Mama Papua dan Perempuan Poso Belajar Bersama di Hari Pendidikan

0
2222

“Luar biasa kekuatan perempuan di Poso membangun kampungnya, bahkan yang hanya sekolah di tingkat TK bisa melakukan sesuatu yang berguna untuk masyarakat” Mama Lea, salah satu calon fasilitator sekolah perempuan di Waropen menyampaikan kekagumannya. Ungkapan ini muncul dalam kunjungan ke empat desa pengembangan sekolah perempuan Mosintuwu. Keempat desa tersebut adalah Desa Salukaia, kecamatan Pamona Barat; Bancea, Pamona Selatan; Desa Tokorondo, kecamatan Poso Pesisir dan Desa Kilo, kecamatan Poso Pesisir Utara. Kunjungan dilakukan 27 mama-mama Papua , 5 diantaranya bapak-bapak dari Kabupaten Waropen dalam rangka belajar mengembangkan pengelolaan sekolah perempuan.

Berbagi pengetahuan dari pengalaman perempuan Poso ini dilakukan bertepatan dengan hari pendidikan nasional, 2 Mei 2018.

Di Desa Salukaia, mama-mama Papua belajar bagaimana proses membangun pasar organik yang pertama kali ada di Kabupaten Poso. Di Desa Bancea, mama-mama papua akan belajar bersama tentang pengorganisasian dan kepemimpinan perempuan mengelola desa, terlibat dalam pemerintahan. Termasuk mereka akan belajar bersama tentang bagaimana sejarah dan inisiatif membangun usaha desa khususnya kopi kojo. Di Desa Tokorondo, mama-mama Papua akan bertemu dengan perempuan desa yang mengelola bank Sampah. Selain belajar bersama tentang bentuk dan manajemen bank sampah, mereka juga akan belajar tentang proses sekolah perempuan Mosintuwu yang berhasil mengajak perempuan lainnya di desa untuk aktif dalam pembangunan desa.

Baca Juga :  We Can’t Wait: How Women and Youth of Faith can Lead Peacebuilding

“Kami sangat senang menerima kunjungan ibu-ibu dari Waropen. Ini bisa memacu semangat perempuan di Desa Salukaia ini karena kami sudah bisa dijadikan contoh untuk pemberdayaan perempuan dan bagaimana kami memanfaatkan kekayaan alam”kata ibu Marta.

Setelah lebih dari 1 jam di Desa Salukaia, rombongan melanjutkan perjalanan ke desa Bancea. Disini, satu kampung, mulai dari masyarakat, sampai pemerintah desa menyambut kedatangan rombongan mama Waropen dengan acara adat di balai desa. 

“Yang luar biasa kami temukan dari kunjungan ini adalah ibu-ibu berproses panjang sampai akhirnya yang hanya lulus TK bisa berbicara didepan umum dengan sangat baik”kata kepala dinas Pariwisata Waropen yang turut dalam rombongan. Ditambahkannya, salah satu yang dipelajari dari kunjungan ini adalah bagaimana pemerintah desa dan kelompok perempuan  mengolah potensi desa mereka menjadi produk unggulan untuk pemberdayaan.

Ibu Marce, peserta sekolah perempuan Desa Bancea, mengatakan, kunjungan perempuan Waropen membuat mereka bangga, karena menurut dia, kunjungan mama-mama Papua ke desanya adalah pengakuan bahwa mereka punya hal yang bisa dicontoh daerah lain.

Desa Bancea, Rabu kemarin memang semarak. Keramaian terpusat disekitar balai desa. anak-anak dan perempuan dewasa memakai baju adat menyambut kedatangan rombongan dengan tari penyambutan.

Baca Juga :  Belajar untuk Berjuang Adil Gender di Sekolah Perempuan

Antusias yang sama juga terlihat saat kunjungan ke sekolah perempuan Tokorondo yang mengelola bank sampah. Dibawah rindang pohon, mama-mama Waropen mendapatkan penjelasan bagaimana awal mula perempuan desa Tokorondo membangun komunitas sekolah perempuan. Seperti diceritakan Handra, koordinator bank sampah, tantangan paling berat datang dari dalam keluarga, yakni suaminya yang tidak mengijinkan dia mengikuti sekolah perempuan.

“Tapi saya tetap ikut dan meyakinkan bahwa ikut ini sekolah banyak gunanya. Meskipun lama, tapi pelan-pelan suami saya bisa mengerti. Dulu dia takut kalau saya bisa jadi lebih pintar daripada dia”kata Hadra sambil tertawa.

Bila di Tokorondo, yang dilihat adalah pengelolaan sampah menjadi kerajinan bernilai ekonomis, maka saat rombongan tiba di desa Kilo, yang mereka dengarkan hampir sama, yakni tantangan perempuan menghadapi tekanan keluarga ketika memulai proses sekolah perempuan. Selain kultur budaya, ada pula tekanan psikologis karena di desa ini menjadi lokasi operasi keamanan. Nengah, salah seorang peserta sekolah perempuan, bahkan pernah disandera kelompok yang disebut berafiliasi ke kelompok Santoso.

Di Desa Kilo ini juga, mama-mama Papua banyak bertanya tentang bagaimana kepemimpinan perempuan didalam desa dari ibu Margaretha, salah satu peserta sekolah perempuan yang menjadi kepala dusun pertama dalam sejarah desa Kilo. Selain itu akan bertemu anggota sekolah perempuan dari Patiwunga yang berhasil mengadvokasi hak-hak layanan masyarakat setelah mengikuti kelas sekolah perempuan. Selain itu mama-mama papua akan belajar bersama bagaimana perempuan Poso di desa Kilo berhasil mengurai hubungan antar komunitas muslim, kristen dan hindu dalam kegiatan bersama di desa melalui usaha desa produk minyak kelapa murni.

Baca Juga :  Politik Polangolo dan Masa Depan Pilkada 2020

Kunjungan belajar bersama ini diadakan menindaklanjuti inisiatif membuka sekolah perempuan di Waropen dengan belajar dari model yang dikembangkan oleh Institut Mosintuwu. Sebelumnya, cerita tentang sekolah perempuan Mosintuwu menjadi model pemberdayaan perempuan di bidang politik, ekonomi dan budaya yang disampaikan oleh menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise, di berbagai acara kenegaraan. Sekolah perempuan Mosintuwu dibuka sejak tahun 2010, saat ini beranggotakan kurang lebih 500 perempuan dari 70 desa di Kabupaten Poso. Lulusan sekolah perempuan Mosintuwu sekarang menjadi aktivis gerakan perempuan di desa yang bergerak di bidang perlindungan perempuan dan anak, usaha desa, melakukan advokasi layanan masyarakat, termasuk menjadi pemimpin dalam pemerintahan desa yang terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda