Pameran Foto Bercerita : Perempuan Memimpin Perubahan

0
2189

“Sejarah adalah juga milik perempuan. Agar sejarah itu tidak hilang, lenyap, tidak dibicarakan dan agar mempengaruhi peradaban, perlu cara untuk mengingat dan menjaganya” Lian Gogali, direktur Institut Mosintuwu menegaskan aktivitas baru yang dikembangkan di Dodoha Mosintuwu, kantor Institut Mosintuwu.

Lorong dan ruangan rumah bambu Dodoha Mosintuwu sejak tanggal 21 April menjadi galeri spesial. 30 potret perempuan berjejer menghiasi ruang-ruang berdinding bambu. “Pameran Foto Bercerita” jelas Lian Gogali, direktur Institut Mosintuwu. “Ini adalah galeri pameran potret perempuan yang telah dan sedang melakukan gerakan perubahan dalam desa. Kami akan memasangnya sejak tanggal 21 April sampai tanggal 22 Desember 2017. Targetnya akan ada 100 potret perempuan di tahun ini. Kami akan akan menambah potret perempuan setiap bulannya”

Pameran Potret Perempuan, jelas Lian, diselenggarakan mengikuti perayaan Hari Kartini tanggal 21 April. Pameran ini merespon surat-surat Kartini yang pernah ditulis di tahun 1900-an.Surat-surat Kartini menggambarkan pentingnya perempuan mendapatkan akses pendidikan untuk bisa membentuk peradaban dan karakter masyarakat. Puluhan potret perempuan yang hadir dalam galeri pameran ini menjadi sebuah ruang yang mencatat sejarah perempuan yang telah dan sedang melakukan perubahan di dalam desa. “Pameran ini menggambarkan hasil dari pendidikan yang diberikan pada perempuan” ujar Lian “ Sekolah perempuan Mosintuwu ada untuk memberikan akses pengetahuan dan ketrampilan bagi perempuan untuk mengembangkan dan membangun dirinya dan masyarakat, membuat perubahan, memperjuangkan keadilan. Pameran foto ini mencatatkan bagaimana setiap anggota sekolah perempuan menggunakan pengetahuan dan ketrampilannya untuk sebuah perubahan dalam desa”

Baca Juga :  Festival Mosintuwu : Mengingat dan Merayakan Pengetahuan dan Alam Poso

Masih menurut Lian, galeri potret perempuan ini juga menunjukkan ide kepemimpinan dan partisipasi perempuan bukan omong kosong, tapi sebuah keniscayaan. Bahkan, tambah Lian, memimpin perubahan. Pameran ini mengisahkan kekuatan perempuan ditengah seluruh kesulitan dan berlapis kekerasan yang dialami, merekalah yang maju untuk memastikan warisan kehidupan bisa bersikap adil. Pameran ini menjadi salah satu cara untuk menunjukkan model kepemimpinan perempuan yang tidak berorientasi pada jabatan, tapi pada pengabdian perubahan kehidupan komunitas yang damai dan adil.

Menyadari bahwa kisah perempuan desa yang menggambarkan pentingnya pendidikan bagi perempuan dan kepemimpinan perempuan sangat banyak dan beragam di desa-desa, maka galeri pameran setiap bulannya akan ditambahkan 5 – 10 potret perempuan desa yang baru. Penambahan potret perempuan setiap bulannya memiliki makna bergerak dan bertumbuhnya gerakan perempuan di desa. Semakin bertumbuh dan semakin banyak. Pemilihan tanggal 21 April sebagai awal pameran, memberikan makna pada semangat Kartini yang dalam surat-suratnya menekankan pentingnya pendidikan bagi anak dan perempuan. Sementara itu, tanggal 22 Desember menutup pameran dengan semangat dan pemaknaan atas gerakan perempuan Indonesia yang pernah lahir dalam Kongres Perempuan Pertama tanggal 22 Desember 1928.

Baca Juga :  Etnobotani di Ritual Adat Suku Pamona : Jejak Tradisi Lama yang Menghormati Alam

Mengambil bentuk Pameran Foto Bercerita, potret perempuan dalam galeri ini disertai dengan cerita perubahan dan kisah inspiratif setiap perempuan. Setiap potret menggambarkan cerita setiap perempuan yang mentransformasi dirinya. Martince Baleona, anggota sekolah perempuan angkatan I yang menjadi aktor perdamaian serta pelobi kebijakan pemerintah daerah; Evi Tampakatu, anggota sekolah perempuan angkatan I yang menjadi ‘pengacara’ pembela korban kekerasan; Nengah Susilawasih, anggota sekolah perempuan angkatan II yang menjadi penyatu komunitas Islam Kristen dan Hindu; Helpin, anggota sekolah perempuan angkatan III yang mengadvokasi hak masyarakat atas tanah; Widya, seorang difabel anggota sekolah perempuan angkatan III yang mengadvokasi hak layanan masyarakat; Hadrah, anggota sekolah perempuan angkatan III yang mengorganisir perempuan di desanya termasuk difabel untuk membuka usaha desa. Para perempuan ini adalah sebagian dari potret perempuan yang hadir di galeri pameran foto bercerita.

Susan Gintoe, manajer Dodoha Mosintuwu yang mengatur galeri berharap agar pameran ini bukan hanya menguatkan kelompok perempuan di lingkungan sekolah perempuan Mosintuwu tetapi juga memberikan inspirasi pada masyarakat tentang kekuatan perempuan “ Selama ini Dodoha Mosintuwu banyak dikunjungi orang karena struktur bangunan bambu dan aktivitas di dalamnya. Kami berharap setiap pengunjung akan mendapatkan inspirasi dari Galeri Potret Perempuan bahwa perempuan punya kekuatan untuk membuat perubahan dalam desa. Selain itu memberikan semangat bagi perempuan lainnya termasuk anak-anak untuk bisa mengembangkan diri dan tidak takut membuat perubahan dalam masyarakat”

Baca Juga :  Merajut Damai di Gempa Poso

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda