Malam itu, panggung bambu di lokasi festival hasil bumi yang bercahayakan lampu berwarna teduh menjadi hidup dengan suara lantang tentang kemakmuran desa “Saya percaya pada desa menjadi tempat kita membangun harapan. Desa adalah kekuatan untuk membangun kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Karena itu saya salut dan hormat pada para petani dan nelayan di desa yang masih terus berjuang mempertahankan tanahnya. Kita semua harus bersama dan bergerak dengan mereka” Demikian pernyataan Robi, vokalis band internasional Navicula memulai konser mini di Festival Hasil Bumi.
Menyanyikan 11 lagu dari album Navicula, Robi berhasil mengajak 800-an pengunjung festival yang mayoritas anak muda bersama para petani dan nelayan ikut bernyanyi bersama dan menikmati lagu-lagu berlirik kritis yang dibawakannya. Bermodalkan gitar dan berkolaborasi dengan band asal Tentena, Wayout Band, Robi menyanyikan Metamorfosa kata, Balada Kopi, Mafia Hukum, Busur Hujan, Percaya Kita Bisa, Bali tolak Reklamasi, Cinta dalam diam, Kartini, Kids, dan Rimba.
Aktif berkampanye Musisi kelahiran Palu, Sulawesi Tengah yang berdiam di Bali ini menyanyikan 11 lagu dari album Navicula dan 1 lagu daerah. Menyanyikan lagu Metamorfosa Kata, Bagi Robi, tindakan harus menyertai wacana tentang kedaulatan desa, karena itulah Robi mendukung Festival Hasil Bumi sebagai ruang bagi desa. Saat menyanyikan lagu Balada Kopi, Robi bercerita tentang kekuatan desa dengan pangan lokal yang harusnya menjadi modal membangun bangsa. “Menurut saya kita harus mengubah konsep kemakmuran, dari yang berorientasi kota dan modernisme, menjadi kembali ke desa kembali ke alam” Seruan Robi disambut tepuk tangan para pengunjung. Diminta menyanyikan lagu Busur Hujan, Robi kembali bercerita tentang Indonesia sebagai negara tropis yang kaya dengan hujan. Bahwa perlu untuk memastikan pohon-pohon dijaga sehingga sistem kehidupan terus berlangsung. Demikian pula saat menyanyikan lagu Rimba sebagai penutup konsernya. Robi dengan antusias disela-sela petikan gitarnya menceritakan kerinduannya mengapa Indonesia harus memastikan hutan terjaga.
Solidaritas terhadap desa-desa yang menghadapi keserakaan penguasaan sumber daya alam dilantunkan bersama oleh seluruh pengunjung saat Robi menyanyikan lagu Bali Tolak Reklamasi. Dukungan yang diberikan bagi desa-desa adat di Bali ini menggambarkan semangat desa-desa di Poso untuk bisa menjaga desa. Sesekali para pengunjung ikut berteriak bernyanyi, termasuk ketika Robi menyanyikan lagu Mafia Hukum “mafia hukum, hukum saja, karena hukum tak mengenal siapa” demikian para pengunjung bernyanyi berteriak keras.
Konser mini bertajuk “ kembali ke alam, merajut kedaulatan desa” ini berlangsung sangat bermakna bagi banyak pengunjung festival. “Kami termotivasi untuk bisa suarakan yang sama dengan gunakan talenta suara yang ada” cetus Leon, anggota Sintuwu Band yang juga menjadi band pembuka malam itu. Serombongan anak-anak muda pecinta alam menyampaikan komentar “Robi meyakinkan kami bahwa bicara soal desa harus lebih banyak suara dan tidak gengsi, bahwa itu keren loh” Seorang ibu petani dari Desa Tiu menyebutkan konser ini terbaik karena bisa membantu orang-orang di desa percaya diri “Kami sangat senang ada yang mewakili suara kami di bidang musik. Mungkin dengan begini, anak-anak muda kembali ke desa dan tidak malu menjadi petani”
Bukan hanya menyuarakan isu desa dan lingkungan, Robi juga aktif mengkampanyekan kembali musik-musik daerah. Meskipun hanya berlatih beberapa jam sebelum konser, Robi terlihat sangat bersemangat dalam kolaborasi bersama Wayout Band menyanyikan lagu Doni Dole. Lahir di Palu, Sulawesi Tengah, meskipun sekarang tinggal di Bali, Robi memiliki keterikatan dengan wilayah Sulawesi Tengah, termasuk Kabupaten Poso. Tahun 2016, Robi menjadi komposer musik film dokumenter “The Peace Agency”. Film The Peace Agency yang baru dilanching bulan Juli 2017, adalah film dokumenter perjalanan Sekolah Perempuan Mosintuwu yang dimulai oleh Lian Gogali. Dalam film dokumenter ini, Robi menggunakan musik-musik karambangan dari Pamona, Poso.
Mempersembahkan lagu “Kartini” bagi semua anggota Sekolah Perempuan, Robi mengingatkan pengunjung pentingnya gerakan perempuan menjadi bagian dari gerakan kembali ke desa.
“Robi Navicula dikenal selama ini aktif dalam menyuarakan isu sosial dan lingkungan hidup. Kami merasa Robi mewakili tema festival yang memang fokus pada pengelolaan sumber daya alam yang bijak di desa. Apalagi selain sebagai musisi, selama ini Robi juga mengidentifikasi dirinya sebagai petani, yang dekat dengan kehidupan desa”, kata Cici. Pada bulan Mei 2017, Robi menerima penghargaan Mongabay Indonesia Award karena komitmentnya menyuarakan kritik sosial dan lingkungan melalui musik. Dalam salah satu wawancara, Robi mengatakan, lingkungan adalah permasalahan semua orang “Lingkungan adalah kita,” ujar Robi. Oleh karena itu, Navicula menyuarakan keprihatinan tentang kondisi lingkungan melalui musik mereka.
Konser yang dilaksanakan dengan latar belakang panggung bambu yang didesain tukang bambu dari Institut Mosintuwu, menutup serangkaian kegiatan Festival Hasil Bumi. “Ayo kembali ke desa, selaraskan gerakan dengan alam kita!” seru Robi menutup konsernya.