Ada tiga hal yang cukup menarik di bulan ke-8 pandemi Corona. Pertama, jumlah orang tertular Covid19 terus bertambah disaat orang mulai lupa bahwa virus ini masih ada disekitar kita. Yang kedua, kebijakan yang berubah-ubah, dibidang pendidikan misalnya, sekolah dibuka, lalu di tutup saat jumlah kasus naik, lalu dibuka lagi saat turun, lalu ditutup lagi. Ketiga harapan pada vaksin yang sementara dalam proses pengujian. Sampai pertengahan November 2020 ini efektivitas vaksin disebut baru 90 persen. Tapi dari ketiganya, yang paling bertanggungjawab atas peningkatan jumlah orang tertular adalah tidak adanya keteladanan.
Ditengah meningkatnya kasus orang tertular Covid19 dan menurunnya kemampuan masyarakat menjalankan 3M, suara yang meragukan bahwa Corona itu nyata semakin gencar. Dipercakapan grup-grup WA, pertanyaan yang mengarah pada teori konspirasi muncul. Misalnya begini. “Masakan hari ini dilaporkan 24 orang positif. Lalu 2 hari kemudian sudah langsung turun lagi jumlahnya. Jangan-jangan ini hanya proyek supaya itu dana Covid19 turun”.
Munculnya ketidakpedulian pada protokol kesehatan sederhana itu juga karena banyaknya event kumpul-kumpul yang dibuat oleh beragam institusi resmi. Selain momen kampanye, ada pula wisuda dan pertemuan adat. Ketiga acara ini diklaim memenuhi standar protokol kesehatan. Tapi ketika kita melihat dokumentasi, banyak yang menggantung masker dileher sambil duduk bercakap dalam kerumunan. Jika itu dipertanyakan, maka jawaban yang didapat sangat mudah. “Kita sudah menghimbau agar menaati protokol kesehatan”.
Hari Kamis 26 November 2020 lalu, kabupaten Poso sudah berstatus zona merah penyebaran Covid19. Ada 28 orang dinyatakan positif, totalnya 94 orang. 12 orang meninggal dunia dimana 5 orang diantaranya berstatus positif covid19 dan 7 orang berstatus probable.
Ini membuat kabupaten Poso menjadi wilayah zona merah penyebaran. Sebelumnya Poso juga sudah menjadi wilayah kategori transmisi lokal covid19.
Juru bicara gugus tugas percepatan penanganan covid19 kabupaten Poso, dr Marwan Neno menyebut, naiknya jumlah orang terkonfirmasi akibat tidak disiplinnya warga dalam menjalankan protokol kesehatan yang dikenal dengan 3 M, Menjaga Jarak, Memakai Masker, Mencuci Tangan. Ini merupakan cara sederhana yang mudah dilakukan, kini sudah jarang ditemukan dilingkungan kita sendiri. Yang masih bertahan adalah memakai masker, itupun lebih sering digantungkan dileher. Hanya untuk menghindari teguran atau basa-basi.
Menjaga jarak dan mencuci tangan selalu, adalah kesulitan berikutnya. Bayangkan saja, kita ada di momen politik pilkada, dimana setiap hari ada kerumunan-kerumunan kecil hingga ke desa-desa yang jauh dari fasilitas kesehatan. Yang dilupakan oleh para politisi adalah, kabupaten Poso berstatus wilayah dengan penularan lokal atau transmisi lokal. Mungkin karena yang paling penting bagi mereka adalah merebut kekuasaan, baru kemudian mengobati yang tertular.
Selain acara-acara besar yang menghadirkan ratusan bahkan ribuan orang, ancaman penularan muncul dari rencana pembukaan sekolah. Sekolah, khususnya di Poso memang menjadi aneh. Dibuka lalu ditutup, tergantung statusnya, apakah hijau, kuning, orange atau merah. Pada bulan September 2020, dinas pendidikan dan kebudayaan kabupaten Poso mulai membuka kembali sekolah dasar dan SMP. Keputusan itu menurut kepala dinas pendidikan dan kebudayaan Viktor Tumonggi berdasarkan Surat Edaran Menteri (SE) Pendidikan dan Kebudayan (Mendikbud) dan SE Gubernur Sulteng, serta Surat Keputusan Bupati, tentang perubahan baik PAUD/TK, SD, SMP, SMA dan satuan pendidikan lainnya tahun ajaran 2020/2021 dimasa pandemi COVID-19.
