Para akademisi Sekolah Tinggi Theologi GKST Tentena dikenal kritis menyikapi rencana pengerukan mulut sungai Danau Poso. Beberapa sikap kritis disampaikan dalam tulisan di media sosial tapi dan melalui radio Mosintuwu. Suara agar perlunya mengkaji kembali rencana pengerukan danau, terus digaungkan lewat tulisan mereka yang menggugat sikap lemah pemerintah daerah atas rencana proyek yang dalam kacamata mereka berpotensi merusak lingkungan.
Salah satu dosen STT GKST yang dikenal kritis dalam menyuarakan penolakan ini adalah Pendeta Set Tolage, S.Th., M.Theol. Setelah sebelumnya menyampaikan pendapat di dalam program Suara Warga dengan tema “Cukupkanlah dirimu dengan Alam yang diberikan Tuhan” Pdt. Set Tolage kembali menyampaikan sikap kritisnya dalam bentuk surat terbuka. Dalam surat terbuka yang dikirimkan ke radio Mosintuwu tanggal 5 Mei 2018 Pdt. Set meminta agar memperhatikan bukan saja dampak-dampak ekologis yang timbul jika pengerukan dilakukan. Disampaikan dalam surat terbuka tersebut bahwa jika sungai dan danau Poso rusak maka yang akan menderita adalah warga Poso sendiri. yang ditujukan pada Bupati Poso ini, Pendeta Set menyampaikan salah satu dampak lain dari dukungan Pemda atas PT Poso Energy adalah pandangan bahwa pemerintah daerah tunduk pada keinginan pihak lain.
Dalam membangun daerah, khususnya Tentena dan sekitarnya, akademisi STT GKST Tentena ini berharap pemerintah bersandar pada kemampuannya sendiri, demikian pula agar membangun sesuai kemampuan yang ada.
Berikut selengkapnya surat terbuka
SURAT TERBUKA
Kepada
Yth. Bapak Bupati Poso.
Salam sejahtera.
Semoga bapak dalam keadaan sehat sejahtera.
Mohon maaf jika saya menyurati bapak secara terbuka. Saya sungguh sadar, betapa berat tugas dan tanggung jawab yang bapak sementara emban. Karena itu, surat ini adalah bentuk dukungan saya secara pribadi untuk bapak. Sebelum lanjut menulis surat ini (tiba-tiba terbayang wajah bapak yang lelah), saya pamit sebentar untuk mendoakan bapak …
Baiklah saya lanjut.
Bapak Bupati yang terhormat. Sekarang ini, khususnya kami di STT GKST, sementara gelisah dengan rencana pengerukan sungai Poso. Mulanya, ketika kami menerima informasi tentang rencana pembangunan untuk kota Tentena sebagai kota SIWAGI (Edukasi, Wisata, Religi), kami sangat senang. Di You Tube, tampilan kota ini kalau jadi, luar biasa. Tetapi belakangan kami ketahui, pembangunan kota Tentena itu, dibarter dengan pengerukan sungai Poso untuk kelancaran turbin PLTA Poso Energy (PE) Sulewana.
Jujur pak, secara pribadi saya kaget. Merasa dibohongi gitu lho…(maafkan perasaan saya pak). Saya lihat ada masalah dalam komunikasi politik pembangunan di sini. Tetapi itu soal lain. Ada 3 hal yang saya pikirkan:
1. Jika ingin membangun kota Tentena, marilah membangunnya dengan tujuan masyarakatnya sejahtera. Artinya, motivasinya murni. Tidak usah diboncengi dengan kepentingan lain. Misalnya kepentingan PLTA. Karena ini dua hal yang berbeda. Kalau tujuannya memang murni kesejahteraan masyarakat, pasti kebutuhan/kepentingan masyarakat yang diprioritaskan. Selain itu, kelestarian lingkungan pasti terjaga. Berbeda kalau motivasinya untuk kepentingan perusahaan. Perusahaan itu ‘kan bisnis, Pak. Pasti tujuannya keuntungan sebanyak-banyaknya. Apalagi sesuai aturan, PLTA itu setelah beroperasi 30 tahun, wajib diserahkan ke PLN. Berarti suatu saat, mereka (perusahaan) akan pergi. Kalau sungai dan danau sudah rusak, lalu mereka pergi, ‘kan yang menderita kita juga Pak!
Jadi, menurut saya (sekedar masukan saja lho Pak), sebaiknya kita membangun kota Tentena ini, sesuai kemampuan yang ada. Jangan mengandalkan perusahaan yang akhirnya membuat kita tersandera, lalu menyerahkan semuanya untuk mereka atur.
2. Mengenai PLTA PE Sulewana, kita bersyukur bahwa sungai Poso sudah menjadi berkat untuk kebutuhan listrik secara nasional. Sekarang sudah kita nikmati. Kita juga bersyukur bahwa sebagian masyarakat dapat bekerja di perusahaan itu. Hanya saja, sampaikan kepada mereka, Pak, supaya mereka jangan meminta terlalu banyak. Istilah teologisnya: “cukupkan diri dengan apa yang ada”. Sudah cukup Air Terjun Sulewana hilang. Jadi, mereka menyesuaikan saja dengan kemampuan air sungai yang ada. Tidak usah tambah-tambah TURBIN sehingga rekayasa di sana-sini (termasuk pengerukan sungai). Kalau mau tambah TURBIN, cari sungai yang lain dech! Masih banyak sungai lain di Indonesia ini. Artinya, kita bangga dengan hadirnya PLTA PE Sulewana, tapi janganlah juga memaksakan diri.
3. Selama rencana pengerukan sungai ini bergulir, STT GKST terus bersuara. Kiranya bapak maklum, itulah tugas kami! Ada Tri Darma Perguruan Tinggi yang menjadi acuan tugas kami, antara lain pengabdian masyarakat. Salah juga kalau kami diam. Tentu dalam bingkai otonomi keilmuan dan kebebasan akademik. Walau demikian, kami tetap menghormati dan mengasihi bapak! Serius Pak! Kami sadar, tugas mengeksekusi suatu program, ada pada Bapak. Kalau dalam perenungan bapak, program yang bapak pikirkan sudah sejalan dengan kehendak Tuhan, laksanakan Pak! Kami dukung.
Akhirnya, diberkatilah bapak selalu. Jaga kesehatan, Pak.
Sekian.
Set Tolage
NB: Salam dari keluarga besar STT GKST / UE PURO.