“Ada 110 potensi warisan geologi yang ada di Indonesia, 3 diantaranya ada di Sulawesi Tengah, salah satunya adalah Danau Poso dan sekitarnya” ujar Aries Kusworo, staff Badan Geologi Kementrian ESDM.
Hal ini disampaikan Aries dalam sosialisasi warisan geologi dan geopark di ruang Pogombo Kantor Bupati Poso, Senin (8/7). Ide warisan geologi dan gepark sudah dimulai sejak tahun 2006 oleh sekelompok akademisi Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI). Presiden Jokowi kemudian menetapkan Perpres Nomor 9 Tahun 2019 tentang Geopark atau Taman Bumi.
Aries menjelaskan bahwa taman bumi merupakan konsep wilayah geografi tunggal atau gabungan yang memiliki situs warisan geologi (Geosite) dan bentang alam yang bernilai.
“ Wilayah geografi ini memiliki nilai terkait aspek warisan geologi, keragaman geologi, keanekaragaman hayati, dan keragaman budaya” lanjutnya.
Gambaran ini dimiliki oleh Danau Poso dan beberapa wilayah lainnya di Kabupaten Poso. Temuan tim Ekspedisi Poso antara lain menunjukkan aspek warisan geologi yang dimiliki oleh daerah di sekitar Danau Poso. Reza Permadi, dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia yang juga menjadi tim ahli geologi ekspedisi Poso pada lain kesempatan menjelaskan kekayaan warisan geologi Danau Poso.
“Tim ekspedisi Poso menemukan adanya sekis biru dan sekis hijau yang merupakan batuan terdalam lautan yang terangkat ke permukaan “ kata Reza “ batuan ini jarang ditemukan ditempat lain tapi dapat ditemukan di wilayah Kabupaten Poso”
Selain itu, temuan lainnya menurut Reza adalah sebuah tebing di tepi Danau Poso di wilayah Kelurahan Petirodongi merupakan bukti sejarah geologi terbentuknya pulau Sulawesi.
Danau Poso tercatat merupakan 1 dari 10 danau purba di dunia. Namun, ide untuk menjadikan Danau Poso sebagai warisan geologi bukan saja karena usianya yang jutaan tahun. Danau Poso memiliki keunikan yang hanya ada di Danau Poso. Sebut saja ikan endemik seperti Masapi, dan Bungu Masiwu; atau kebudayaan nelayan di Danau Poso yang khas seperti wayamasapi , mosango dan monyilo.
Heryadi Rachmat, ketua masyarakat geowisata Indonesia yang hadir dalam pertemuan hari ini menjelaskan bahwa konsep taman bumi ini sesungguhnya sangat tepat dengan konsep pembangunan berkelanjutan .
“Taman bumi melihat sebuah wilayah geologi bukan hanya sebagai sebuah obyek. Sebagai sebuah taman bumi, sebuah wilayah akan dilihat dan diperlakukan sebagai kawasan budidaya dan kawasan lindung”
Danau Poso dan wilayah lain di Kabupaten Poso, menurut Heryadi berhak mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan wilayahnya sebagai wilayah taman bumi. Sambil bernostalgia, Heryadi menjelaskan dua tokoh geologi Indonesia berasal dari Sulawesi yaitu J.A. Katili dan Arie Frederik Lasut. Pulau Sulawesi bagi banyak geolog sangat menarik untuk diteliti karena merupakan pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik,
Ketua IAGI, Sukmandaru Prihatmoko, mengatakan, kegiatan sosialisasi ini penting dilakukan agar Pemda dan Masyarakat tahu keunikan geologi di Kabupaten Poso, khususnya Danau Poso.
“Dilakukan di Poso karena IAGI sedang melakukan penelitian di Kab. Poso dan tergabung dengan Tim Ekspedisi Poso, ada beberapa temuan menarik” kata Sukmandaru
Dalam sosialisasi yang dihadiri 70 orang perwakilan dari berbagai SKPD, Akademisi, Media dan Masyarakat, dijelaskan juga terkait keuntungan ekonomi, lingkungan dan kebudayaan yang akan didapatkan oleh masyarakat ketika mengembangkan geopark. Wakil bupati, Ir. Samsuri membuka kegiatan sosialisasi ini menyampaikan respon dengan mempertimbangkan agar usulan geopark bisa menjadi bagian dari pembangunan di Kabupaten Poso.
Penjelasan dari para narasumber dalam sosialisasi ini disambut oleh Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Poso, Rudi Rompas. Dalam pernyataannya, Rudi mengatakan sudah berkomunikasi dengan Darmin Sigilipu, Bupati Poso yang kemudian menyatakan kesetujuan bahkan merencanakan agar usulan geopark ini bisa diumumkan kepada masyarakat pada pelaksanaan Festival Danau Poso di bulan Agustus 2019.
Indonesia memiliki banyak sekali potensi dan wilayah Geopark. Geopark atau Taman Bumi memiliki berbagai fungsi penting terhadap kelangsungan hidup Bumi. Hingga saat ini, terdapat 8 wilayah taman bumi atau geopark di Indonesia yang diakui oleh UNESCO, yaitu Danau Toba di Pulau Samosir, Sumatera Utara; Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat; Gunung Batur di Bali; Ciletuh Palabuhanratu, Jawa Barat; Gunung Sewu, Yogyakarta, Merangin, Jambi; Kawasan Cadas di Sangkulirang, Kalimantan Timur.
Sementara itu total geopark di Indonesia hingga 2018 adalah 15 wilayah Geopark yaitu Geopark Silokek (Sumatera Barat), Geopark Ngarai Sianok-Maninjau (Sumatera Barat) dan Geopark Sawahlunto (Sumatera Barat), Geopark Natuna (Kepulauan Riau), Geopark Pongkor (Jawa Barat), Geopark Karangsambung-Karangbolong (Jawa Tengah), Geopark Banyuwangi (Jawa Timur), dan Geopark Meratus (Kalimantan Selatan), Geopark Gunung Kaldera Toba (Sumatera Utara), Geopark Gunung Merangin (Jambi), Geopark Gunung Belitung (Bangka Belitung), Geopark Gunung Bojonegoro (Jawa Timur), Geopark Gunung Tambora (Nusa Tenggara Barat), Geopark Gunung Maros (Sulawesi Selatan), dan Geopark Gunung Raja Ampat (Papua).
Pengembangan taman bumi dilakukan melalui 3 (tiga) pilar meliputi konservasi, edukasi, dan pembangunan perekonomian masyarakat secara berkelanjutan utamanya melalui pengembangan sektor pariwisata, diperlukan tata kelola pengembangan Taman Bumi (Geopark) yang dapat dijadikan pedoman bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pengembangan taman bumi ini menjadi sangat penting ditunjukkan oleh Presiden Joko Widodo dengan menandatangani Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pengembangan Taman Bumi atau Geopark. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pengembangan Taman Bumi (Geopark) ini diteken Presiden Jokowi pada tanggal 25 Januari 2019 dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 22 oleh Menkumham Yasonna H. Laoly di Jakarta pada tanggal 31 Januari 2019.