Jam 01:00 dinihari, Sofyan Dumo sudah bangun. Selama bulan Ramadhan dia sengaja memasang alarm supaya bangun lebih awal. Setelah makan secukupnya, lelaki berumur hampir 50 tahun ini menuju jalur dua di samping kantor Bupati Poso, sekitar 2 kilometer dari rumahnya. Disana sudah menunggu sebuah mobil truk lengkap dengan soundsystem dan orgen. Seperti tahun-tahun sebelumnya, mereka akan berkeliling kota Poso membangunkan warga untuk sahur.
Ada sekitar 5 orang yang sudah bersiap-siap di atas truk. Sebuah genset besar ditaruh di bagian ujung paling belakang sebagai sumber listrik untuk 5 salon besar dan orgen. Saat truk mulai bergerak, Sofyan yang akrab disapa Kang Mamat mengambil sebuah mic lalu mengalun syair Qasidah ciptaan Ilin Sumantri.
Indung-Indung Kepala Lindung, Hujan Di Udik Di Sini Mendung
Anak Siapa Pakai Kerudung, Mata Melirik Kaki Kesandung
Duduk Goyang Di Kusi Goyang, Beduk Subuh Hampir Siang
Bangunkan Ibu Suruh Sembahyang, Jadilah Anak Yang Tersayang
Lagu yang dipopulerkan grup Nasidariah ini sudah seperti lagu wajib yang dinyanyikan kang Mamat mengiringi Sahur warga Poso Kota yang dilewatinya. Sudah sejak tahun 2007 aktifitas keliling subuh ini dilakoninya bersama kelompok yang berbeda-beda.
“Memang sekarang setiap jam 2 subuh sudah ada pengumuman dari mesjid untuk kasi bangun sahur. Ada juga sirene. Tapi kasi bangun orang dengan nyanyian itu punya keasikan. Kita menambah ramai suasana kota Poso supaya tidak sunyi” demikian kang Mamat menceritakan mengapa dia masih mau berkeliling melawan dingin.
Imbalan pahala diyakini kang Mamat adalah hadiah terbesar dari apa yang dia lakukan ini. Besar di Poso, Kang Mamat juga ingin menunjukkan kecintaannya pada Poso.
Rute yang dilalui kang Mamat malam itu cukup panjang. Dimulai dari samping kantor Bupati, mobil begerak pelan menuju ke kelurahan Moengko di sebelah barat Poso Kota, lalu kembali kearah pusat kota menuju ke kelurahan Gebang Rejo. Di beberapa ruas jalan mobil berhenti sejenak, musik berganti jadi Campur Sari. Sejumlah warga yang sudah terbangun keluar rumah dan ikut bergoyang. Pemandangan seperti ini bisa kita lihat di jalan pulau Jawa kelurahan Gebang Rejo.
Setelah sekitar 3 menit, mobil kembali bergerak menuju ke kelurahan Sayo di Poso Kota Selatan lalu berputar ke pantai di kecamatan Poso Kota Utara. Total sekitar 1,5 jam mereka mengelilingi wilayah Poso Kota setelah semua warga yang hendak puasa terbangun.
Rupanya kehadiran tukang kasi bangun sahur, demikian warga Poso Kota menjuluki Kang Mamat dan kawan-kawannya itu sudah dinanti. Musdar, seorang warga Poso Kota yang kami temui di jalur dua mengatakan, keluarganya menjadikan melintasnya rombongan ini tanda untuk makan sahur.
Selain kang Mamat di kelurahan Bonesompe, Poso Kota Utara sekelompok anak muda juga mulai berjalan kaki dari lorong ke lorong dengan gitar dan botol, menyanyikan lagu-lagu mengajak orang bangun. Keliling kampung setiap ramadhan ini sudah menjadi tradisi masyarakat disini sejak lama. Yang menarik mereka masih tetap memilih jalan kaki ketimbang naik kendaraan.
Meneruskan tradisi menjadi salah satu alasan Viki, seorang pemuda Bonesompe mengapa dia masih mau mengumpulkan teman-temannya membangunkan sahur. Dari depan kantor lurah mereka mulai berjalan kaki sambil bernyanyi diiringi gitar. Bukan hanya bernyanyi, kadangkala mereka juga berteriak Sahuuurrr…ketika sudah kehabisan lagu.
Bukan hanya mereka yang berpuasa, membangunkan sahur juga turut diikuti Simson, seorang pemeluk Kristen di Poso. Sebelum konflik pada akhir 90an, bersama teman-teman muslimnya, dia ikut naik ke mobil yang berkeliling kota Poso, kadang sampai ke kecamatan Lage.
Sekarang Simson sudah tidak ikut jalan keliling kota. Namun dia masih datang ngobrol dengan mereka yang akan berkeliling sambil ikut makan sahur di pinggir jalan. Seperti pada malam ke 11 ramadhan itu, kami sahur bersama dipinggir jalan sambil menanti Imsyak, tanda makan dan minum sudah dilarang.