Gusdurian Peduli Berbagi Bahan Pokok di Masa Sulit

0
1351
Relawan membagikan paket bahan makanan pokok kepada warga di Poso. Foto : Dok.Alkhairat

“Kita ingin memastikan yang menerima ini adalah yang benar-benar paling terdampak. Kita mengisi kekosongan yang belum disentuh oleh negara, itupun belum cukup. Masih banyak yang belum bisa kita sentuh.”(Martince Baleona)

Jumlah warga miskin di kabupaten Poso yang datanya berbeda-beda sepakat pada satu hal, yaitu semakin banyak warga mengalami kesulitan di masa pandemi. Data BPS  tahun 2018 menyebutnya sebanyak 41,740 orang miskin di Poso,  Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) tahun 2020 yang jumlahnya semakin banyak yaitu 128,564 orang , sementara dinas sosial menyebutkan  jumlahnya 28,451 kepala keluarga. 

Yang pasti, BLT dari kementerian sosial diberikan hanya untuk 11,560 orang yang sudah tercatat sebagai keluarga miskin di kabupaten Poso. Jumlah itu belum termasuk orang yang jatuh miskin akibat Pandemi Corona, karena data itu dibuat sebelum wabah datang. Jika ditambah sekitar 4,809 kk dari program BLT dana desa, masih ada sekitar 12,082 orang miskin lain. Tapi ini adalah statistik yang belum tentu menggambarkan kondisi sesungguhnya. 

Makin banyaknya orang yang menjadi miskin akibat pandemi Corona membutuhkan solidaritas saling bantu. Seperti yang dilakukan Gusdurian Peduli yang memberikan bantuan paket bahan pokok untuk 100 keluarga yang paling terdampak di Kabupaten Poso. Bekerjasama dengan Institut Mosintuwu , pada bulan Mei memberikan paket bahan pokok berupa beras, minyak goreng, telur, garam, bawang putih, bawang merah, gula, teh untuk 100 keluarga di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk di kabupaten Poso. Institut Mosintuwu adalah mitra Gusdurian Peduli di kabupaten Poso, bersama-sama mendirikan Posko Saling Jaga sejak merebaknya wabah Covid-19

Yang mendapatkan adalah mereka yang paling terdampak akibat Corona. Yang dimaksud terdampak ini adalah yang hidupnya semakin sulit karena kehilangan pekerjaan sampai yang pendapatannya berkurang akibat pandemi ini. Tentu nilai paket ini tidak seberapa dibanding jumlah BLT yang 600 ribu. Tapi kita tahu tidak semua orang yang jadi miskin akibat pandemi ini otomatis menjadi penerima BLT atau bantuan lainnya. Karena itu berbagi bahkan hal paling kecil menjadi sangat berarti.

Baca Juga :  Menyusuri Biota Endemik Danau Poso Bersama Anak-Anak Desa Dulumai

Bahan pokok yang dikemas dalam satu kantong itu diberikan untuk yang belum terdaftar sebagai penerima BLT, PKH, BPNT atau Bansos yang dikucurkan pemerintah. 

“Kita ingin memastikan yang menerima ini adalah yang benar-benar paling terdampak. Kita mengisi kekosongan yang belum disentuh oleh negara, itupun belum cukup. Masih banyak yang belum bisa kita sentuh.”kata Martince Baleona, relawan Saling Jaga yang juga merupakan koordinator pengorganisasian Institut Mosintuwu. 

Penyaluran paket bahan pokok dilakukan 2 hari sebelum lebaran dilakukan di kecamatan Poso Kota sebanyak 40 paket. Kecamatan Poso Pesisir Selatan 45 paket. Kecamatan Poso Pesisir Selatan adalah salah satu wilayah yang mengalami bencana berulang-ulang. Desa Tangkura misalnya. Disini ada sekitar 20 orang penerimanya. Sejak awal tahun 2015, banyak petani di desa Tangkura tidak bisa mengolah tanah-tanah mereka yang ada dikaki bukit karena ancaman kelompok radikal bersenjata. Sementara kebun di desa disapu banjir yang datang hampir tiap tahun dari 2 sungai yang mengapit desa, sungai Moko disebelah timur dan Puna disebelah barat. Lalu kebun padi ladang yang diharap jadi tumpuan selama 6 bulan kedepan hilang dbawa tanah longsor. Dimasa-masa seperti itu datanglah Covid-19 yang membuat para petani semakin bingung bagaimana harus memenuhi kebutuhan keluarga.

Baca Juga :  Workshop Dongeng dan Dongeng Damai dalam Gambar di Festival Dongeng
Relawan sedang menata paket bahan pokok yang dibagikan kepada 100 warga di beberapa desa di Kabupaten Poso. Foto: Dok.Mosintuwu/Ray

Serli Mogilo warga desa Tangkura, kecamatan Poso Pesisir Selatan, salah satu penerima bantuan ini sebelumnya menyandarkan penghidupan dari suaminya yang bekerja di proyek-proyek bangunan pemerintah di kota Palu, sejak kebijakan pembatasan jarak dilakukan, pekerjaan proyek juga dihentikan. Suaminya kehilangan pekerjaan dan pulang ke Tangkura. Mereka masih punya 1 lahan kebun dipinggir sungai Moko. Namun, awal Mei 2020, banjir menyebabkan longsor yang membuat tanaman sayuran mereka hanyut. Serli hanyalah satu keluarga yang mengalaminya. Di kecamatan lain peristiwa seperti ini juga menimpa para petani.

Jika petani saja bisa mengalami kesusahan, tentu hal sama bahkan lebih sulit dirasakan banyak warga yang tinggal di kawasan kota. Ada sekitar 10 keluarga yang menjadi pemulung di sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) di kelurahan Kayamanya. Para pekerja informal seperti pemulung dan pengumpul besi tua menjadi salah satu kelompok yang paling rentan akibat wabah apapun. Lalu ada 36 kepala keluarga yang sehari-harinya adalah petani yang juga menerima paket yang sama. Sebaran bantuan bahan pokok ini menunjukkan kalau pandemi Corona membuat orang di kota maupun desa sama-sama semakin miskin. Sebanyak 43 keluarga yang menerimanya berasal dari desa Tangkura, Patiwunga, betalemba, kelurahan Pamona, desa Soe dan Buyumpondoli. Sedangkan 57 keluarga berada di kota.

Yang menerimanya memiliki pekerjaan yang beragam, 35 keluarga adalah petani, Selain petani dan 10 keluarga pemulung yang pekerjaannya semakin berat, pekerja rumah tangga tentu yang paling merasakan sulitnya situasi saat ini saat penghasilan suami tidak bertambah sementara harga kebutuhan tidak turun. Ada 18 pekerja rumah tangga biasa disebut ibu rumah tangga yang juga mendapatkan bantuan berharga ini. 

Baca Juga :  Cerita Buruh Poso di Hari MarsinahThe Labour Stories in Marsinah's Day

Salah seorang pemulung yang menerima paket ini mengatakan sangat terbantu, sebab harga-harga kebutuhan pokok yang terus naik, mulai dari beras hingga gula belum sebanding dengan pendapatan mereka yang tidak menentu. Setiap hari, paling banyak mereka bisa menghasilkan 50 ribu. Namun lebih sering dibawah jumlah itu.

Pembagian bahan pokok ini bersumber dari donasi yang diberikan kepada Gusdurian Peduli.  Alisa Wahid, dari Gusdurian Peduli menyebutkan donasi ini merupakan bagian dari simbol saling jaga di masyarakat Indonesia

“Dukungan luar biasa ini kami rasakan sebagai bentuk bahwa masyarakat indonesia selalu punya kearifan  untuk bersolidaritas, memperkuat diri secara swadaya dan mampu untuk saling menjaga “

Lian Gogali, pendiri Institut Mosintuwu yang juga menjadi bagian dari Gusdurian Poso mengatakan, bantuan-bantuan sperti bahan pokok adalah penyangga sementara waktu saja untuk membantu keluarga-keluarga menghadapi masa awal yang sulit ini. Warga yang terdampak tidak selamanya harus bergantung pada bantuan, termasuk BLT atau bantuan lainnya. Karena itu dia mengajak semua orang untuk mulai menanam, menghasilkan bahan pangan sendiri sebisa mungkin. Memanfaatkan lahan pekarangan atau mengolah lahan yang ada. 

Dimulai dari menanam sayuran menggunakan polibek dilahan sempit atau di teras rumah dan menanam di lahan yang lebih luas secara berkelompok menurut Lian Gogali dapat membantu para petani setidaknya memenuhi sebagian kebutuhan hidup mereka. Kegiatan ini juga bisa membangun solidaritas, saling berbagi diantara para petani dengan orang-orang lain yang sangat membutuhkan namun tidak punya akses berkebun atau menanam. 

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda