poso di Tentena. Hal ini disampaikan Ahmad Erani dalam serangkaian tweet-nya di twitter dengan akun @ahmaderani.

Selengkapnya Dirjen PPMD menyatakan :

–       Seharian bergabung dalam kegiatan Festival Hasil Bumi Poso di Tentena. Kaum perempuan amat berdaya dalam membangun kedaulatan ekonomi. Dahsyat

–       Seluruh sumber daya ekonomi desa dikelola dengan pengetahuan dan tradisi lokal dan menjelma menjadi aneka produksi yang menggugah. Nadi berdetak

–       Mereka merayakan kedaulatan pangan bukan semata keuntungan usaha, tapi satu paket dengan lingkar budaya desa yang menghargai tradisi lokal. Takjub

–       Institut Mosintuwu ( kebersamaan, persaudaraan ) menggerakkan Sekolah Perempuan di 70 desa di Poso. Pengetahuan mereka melimpah dan terus mengalir

Baca Juga :  Hello Books : Buku dan Bahasa Inggris untuk Anak

–       Lian Gogali, Direktur Institut Mosintuwu telah membuktikan darmanya dan memberi pesan terang; desa laik menjadi rumah mimpi dan harapan

Tercatat tweet dibuat pada tanggal 3 November 2016 malam hari. Kehadiran Ahmad Erani dalam Festival Hasil Bumi ini memberikan semangat dan menambah energi pada masyarakat desa untuk mewujudkan peta mimpi desa mereka untuk kedaulatan masyarakat. Festival  Hasil Bumi diselenggarakan oleh Institut Mosintuwu didukung oleh Forum Desa diinspirasi dari proses kelas sekolah perempuan Mosintuwu khususnya modul Perempuan dan Politik serta Ekonomi Solidaritas dan modul Hak EKOSOB SIPOL.

Bekerja, Mewujudkan Mimpi Paska Festival  

Lalu apa setelah festival? “ Festival ini bukan tujuan” kata Lian Gogali, direktur Institut Mosintuwu dalam catatannya yang disampaikan di pembukaan Festival Hasil Bumi Poso. “Festival ini adalah proklamasi atas sebuah sikap untuk memberikan kesempatan pada masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam merencanakan, melaksanakan dan mengawasi proses pembangunan yang ada dalam desanya. Juga, sebuah seruan untuk menguatkan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada dalam desa untuk membangun dan mengembang desanya untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan” Lanjutnya.

Baca Juga :  Menolak Budaya Kekerasan Terhadap Perempuan

Festival Hasil Bumi yang dilaksanakan tanggal 3 – 4 November 2016, berhasil mengumpulkan 20 desa dari Kabupaten Poso dan dua desa dari Kabupaten Morowali. Galeri hasil bumi yang dibawa langsung dari desa-desa, ramai dikunjungi. Olahan makanan dan aksesori yang dibuat berhasil menarik minat para pengunjung. Kegiatan ekspresi seni seperti menggambar, fotografi dan duta bumi Poso diikuti dengan antusias oleh para peserta. Parade hasil bumi memberikan kesan yang mendalam bagi banyak orang “Ini membangkitkan percaya diri kami di desa bahwa kami mampu dan bisa untuk membangun desa kami sendiri dari alam dan ketrampilan yang orang desa punya” ungkap ibu Laurens, anggota sekolah perempuan dari Desa Kilo.

Jika biasanya festival selesai pada hari penutupan, festival hasil bumi memiliki agenda keberlanjutan. Pada hari terakhir penyelenggaraan festival, para peserta berkumpul bersama berdiskusi untuk memastikan olahan hasil bumi mereka bisa berkelanjutan. Difasilitasi oleh Lian Gogali, direktur Mosintuwu dan Martince Baleona, koordinator Pengorganisasian Desa, diskusi berlangsung di lokasi festival dengan melibatkan peserta dan pengunjung festival.

Baca Juga :  Desa di Era Covid-19

Mimpi besar tentang lahirnya produk usaha desa yang berkualitas ; tentang produk yang mampu bersaing dengan produk pabrik; tentang pemasaran yang menjangkau kebutuhan lokal dan nasional. Didiskusikan pula langkah-langkah setiap desa dapat mengorganisir masyarakatnya untuk bekerjasama menciptakan, mengelola dan membuat produk usaha desa. Pada bagian akhir diskusi, disepakati untuk mengembangkan pola di sekolah perempuan menjadi bagian dari pendidikan kritis dalam masyarakat desa. “ Bersama-sama kami punya mimpi besar tentang desa membangun untuk kedaulatan masyarakatnya” pungkas Martince.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda