“Salahkah kami jika kami mempertahankan rumah kami?” suara Yombu Wuri lantang saat bertanya. “Jahatkah kami jikalau kami membela hak kami untuk hidup di atas tanah dan air yang memang diberikan oleh sang khalik pada kami? “
Di tepi Danau Poso berdekatan dengan Jembatan Pamona, Yombu Wuri mewakili Aliansi Penjaga Danau Poso , menyampaikan pernyataan sikap terkait rencana PT Poso Energy melakukan pengerukan sungai Danau Poso, reklamasi kompodongi, dan pembongkaran Yondompamona. Hal ini disampaikan oleh Yombu Wuri , anggota Aliansi Penjaga Danau dalam pernyataan sikap yang dibacakan, Senin 21 Oktober 2019.
Yombu mengutip sebuah kisah yang diketahui pernah disampaikan oleh Talasa, seorang pemimpin di Poso
“Tasi bendawaya, ane komi dama’I ri tana mami, ndikama’imo. Pai ane japodo jela damoruta, tasi bendawaya, ndipewalili ri tanami ( yang artinya: laut tidak kami pagari, jika kalian datang kami menyambut . Jika kalian datang mau merusak, laut tidak kami pagar, kembalilah ke negeri kalian )
Yombu menyebutkan, ungkapan ini mau memberi pesan bahwa kita harus saling menghargai. Tamu boleh datang mencari hidup di negeri kita; namun harus menghormati hak hidup kita yang sudah ada di sini dengan budaya dan adat istiadat kita.
Apa yang dilakukan PT Poso Energy sekarang ini ,menurut Yombu, akan termasuk menyerobot hulu sungai Poso. Ini dikarenakan sudah menyerobot, memporak-porandakan kehidupan masyarakat, menyerobot dapur budaya warga Poso. Lebih lanjut, jika penyerobotan ini dilakukan, sudah dikategorikan “moruta”. Hal ini disebabkan, di hulu sungai Poso, sejak dahulu masyarakat dengan leluasa mengais rejeki, mencari hidup, menangkap ikan, menambang pasir secara tradisional, di mana di dalamnya terciptalah budaya khas di tanah kita: waya masapi, mosango, monyilo dan lainnya.
Karena itu, Aliansi Penjaga Danau Poso mengingatkan PT Poso Energy agar tidak melakukan aktivitas apapun di wilayah jembatan Pamona dan wilayah budaya Danau Poso .
“Kami menolak pengerukan, menolak reklamasi kompo dongi, menolak pembongkaran Yondo mPamona”
Yombu menambahkan “ Kami menyerukan agar setiap aktifitas PT Poso Energy dari Walili mBanga sampai goa pamona dihentikan untuk sementara menunggu keputusan final”
Keputusan final yang dimaksudkan oleh Yombu Wuri mewakili seluruh anggota Aliansi Penjaga Danau Poso adalah ketika ada pemahaman yang sama antar semua pihak untuk menghentikan semua jenis kegiatan yang merusak ekosistem dan kebudayaan Danau Poso.
Aliansi Penjaga Danau Poso menyampaikan , tidak ada yang salah dari perjuangan masyarakat untuk mempertahankan rumah budaya orang Poso. Demikian pula, apa yang dilakukan oleh Aliansi Penjaga Danau Poso adalah membela hak orang Poso untuk hidup di atas tanah dan air yang memang diberikan oleh Sang Pencipta.
“Jika ada aktivitas , kami akan hadir disini untuk menjaga “ seru Yombu lantang , disertai teriakan ohaiyo Pakaroso dari anggota APDP lainnya.
Sebelumnya, Hajai Ancura, kordinator lapangan aksi pernyataan sikap APDP menyebutkan bahwa APDP telah menempuh beberapa cara untuk menyampaikan catatan kritis atas rencana pengerukan sungai Danau Poso, reklamasi Kompodongi dan pembongkaran YondomPamona.
“Kami telah melakukan kunjungan ke DPRD Kabupaten Poso untuk dengar pendapat. Pertama tanggal 12 Juni 2019, dan kedua tanggal 10 Oktober 2019. Kami telah mengirimkan surat petisi kepada camat, sinode GKST, bupati Poso yang berisikan penolakan rencana penghilangan sejarah YondomPamona, penghilangan tradisi mosango, penghilangan wayamasapi, pengrusakan ekosistem kompodongi . Petisi ini ditandatangai sekitar 679 warga masyarakat dan masih akan terus bertambah. Kami telah melakukan kunjungan langsung ke kantor camat Kabupaten Poso”
Sayangnya, usaha tersebut tidak mendapatkan respon dari pihak terkait. Karena itulah, menurut Hajai, pernyataan sikap APDP kali ini adalah awal dari ketidakpuasan dan ketidakpercayaan pada keberpihakan pemerintah daerah kepada warga Poso.
Sebelum menyampaikan pernyataan sikap, Aliansi Penjaga Danau Poso melalui Hajai, menyebutkan bahwa secara serius dan berkali-kali, APDP melakukan diskusi dan dialog dengan para ahli biologi dan ahli geologi untuk melengkapi kajian kami atas rencana penataan sungai Danau Poso. APDP juga telah melakukan perjalanan keliling untuk diskusi dan dialog dengan warga pinggiran Danau Poso yang mendukung perjuangan APDP.
Termasuk membaca AMDAL PT Poso Energy.
“Kami sudah membaca Analisis Dampak Lingkungan atau AMDAL PT Poso Energy . Dengan bantuan para ahli biologi dan geologi, kami menemukan kejanggalan dalam proses pembuatan AMDAL dan kualitas isi AMDAL PT Poso Energy. Antara lain, dalam ANDAL PT Poso Energi tidak disebutkan adalah Sesar Poso dan Sesar Poso Barat, yang sebenarnya ada di kiri kanan Danau Poso hingga ke alur sungai Poso. Yang disebutkan dalam ANDAL adalah Sesar Matano dan Sesar Palu Koro yang berjarak cukup jauh dari Kabupaten Poso. Demikian juga penulisan botani yang ada di ANDAL PT Poso Energy tidak menggunakan Bahasa lokal Pamona, melainkan Bahasa Kaili”
Hajai , yang juga merupakan tokoh adat dari Sawidago menjelaskan bacaan kritis atas AMDAL PT Poso Energy itulah yang mendorong perlunya APDP menyampaikan sikap.
Aktivitas Warga di sekitar Jembatan Pamona sempat terhenti untuk mendengarkan pernyataan sikap APDP. Beberapa kendaraan berhenti di sekitar wilayah aksi untuk mendengarkan. Beberapa warga terlihat menangis, saat Yombu Wuri menyampaikan pernyataan dalam Bahasa Pamona. Sebagai bentuk dukungan, beberapa warga memberikan sumbangan air minum kepada anggota Aliansi Penjaga Danau Poso yang menyampaikan pernyataan sikap di bawah sinar matahari yang cukup panas.
“Pakaroso” demikian beberapa warga berteriak menyahuti pernyataan sikap yang disampaikan oleh Yombu Wuri dan Hajai Ancura. Menggunakan pengeras suara yang terdengar hingga 2 kilometer jauhnya, warga di rumah melakukan aktivitas mereka sambil menyimak dengan serius. Aksi pernyataan sikap APDP ini berakhir pada pukul 12.30 WITA.