Tim Ekspedisi Poso Telusuri Wilayah Sesar Poso

0
2063
Perjalanan tim Ekspedisi Poso di wilayah Sesar Poso . Dok : Mosintuwu

Wilayah Sesar Poso yang memanjang dari kota Poso mengikuti jalur desa-desa sepanjang sungai Poso hingga ke sisi timur Danau Poso menjadi wilayah perjalanan kedua Tim ekspedisi Poso. Perjalanan kedua kali ini dimulai tanggal 24 Juni sampai 1 Juli 2019 untuk menyusuri jejak sejarah alam dan potensi bencana.  Wilayah Sesar Poso ini mencatatkan peristiwa gempa bumi dalam satu tahun terakhir. Tercatat beberapa kali peristiwa gempa bumi yang berkaitan dengan sesar Poso. Salah satunya berkekuatan  Magnitudo 3 di kedalaman 21 Km terjadi pada 5 April 2019 lalu yang bersumber di Teluk Poso, 29 kilometer arah timur laur Poso. Selanjutnya pada 22 Mei 2019 lalu kembali terjadi gempa dilokasi yang sama dengan kekuatan lebih besar, magnitudo 3,6.

Ketua tim Ekspedisi Poso, Lian Gogali menjelaskan, tim ekspedisi Poso terdiri dari para geolog,  arkeolog, palaentolog, biolog, teolog, antropolog, budayawan serta peminat kajian ekologi, fotografer dan pembuat film dokumenter. 

“Cerita dan pengetahuan masyarakat tentang wilayahnya menjadi bagian penting dalam mengarahkan wilayah-wilayah penelitian para tim ahli” kata Lian. 

Bonesompe  di Kecamatan Poso Kota Utara misalnya, menurut Lian, menjadi wilayah yang ditelusuri tim geologi setelah mendapatkan cerita dari  budayawan yang menyebutkan nama kelurahan ini dalam bahasa Poso berarti pasir yang tersangkut atau tumpukan pasir. Rencananya para geolog akan melihat struktur tanah disini dan memperkirakan berapa usia hamparan pasir disana.

Baca Juga :  Kisah Yondo mPamona Menjadi Yondo moEja

Demikian pula satu wilayah di Kelurahan Kawua yang di sebut warga sebagai tanah Kaumbu-umbu, atau tanah yang bergoyang-goyang. Wilayah lainnya adalah Tana Runtuh, sebuah lokasi di kelurahan Gebang Rejo kecamatan Poso Kota. Di ruas jalan pulau Irian Jaya, ada sebuah titik dimana setiap tahun terjadi penurunan tanah yang menyebabkan jalan disini turun cukup dalam. Selain kedua wilayah ini tim ekspedisi juga akan mempelajari beberapa tempat lain seperti kelurahan Lombugia, Tegal Rejo dan Madale, Watuawu, Ratoumbu, Pandiri, Tagolu, Panjoka Uelincu, Saojo, Tendea, Petirodongi, Tentena, Pamona, Sangele, Sawidago, Peura dan Dulumai. 

Bukan hanya meneliti dan berusaha menemukan rekahan permukaan sesar, tim ekspedisi poso dibagi menjadi 4, yang pertama tim geologi yang mempelajari struktur batuan dan patahan atau sesar. Tim Arkeologi akan menyusuri situs-situs tua untuk mempelajari peninggalan budaya orang Poso yang ada di jalur ini. Lalu tim biologi mempelajari biota laut dan sungai. Ketiga  tim ini melakukan riset di wilayah-wilayah yang disebutkan dalam cerita dan tradisi masyarakat setempat yang akan dipelajari oleh tim antropologi.

Baca Juga :  Banjir Ditengah Pandemi, Warga Makin Susah, Kebijakan Tidak Berubah

Berbeda dengan ekspedisi tahap satu yang mengelilingi desa-desa di pinggir danau Poso, perjalanan kali ini menyusuri pinggiran laut lalu sungai hingga ke danau juga akan melihat bagaimana tradisi masyarakat pesisir pantai di Poso menghadapi potensi bencana baik di masa lalu maupun saat ini. 

Banyaknya disiplin ilmu yang turut dalam ekspedisi poso menariknya tidak saling mendominasi. Sebab menurut Lian ini merupakan kolaborasi baik diantara para akademisi maupun dengan budayawan sebagai sumber utama data dan pengetahuan mengenai wilayah yang dipelajari.

Dialog tim ahli Ekspedisi Poso dengan masyarakat di Desa Pandayora. Diskusi ini dilakukan dalam setiap perjalanan Ekspedisi Poso di wilayah Sesar Poso dan Sesar Poso Barat. Foto : Dok. Tim Ekspedisi Poso

Peneliti LIPI Hery Yogaswara yang juga tim ahli Ekspedisi Poso berulangkali menegaskan bahwa tidak ada satu ilmu atau ahli yang mendominasi proses penelitian selama ekspedisi ini. Semuanya berjalan setara sesuai disiplin masing-masing. Sebab tujuan ekspedisi ini untuk menguatkan pengetahuan masyarakat mengenai sejarah, kekayaan alam dan potensi bencana diwilayahnya.

Ekspedisi Poso menjadi salah satu perjalanan penting karena akan mempelajari secara langsung potensi bencana di wilayah ini. Sejumlah ahli mengakui data-data sejarah bencana dan potensinya yang ada di wilayah Poso masih belum terdokumentasi. Bahkan diakui pula oleh BNPB bahwa belum ada pengukuran GPS terhadap beberapa sesar di Indonesia, termasuk 3 sesar yang melintasi Poso, yakni sesar Tokararu, Sesar Poso dan Sesar Poso Barat.

Baca Juga :  Lingkaran Perempuan untuk Masa Depan Damai dan Adil

“Hasil perjalanan Ekspedisi Poso dirancang untuk disampaikan pada masyarakat juga Pemda untuk bisa merancang dan menyusun pembangunan yang peka pada kondisi alamnya” tegas Lian. 

Sebagai langkah awal, tim ekspedisi Poso melakukan seri diskusi bersama masyarakat setiap malamnya. Dalam diskusi ini para tim ahli bukan hanya menjelaskan temuan sementara kondisi alam di wilayah penelitian tapi juga melakukan tanya jawab tentang fenomena alam seperti gempa, likuifaksi, tsunami dan longsor.

“Kedatangan tim ahli ekspedisi Poso ini membuat kami diajak untuk berpikiran terbuka melihat alam di sekitar kami. Kami belajar bukan hanya mengerti fenomena alam, tapi juga memikirkan pembangunan yang akan kami lakukan di desa kami” Kata Mama Winda dari Desa Pandayora dalam diskusi bersama di perjalanan pertama ekspedisi Poso. 

Perjalanan kedua tim ekspedisi Poso kali ini mengikutsertakan tim ahli ketahanan bencana dari Institut Teknologi Bandung, yang memberikan workshop singkat kepada tim mengenai pemetaan ketahanan bencana pada masyarakat. Pemetaan ini diharapkan akan berguna bagi Pemda untuk membangun mitigasi bencana di Kabupaten Poso. 

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda