Dibungkus 5 kelopak bunga berwarna putih, buah Jongi terlihat seperti bunga yang berbuah. Ditengahnya berwarna kuning cerah, diujung buahnya ada semacam bintik cokelat tua yang melekat pada akar halus berwarna kuning keputihan. Buah ini banyak ditemukan di Sulawesi termasuk di Poso karena memang cocok tumbuh diwilayah dengan suhu berkisar 32 derajat celcius.
Buah Jongi memiliki kesan khusus pada masa kecil orang-orang di Sulawesi. Ketika penulis memposting di akun media sosial . Banyak orang menanggapinya dengan menceritakan pengalaman atau kenangan masa kecil mereka tentang buah ini. Lebih dari 45 kali dibagikan dan dengan berbagai macam komentar yang diawali dengan kalimat “Dulu” menunjukkan ingatan yang kuat orang-orang Pamona akan buah ini.
“Dulu waktu kecil sering makan buah ini di hutan, rasa asamnya minta ampun” komentar Agusthin Karyadi. Arnol Lakukua juga berkomentar “Dulu waktu masih anak-anak tidak terasa asamnya, pergi mencari kayu api di hutan, berebut dengan teman langsung dimakan”. Masih banyak lagi komentar-komentar nostalgia para orang-orang tua tentang buah yang sangat asam ini. Adapun akun Iwayan Sudarsana menulis, “Suka makan buah ini waktu kecil, sampai merambah hutan nyarinya”.
Di Festival Mosintuwu 2018, buah Jongi pernah dibuatkan warga dari Desa Bancea menjadi jus jongi. Untuk mengurangi rasa asam, ibu Marce menambahkan susu atau gula. Hanya dalam waktu satu jam, jus jongi habis dibeli. Sebagian karena rindu kenangan masa lalu, sebagian lagi karena penasaran.
Jongi adalah buah yang sangat dikenali oleh orang Poso, ada juga yang menyebutnya Dongi-dongi, Songi maupun Soni. Di Jawa dikenal dengan nama Sempur/Simpur. Bahkan salah satu taman yang paling terkenal di Bogor mengambil nama buah ini, yakni taman Sempur yang letaknya berselebelahan dengan Kebun Raya Bogor.
Jongi mempunyai nama Latin Dillenia celebica, marga Dillenia, diberi nama mengikuti nama seorang botaniwan Jerman, Johann Jacob Dillenius (1687—2 April1747) dari nama spesiesnya Celebica, nampak bahwa tumbuhan ini endemik Sulawesi. Jongi masuk dalam keluarga Dilleniaceae yaitu tumbuhan berbunga dengan 11 Marga dan tercatat ada sekitar 430 spesies di seluruh dunia. Simpur merupakan tanaman asli Asia. Selain di Indonesia, pohonnya banyak ditemukan di Sri Lanka, China, Vietnam, Thailand dan Malaysia.
Tumbuhan ini hidup secara alami di hutan-hutan Sulawesi, pohon ini mudah kita temukan di hampir seluruh wilayah kabupaten Poso. Tingginya mencapai 30 meter dan diameter batang 50 centimeter. tumbuhan ini berbunga sekitar bulan Juli-November, kemudian berbuah pada bulan November-Januari. Wargajuga menggunakan kayu dari pohon Jongi sebagai bahan bangunan. Kayunya biasa digunakan sebagai bahan tiang, kusen, pintu, jendela, lemari, dinding maupun lantai rumah berbahan kayu.
Dalam perdagangan internasional kayu Jongi dikenal dengan nama simpoh, sedangkan menurut daftar kayu komersial di Indonesia tercatat sebagai Simpur. Kayu Simpur tergolong kayu menengah hingga berat, dengan kerapatan kayu (pada kadar air 15%) antara 560 – 930 kg/m 3. Belum ada catatan apakah kayu ini sudah termasuk yang diperdagangkan bersama dengan jenis kayu lain seperti Lako, Uru atauPalapi.
Buah Jongi rasanya asam kecut, masyarakat Poso biasanya menggunakan sari buahnya sebagai obat yang dipercaya dapat menurunkan kadar gula darah dan sebagai obat sariawan/panas dalam. Selain itu buahnya dicampur air dan gula berguna untuk mengobati batuk dan menurunkan demam. Air rebusan daunnya dipercaya dapat mematikan kutu pada rambut.
Dalam penelitian yang dilakukan Albana Ala Maududi, mahasiswa program studi teknik kimia di fakultas Teknik, Universitas Indonesia, menemukan tingginya kandungan Antioksidan pada daun Jongi. Manfaat antioksidan sendiri bagi tubuh adalah untuk melindungi sel-sel dari kerusakan akibat radikal bebas. Nah, radikal bebas ini bisa menyebabkan peningkatkan kadar kolesterol jahat di dalam tubuh, menyebabkan peradangan, dan melemahkan daya tahan tubuh. Dikutip dari situs alodokter.com, radikal bebas juga meningkatkan risiko terjadinya penuaan dini dan beberapa penyakit, seperti penyakit jantung, kanker, dan demensia.Juga membuat tubuh mudah mengalami sakit-sakitan dan lebih berisiko terkena katarak.
Dulunya Jongi sangat mudah ditemukan karena penyebarannya hampir di seluruh wilayah kabupaten Poso. Namun saat ini kita hanya akan menemukan Jongi yang hidup secara alami jauh ke dalam hutan dengan jumlah yang tak banyak lagi. Jikapun ada di dekat pemukiman, hanya beberapa pohon saja yang dipertahankan oleh pemiliknya yang masih memanfaatkannya. Penurunan jumlah pohon Jongi juga disebabkan oleh praktek illegal logging, pembukaan lahan untuk pertanian/perkebunan, perluasan wilayah pemukiman, dan pembangunan yang mengakibatkan degradasi lahan hutan.
Penulis : Kurniawan Bandjolu
Editor : Pian Siruyu