Tim Ekspedisi Poso Ingatkan Potensi Bencana Alam dan Bencana Lingkungan

0
2970
Tim Ekspedisi Poso di Gunung Lebanu . Foto : Dok. Mosintuwu

Gempa, tsunami, longsor, banjir adalah jenis potensi bencana yang sangat mungkin terjadi di wilayah Kabupaten Poso. Sayangnya dalam RPJMD Kabupaten Poso, gempa dan tsunami tidak disebutkan sebagai potensi bencana. Padahal, terdapat 3 sesar di Kabupaten Poso yaitu sesar Poso, sesar Poso Barat dan sesar Tokararu yang dipastikan akan menimbulkan gempa dan tsunami. 

Drs. Abdullah, tim ahli geologi Ekspedisi Poso menyampaikan catatan kritisnya dalam seminar Ekspedisi Poso, Sabtu 2 November 2019 di Dodoha Mosintuwu, Tentena. Abdullah yang merupakan pengamat kebencanaan di Sulawesi Tengah ini mengingatkan bahwa memasukkan potensi gempa dan tsunami dalam RPJMD Kabupaten Poso merupakan bentuk tanggung jawab Pemerintah Kabupaten untuk meminimalisir dampak bencana.

Bukan hanya untuk kepentingan mitigasi bencana, menurut Abdullah model pembangunan juga harus mempertimbangkan potensi bencana. Termasuk  rencana pembangunan di wilayah Danau Poso. 

“Jangan remehkan danau yang ada di wilayah gempa. Salah satu sifat air, jika wadahnya terganggu, maka air tersebut akan terganggu pula. Gangguan tersebut tampak di permukaan dalam bentuk riak atau gelombang” ungkapnya ketika menceritakan kemungkinan tsunami di Danau Poso.

Gempa bisa jadi tidak membunuh, kata Reza Permadi, tim ahli geologi Ekspedisi Poso yang juga merupakan ketua Geosaintis Muda Indonesia. Yang seringkali membunuh justru bentuk bangunan atau konstruksinya, lanjutnya. Salah satu hal yang paling sederhana yang bisa dilakukan mulai dari keluarga adalah model rumah yang tanggap atas potensi gempa. Abdullah menunjukkan beberapa contoh rumah tahan gempa yang ditemukan sepanjang perjalanan tim Ekspedisi Poso. Dalam perjalanan di Desa Taipa, misalnya, Abdullah mendorong masyarakat yang tinggal di pesisir pantai jika punya rejeki agar mencari lokasi lain untuk membangun rumah agar terhindar dari kemungkinan dampak bencana. 

Baca Juga :  Berulang di Poso, Petani Lagi yang Jadi Korban MIT
Dr. Meria dalam presentasinya di Seminar Ekspedisi Poso, 2 November 2019. Foto : Dok. Mosintuwu

Bukan hanya potensi bencana dari peristiwa alam, tim Ekspedisi Poso juga menemukan potensi bencana lingkungan . Eko Kurniawan dari anggota tim biologi Ekspedisi Poso menjelaskan terkait temuan mereka atas keanekaragaman hayati biota sungai dan Danau Poso yang terancam mengalami kepunahan jika kebijakan pembangunan tidak mempertimbangkan ekosistemnya. Eko mengingatkan bahwa bencana yang harusnya juga menjadi pertimbangan adalah bencana lingkungan.

Bencana lingkungan ini akan terjadi bila pembangunan mengabaikan ekosistem di wilayah area pembangunan. Eko, menyebutkan dengan jelas rencana pembangunan di wilayah Kompodongi yang dianggapnya bisa menjadi langkah awal bencana lingkungan hidup. Perubahan lingkungan yang dimaksudkan salah satunya adalah aktivitas pengerukan sungai Danau Poso.

“Di beberapa wilayah perairan, misalnya di Kompodongi, adalah wilayah zona transisi dimana ikan dan biota lainnya dapat berkembangbiak. Jika ada perubahan bentang alam, maka ikan-ikan akan beresiko bermigrasi atau punah” ujarnya.

Dr. Meria, tim ahli Biologi menambahkan bahwa Kompodongi adalah pintu air alami Danau Poso.  “Danau Poso adalah jantung kawasan walaccea yang memiliki 10 jenis ikan endemik, 4 jenis udang-udangan, 15 jenis gastropoda atau siput. Biota-biota endemik itu rentan dengan perubahan lingkungan”  tambahnya. Keberadaan biota endemik ini menjadi penting karena dapat menjadi standar lingkungan air yang bersih. 

Baca Juga :  Membincangkan Adat Pertanian Ramah Alam dalam Tradisi Pamona

Presentasi para tim ahli diawali dengan penjelasan mengenai metodologi perjalanan Ekspedisi Poso, oleh ketua Tim Ekspedisi Poso, Lian Gogali. 

“Peta perjalanan tim Ekspedisi Poso ditentukan oleh cerita rakyat yang kami dengar, bukan pertama-tama oleh peta geologi” Jelas Lian. Hal ini, menurutnya sekaligus mempertegas keunikan dari tim Ekspedisi Poso yang diinisiasi oleh komunitas masyarakat yang kemudian didukung oleh para tim ahli. 

Pentingnya keterlibatan masyarakat dikuatkan lagi oleh Dr. Herry Yogaswara, kepala LIPI bidang Kependudukan yang juga tim ahli sosiologi antropologi Ekspedisi Poso. Pengalamannya mengikuti puluhan ekspedisi di seluruh Indonesia, Herry menceritakan bagaimana Ekspedisi Poso sangat beda dan kuat karena diinisiasi oleh masyarakat dan menggunakan pengetahuan lokal masyarakat.  

Seminar Ekspedisi Poso, 2 November 2019. Foto : Dok. Mosintuwu

Menurut Herry, hal ini senada dengan pentingnya pembangunan memperhatikan pengetahuan lokal. Mengutip buku yang ditulis Bappenas, “ mengabaikan pengetahuan lokal adalah sebuah kesalahan, karena pengetahuan lokal dapat memainkan peran kunci dalam meningkatkan kualitas kebijakan publik di tingkat baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional “

Baca Juga :  Pasiar Lebaran, Silaturahmi Yang Menguatkan Persaudaraan di Poso

Senada dengan Herry, Drs. Iksam TB, wakil kepala museum Sulawesi Tengah yang juga tim ahli arkeologi Ekspedisi Poso , mengungkapkan perjalanan Ekspedisi Poso menunjukkan beberapa bukti arkeologi yang memperlihatkan perpindahan manusia sangat mungkin disebabkan oleh peristiwa alam. Bukti arkeologi di Sulawesi Tengah khususnya di Kabupaten Poso menjadi penting untuk sebuah kesadaran adanya peristiwa alam yang mempengaruhi kebudayaan manusia.

Seminar Ekspedisi Poso menghadirkan dua penanggap yaitu Dr. Fadly dan Dr. Nur Sangaji dari Universitas Tadulako, Palu. Dalam tanggapannya, Dr. Nur Sangaji menyampaikan pentingnya hasil-hasil penelitian yang bukan hanya melibatkan akademisi tapi juga masyarakat menjadi dasar pembangunan di Poso. Sementara Dr. Fadly menyampaikan pentingnya isu ekosistem Danau Poso dibicarakan agar tetap terjaga.

Hasil perjalanan Ekspedisi Poso, menurut Lian, diharapkan menjadi pertimbangan Pemerintah Kabupaten Poso termasuk pemerintah desa dalam menyusun perencanaan pembangunan yang tanggap atas kondisi wilayah Poso yang berada di Sesar Poso, Sesar Poso Barat dan Sesar Tokararu. Termasuk menyusun mitigasi bencana. Untuk memastikan hal tersebut, Lian mengharapkan ada kerjasama dalam sosialisasi ke desa-desa .

Perjalanan Ekspedisi Poso dilakukan di 41 desa di wilayah Sesar Poso dan Sesar Poso Barat , selama 17 hari perjalanan yang dibagi dalam dua kali perjalanan yaitu di Mei dan Juni 2019.  

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda