Menangkal Siar Kebencian, Menabur Perdamaian di Poso

0
2407

Pernah beredar sebuah pernyataan, bahwa untuk membuat Poso kembali berkonflik cukup Rp. 1.000. Seribu rupiah. Menurut pernyataan ini, tidak perlu dana besar atau proses mengorganisir yang panjang untuk membuat orang-orang di Poso saling membunuh. Masih menurut pernyataan ini, cukup mengirimkan sms ke komunitas agama tentang sebuah isu, dan mengirimkan sms yang sebaliknya pada komunitas agama yang lain. Dengan segera orang-orang akan memobilisasi diri untuk saling menyerang. Asumsi ini bukan tanpa alasan. Konflik kekerasan di Poso pada tahun 1998 ,tahun 2000, juga peristiwa tahun 2002 sudah membuktikan mudahnya sebuah isu atau rumor menjadi pangkal konflik dan meluasnya kekerasan.

Fenomena siar kebencian di Kabupaten Poso masih sering ditemui, termasuk dalam forum resmi atau di ruang publik. Pengamatan tim Mosintuwu, selebaran yang memuat ajaran agama disertai siar kebencian masih bebas diedarkan di rumah ibadah, termasuk di wilayah kantor bupati. Demikian pula penyataan-pernyataan di media sosial, setiap harinya masih muncul. Sayangnya, berbagai bentuk siar kebencian ini belum ditangani sesuai dengan hukum yang berlaku, terutama belum dicegah sebarannya untuk mencegah dampaknya.

Siar kebencian yang membawa isu agama dianggap paling sensitif. Perbedaan pendapat atau perbedaan tafsir teologi dapat memecah belah komunitas dan mendorong perilaku diskriminatif hingga berujung pada berbagai bentuk kekerasan. Namun demikian, tidak semua hal dapat dikategorikan siar kebencian. Setiap orang mempunyai hak untuk menyampaikan pendapatnya dengan bebas, dan setiap orang berhak dengan berita yang benar. Setiap orang dapat menyatakan pikiran dan pendapatnya tentang agamanya atau agama orang lain. Dengan demikian, pembatasan-pembatasan tidak boleh mengurangi hak seseorang untuk mengekspresikan pendapat termasuk pengajaran dan pendapat keagamaan.

“Karena itu, perlu upaya yang tidak berhenti untuk mencegah dan menghentikan siar kebencian” ujar Lian Gogali, direktur Institut Mosintuwu. Mencegah dan menghentikan siar kebencian dalam konteks Poso, menurut Lian, bukan hanya soal mencegah konflik kekerasan berulang tapi terutama mengurai trauma dan kecurigaan yang ada dalam masyarakat paska konflik. “Dalam pandangan dan pengalaman Mosintuwu bersama dengan kelompok perempuan dan anak-anak, berbagai bentuk siar kebencian mungkin agak sulit untuk bisa memobilisasi massa saling menyerang. Ini karena pengalaman kekerasan masa lalu di Poso membuat masyarakat Poso lebih berefleksi untuk tidak mengulang. Tetapi, siar kebencian bisa mengentalkan trauma dan kecurigaan, serta prasangka yang akan melahirkan ketakutan dan berbagai bentuk diskriminasi dalam masyarakat “ demikian sambungnya.

Baca Juga :  Parade Kekayaan Alam di Festival Hasil Bumi Poso

Untuk membedakan perbedaan pendapat ( termasuk yang paling tajam sekalipun) yang dihargai dan dilindungi Undang-undang, dengan siar kebencian, secara terminologi siar kebencian adalah adanya pernyataan, tindakan atau sebuah isyarat, tulisan , dan pertunjukan, yang dapat mendorong kekerasan atau tindakan merugikan terhadap seorang individu atau kelompok yang dilindungi. “Kata kunci siar kebencian adalah adanya hasutan untuk melakukan tindak kekerasan “ jelas Lian.

Terdapat setidaknya tiga aturan perundang-undangan yang saat ini digunakan untuk menjerat pelaku siar kebencian. Diantaranya UU No 11 tahun 2008, tentang informasi dan transaksi elektronik ( Pasal 28. jo. Pasal 45 ayat 2 ); UU Nomor 40 tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis; UU Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial; juga ada Surat Edaran Kapolri SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian.

Tokoh agama penting berperan dalam menangkal siar kebencian

Training Tokoh Agama Poso, Menangkal Siar Kebencian

Berefleksi pada kenyataan perlunya upaya terus menerus menangkal siar kebencian, Institut Mosintuwu bekerjasama dengan Fahmina Institut dari Cirebon menyelenggarakan training tokoh agama dan talkshow radio dengan tema “menangkal siar kebencian”

Training dua hari, tanggal 22 – 23 Maret 2017, diikuti16 tokoh agama Islam dan Kristen. Training menghadirkan berbagai narasumber. Lian Gogali, direktur Institut Mosintuwu membahas ruang lingkup siar kebencian dan analisis sosial siar kebencian. Terdapat perdebatan yang cukup alot di antara para peserta saat membahas mengenai kategori sikap, tindakan, tulisan yang mengandung siar kebencian dan yang bukan siar kebencian. Sebagian peserta menganggap untuk menjaga keharmonisan, penting bagi setiap orang tidak membicarakan agama orang lain agar terhindar dari siar kebencian. Ustad Usman, berpendapat lain “agamamu, agamaku” katanya menegaskan bahwa setiap orang harus yakin bahwa agamanya yang paling benar. “Kata kunci dari siar kebencian adalah apakah ada hasutan” jelas Lian mengakhiri perdebatan. “Karena itu penting untuk melakukan analisis sosial atas sebuah pernyataan, sikap dan sesuatu yang ditampilkan sebelum meneruskannya kepada jemaah agar tidak menjadi siar kebencian” tambahnya.

Baca Juga :  “Boskuuh, Adakah…Brrrr….?” : Cerita Narkoba Menjangkau Desa

Pdt. Yuberlian Padele, rektor Sekolah Tinggi Teologia Tentena, dan Darwis Waru dari Gusdurian Poso hadir dalam training mendiskusikan tema politisasi agama dalam siar kebencian. Dalam pembahasannya, Yuberlian menegaskan sejarah dalam kekristenan yang tidak lepas dari politik. “Pengalaman dalam sejarah kekristenan adalah pelajaran untuk penting memisahkan antara agama dan politik” ujarnya. Sementara Darwis mengatakan “ politisasi agama sangat mungkin terjadi ketika ada modal didalamnya”.

Kehadiran Pdt. Gede, dosen STT Tentena, dan Ustad Amin dari DEPAG Poso melengkapi pembahasan mengenai peran tokoh agama dalam menangkal siar kebencian. Pdt Gede menjelaskan pentingnya melihat kembali secara kritis bahasa yang digunakan oleh para tokoh agama yang adalah panutan umat. Tokoh agama, menurut Pdt Gede dapat menjadi aktor pendamai tapi bisa juga menjadi aktor yang menyebarkan kebencian melalui kotbahnya. Ustad Amin menambahkan dengan menjelaskan sejarah dalam Islam dimana Nabi Muhamad SAW dapat menjadi contoh yanng menyebarkan agama dengan santun tanpa melukai atau mendiskriminasi kepercayaan lainnya.

Proses training tokoh agama diwarnai dengan beragam klarifikasi atas berbagai isu keagamaan dalam Islam dan Kristen. Klarifikasi yang merupakan bagian dari proses bongkar prasangka ini menunjukkan pentingnya komunikasi antar tokoh agama untuk saling mengerti sistem, teologi dari agama yang lain untuk dapat membangun pemahaman dan pengertian yang baik sehingga menghindarkan kesalahpahaman dan siar kebencian. Isu-isu mengenai jihad, terorisme, halal dan haram di agama Islam, atau isu Trinitas, biarawati, dan kristenisasi menjadi salah satu yang dibicarakan bersama.

Baca Juga :  Pasar Desa 04.00 : Narasi Pemberdayaan Mama-mama Poso

“Sangat senang bisa bergabung dalam training ini. Training ini bukan hanya membangun pemahaman tentang apa itu siar kebencian tapi terutama bisa mengenal agama lain dengan lebih baik” kata Pdt. Yulin. “Selama ini kami tidak mengetahui istilah-istilah yang ada dalam Kristen tapi kami harus menjelaskan pada umat. Baik sekali bisa ikut ini dan dapat informasinya jadi kami tidak salah paham lagi” sambung Ustad Ahmad.

Selain training tokoh agama, diadakan serangkaian talkshow khusus di radio mosintuwu yang membahas menangkal siar kebencian. Ustad Ibrahim, Budiman Maliki dosen STAI dan Ryanto Abdjul dari GP Ansor adalah sebagian dari narasumber yang hadir membahas persoalan dan strategi bersama menangkal siar kebencian. Selain itu Pdt. Lies Saino, Rektor UNKRIT dan teolog feminis yang dikenal dengan panggilan akrab Nenek Barth hadir di studio berbagi perspektif .

Beragam kegiatan ini diharapkan menjadi langkah awal untuk memastikan Poso menjadi kabupaten yang menyiarkan perdamaian, menangkal segala bentuk siar kebencian. “Merangkul dan bekerjasama dengan para tokoh agama menjadi langkah Mosintuwu untuk menguatkan gerakan perdamaian yang selama ini dikerjakan bersama dengan perempuan dan anak akar rumput “ jelas Lian, pendiri Mosintuwu.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda