Magnitudo, focus, epicenter, hypocenter, vulkanik, tektonik, skala richter, frekuensi, hipocentrum, dan seismograf adalah istilah-istilah yang sangat sulit dan jarang diketahui oleh masyarakat umum, apalagi anak-anak. Namun, pertemuan hari itu, Senin, 20 Juni 2017 di Desa Kawende membuat istilah yang terdengar asing menjadi permainan yang menyenangkan bagi anak-anak. Mereka belajar mengenal gempa.
Gempa berkekuatan 6.6 SR dengan kedalaman 10 km di bawah permukaan laut yang terjadi di wilayah Wuasa, Lore Utara, Kabupaten Poso menyisakan banyak cerita bagi warga di Kabupaten Poso. Kabupaten Poso diketahui berada dalam jalur gempa yang disebut Palu Koro. Tidak heran jika paska gempa terbesar dalam 20 tahun terakhir yang terjadi pada tanggal 29 Mei 2017, masih sering terjadi gempa susulan. Ini menyisakan banyak cerita yang berkembang dalam masyarakat. Beberapa dongeng dan mitos tentang gempa menjadi salah satu bahan cerita yang beredar, termasuk pada anak-anak. “ Masih sangat kurang informasi dan pengetahuan yang cukup tentang gempa pada masyarakat apalagi pada anak-anak” ungkap Dewi, salah satu tokoh masyarakat.
Hal ini mendorong pengurus Sekolah Minggu di wilayah Klasis Poso Pesisir Utara untuk menyelenggarakan aktivitas bersama anak-anak dengan memberikan informasi dan pengetahuan yang tepat tentang gempa. Hari Senin, 20 Juni 2017, bertempat di balai Desa Kawende, 250 anak-anak dari 7 desa yang ada di wilayah Kecamatan Poso Pesisir Utara berkumpul bersama-sama. Difasilitasi oleh aktivis kemanusiaan, Sisilia Bolilanga dan team Project Sophia dari Institut Mosintuwu, anak-anak belajar dan bermain untuk mengenal apa itu gempa.
Cerita dalam Kitab Suci tentang alam semesta, mengawali pemahaman anak-anak yang rata-rata berusia 5 – 12 tahun tersebut. Pdt. Dewi menutup cerita dengan menyampaikan “ Semua manusia di bumi berada di antara alam semesta. Menjaga dan mengenal alam, adalah salah satu cara kita untuk bersahabat dengan alam semesta” Lagu-lagu rohani berlirik alam semesta menguatkan pemahaman anak-anak yang hadir saat itu ditemani orang tua mereka masing-masing.
Simulasi Gempa bagi Anak
Sisilia Bolilanga dan Tim dari Project Sophia, mengajak anak-anak berkelompok sesuai istilah-istilah dalam gempa. Dengan menggunakan gerakan khusus yang khas pada masing-masing istilah, Sisilia memperkenalkan istilah-istilah dalam gempa. 10 kelompok anak berada di tengah-tengah lingkaran ratusan anak lainnya. Masing-masing kelompok memegang istilah dalam gempa untuk diperkenalkan. Wajah anak-anak yang penasaran tampak menyimak penjelasan Sisilia. Demikian pula para orang tua yang hadir saat itu.
Suasana berlangsung semakin seru ketika, Sisilia mengajarkan lagu gubahan “Hati-hati Gunakan Badanmu” menjadi lagu yang mengajarkan tentang gempa. Lagu yang biasanya dinyanyikan anak-anak tentang penggunaan anggota tubuh dengan tujuan baik ini digubah menjadi lagu dengan lirik
Hati-hati jika tanah bergerak (krek..krek..krek)
Hati-hati jika benda bergetar (grgrgr..grr..)
Awasi sekelilingmu, cepat selamatkan diri
Hati-hati itu tandanya gempa.
Anak-anak sangat antusias menggerakkan badan dan mengikuti nada lagu. Wajah-wajah penuh keceriaan nampak di lapangan Desa Kawende. Orang tua yang hadir tidak ketinggalan mengikuti nada lagunya . “Mau ajarkan juga sama anak-anak di sekolah” ujar salah seorang ibu. Sisilia meneruskan dengan mengajarkan lagu gubahan kedua yaitu Satu Dua Tiga Sayang Keluarga, lagu tersebut digubah menjadi
“Satu,satu, tidak boleh panik
Dua,dua cari tempat aman
Tiga,tiga, lindungi kepala
Satu,dua,tiga, tas siaga gempa
“ Adik-adik kalau ada getaran karena gempa bumi, selalu tenang dan cari tempat aman ya” seru Sisilia. “ Jika sulit keluar dalam gedung atau rumah, ingat untuk cari meja yang kuat, masuk di bawah meja dan pegang kuat di kedua kaki meja. Cici, koordinator Project Sophia Institut Mosintuwu sigap membantu memperagakan hal-hal yang harus dilakukan saat gempa. Bermodalkan meja, Sisilia masuk di bawah meja, sebagai tanda perlindungan.
Simulasi gempa dilakukan penuh semangat oleh anak-anak membuat lapangan Desa Kawende berubah menjadi pertunjukan teater anak-anak. Para orang tua tidak ketinggalan ikut memberikan semangat.
“Sekarang meskipun gempa, dan memang akan ada lagi gempa kita tidak lagi terlalu kuatir tapi segera mengikuti petunjuk yang diajarkan hari ini “ Cerita Yani, salah seorang tua yang ikut mengantar anaknya. Kartika, 10 tahun mengatakan “Saya sudah tau caranya. Di rumah ada meja besar, kalau tidak sempat keluar mau ke bawa meja. Tapi akan usahakan keluar rumah”
Kenyataan bahwa Kabupaten Poso berada di jalur gempa disadari bersama adalah sebuah gejala dan peristiwa alam, karena itu semua pihak termasuk anak-anak diajak untuk mengenal dan tahu dalam mengatasinya. Kepentingan untuk melanjutkan sosialisasi mengenai gempa pada anak-anak menjadi sebuah kewajiban yang dirasakan perlu oleh Tim Mosintuwu. “ Kami berencana untuk bisa melakukan sosialisasi tentang gempa pada lebih banyak anak, dengan demikian anak-anak bisa lebih mengenal dan bersahabat dengan anak” tutup Cici, koordinator Project Sophia