“Kami menyerukan agar orangtua dalam keluarga, mengajarkan kehidupan toleransi, menyebarkan pesan perdamaian bagi anak-anak,” kata koordinator Project Sophia Mosintuwu program untuk anak dan anak muda Poso, Yeni Tarau saat membacakan pernyataan sikap, Senin 14 Mei 2018.
“Anak-anak dan anak muda di Poso pernah alami dan berhadapan langsung dengan teror dan aksi kekerasan. Kami tidak ingin itu terulang dimanapun di Indonesia” lanjutnya. Puluhan anak-anak dan anak muda dari Poso dan Tentena berkumpul di Taman Kota Tentena merespon aksi kekerasan berupa teror yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur. Mereka mengecam keras aksi teror bom yang terjadi di gereja Surabaya yang dilakukan satu keluarga.
Kekerasan itu, tambah Yeni dapat bersumber dari lingkungan keluarga yang mengajarkan kebencian bahkan aksi kekerasan pada anak-anaknya. Bentuk ajaran kekerasan itu terlihat dari aksi teror bom di gereja Surabaya. Tidakan bunuh diri itu, mengingatkan anak-anak dan anak muda dengan teror dan aksi kekerasan di Poso. Ribuan keluarga mengungsi, anak-anak juga mengalami trauma yang berkepanjangan.
“Kami sedih dan marah, anak-anak dan anak muda dijadikan alat teror” kata Reflin . Reflin adalah satu dari ratusan anak muda Poso yang pernah mengalami langsung konflik di Poso “Tidak ada yang membahagiakan melihat dan mengalami langsung konflik. Yang tersisa dari konflik dan kekerasan hanya kemarahan, kebencian, dendam”
Sejak pukul 18.00, melalui musik dan puisi, anak-anak muda yang beragama Islam dan Kristen ini melantunkan pesan-pesan perdamaian. Lagu-lagu seperti Pancasila Rumah Kita, Selamanya Indonesia, Satu Nusa satu bangsa dilantunkan sebagai respon atas aksi kekerasan berupa teror yang terjadi di Surabaya. Aksi damai solidaritas yang dilakukan di Taman Kota Tentena itu diwarnai dengan pembacaan puisi berisi pesan perdamaian oleh anak-anak muda ini. Hadir dalam aksi solidaritas melalui musik band lokal dari Tentena seperti Watumpoga’a Band, Sintuwu Akustik, Ue Puro Akustik dan Temperament Navigasi
Kerinduan untuk perdamaian disampaikan Reflin dalam dalam bentuk puisi. Dalam puisi berjudul Perdamaian, diajak untuk menghargai perbedaan-perbedaan , merayakan segala pebedaan jenis, pikiran, gagasan, warna-warna, agama-agama sehingga yang hadir adalah kemanusiaan .
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan saat aksi solidaritas, anak-anak muda Poso menyerukan agar orang tua dalam keluarga, mengajarkan kehidupan toleransi, menyebarkan pesan perdamaian bagi anak-anak . Hal ini sebagai kritik tajam pada orang-orang tua yang mengajarkan kebencian bahkan aksi kekerasan pada anak-anaknya dalam keluarga. Aksi teror bom yang terjadi di gereja Surabaya melibatkan satu keluarga termasuk perempuan, anak-anak dan anak remaja, masing-masing terdiri dari ayah, ibu, 2 orang anak laki-laki (18 dan 16 tahun), serta 2 orang anak perempuan (12 dan 9 tahun). Aksi teror ini menyebabkan 17 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka.
Kabupaten Poso pernah mengalami konflik kekerasan yang berkepanjangan termasuk aksi terorisme . Ribuan keluarga mengungsi, anak-anak juga mengalami trauma yang berkepanjangan. Melalui seni dan budaya, anak-anak muda Poso dari berbagai agama merajut perdamaian dan mengkampanyekan perdamaian.
“Kami anak-anak Poso tidak ingin kekerasan dialami oleh anak-anak lainnya dan seluruh keluarga lainnya , kami ingin menjadi generasi damai” tegas Riri, seorang remaja Muslim dari Kelurahan Tegalrejo yang menempuh perjalanan 1,5 jam untuk mengikuti aksi solidaritas ini. Riri mewakili anak-anak muda Poso membacakan statement tolak aksi terorisme dan ajak menyebarkan cinta dan damai.
Aksi damai ini diakhiri dengan pernyataan sikap anak-anak muda Poso menolak kekerasan dan terorisme dan menyatakan sikap berani berdamai dan mengusung perdamaian. Komitme tersebut ditunjukan secara simbolis melalui cap tangan dan pesan-pesan perdamaian di kain putih berukuran 2 meter.