Belum sebulan dibuka, kasus covid19 kembali meningkat, sekolah ditutup lagi pada pertengahan Oktober lewat Surat Edaran (SE) Nomor 484/930/2020 tentang penyesuaian pembelajaran di lingkungan sekolah di Kabupaten Poso. Lalu dibuka lagi pada awal November (https://metrosulawesi.id/2020/11/04/sebagian-sd-di-poso-mulai-dibuka/).
Buka tutupnya sekolah di Poso, kampanye pilkada, dan acara mengumpulkan ratusan hingga ribuan orang itu, mungkin tidak mempertimbangkan status transmisi lokal dan masih rendahnya kesadaran mematuhi protokol kesehatan ditengah masyarakat kita.
Di Poso dan di dunia Covid19 belum menunjukkan tanda akan pergi setelah kasus pertama terkonfirmasi pada bulan Juli lalu. Kita bisa lihat catatan berikut. Sejak hari Senin 23 November 2020, kantor dinas Pertanian kabupaten Poso ditutup setelah seorang stafnya dinyatakan positif covid19. Sebelumnya, tanggal 13 November 2020, kantor BNNK Poso juga ditutup setelah seorang pejabatnya dinyatakan positif.
Sebelumnya kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah dihentikan per 12 Oktober 2020 karena Poso dikategorikan zona orange. Sekolah di Poso mulai ditutup pada 17 Maret 2020 saat virus Corona mulai masuk ke Indonesia, meskipun waktu itu belum ada warga Poso yang terkonfirmasi positif.
Sebaran kasus positif Covid19 terdapat dari kota sampai di desa, meskipun kebanyakan kasus itu terjadi di wilayah yang menjadi jalur utama transportasi antar provinsi.
Data gugus tugas percepatan penanganan covid19 kabupaten Poso menunjukkan dari 94 kasus (sampai hari Kamis 26 November 2020) menunjukkan, di kecamatan Lage ada 13 kasus. Kecamatan Lage merupakan jalur lalulintas yang menghubungkan kabupaten Poso dengan kabupaten Tojo Una-Una hingga ke kabupaten Banggai. Kemudian di kecamatan Pamona Selatan ada 5 kasus. wilayah ini merupakan perbatasan antara kabupaten Poso dengan provinsi Sulawesi Selatan.
Di kecamatan Pamona Utara ada 12 kasus. Selain berada di jalur lalulintas trans Sulawesi yang menghubungkan kabupaten Poso dengan kabupaten Morowali Utara dan Morowali, jalur ini juga dilintasi oleh kendaraan dari provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.
Pusat dari semua jalur itu adalah Poso Kota yang terbagi dalam kecamatan Poso Kota, Poso Kota Utara dan Poso Kota Selatan. Di 3 kecamatan ini ada 30 kasus positif Covid19. Kota Poso adalah pusat pertemuan lalu lintas darat warga di sisi timur Sulawesi. Selain menjadi pusat perkantoran, wilayah ini menjadi pusat ekonomi yang memungkinkan banyak kontak orang-orang dari berbagai daerah.
Dengan jumlah 91 kasus positif. ada 10 orang dirawat di RSUD Poso, sisanya 81 orang melakukan karantina mandiri. Meski protokol kesehatan memungkinkan, namun tidak ada jaminan bahwa mereka yang menjalani karantina mandiri tidak menularkan virus ke keluarganya.
Dikutip dari heath.grid.id, pakar epidemiologi UI, Pandu Riono mengatakan, saat melakukan karantina mandiri sebaiknya anggota keluarga lain tidak satu rumah dengan pasien yang diduga positif Covid-19. Sebab jika karantina dilakukan di dalam satu rumah yang bercampur berisiko tinggi menyebabkan anggota keluarga lainnya ikut terpapar virus corona. Apalagi jika rumah yang ditinggali tidak memiliki sistem ventilasi udara yang baik.
Mengapa lebih banyak yang melakukan karantina mandiri? kepala dinas kesehatan kabupaten Poso, dr Taufan Karwur dalam wawancara dengan sejumlah media baru-baru ini mengatakan, pasien positif yang dirawat di RSUD Poso hanyalah yang memiliki gejala dan memerlukan perawatan medis. Adapun yang tidak memiliki gejala diminta menjalani karantina mandiri.
Di kabupaten Poso, terdapat 2 rumah sakit yang menjadi tempat perawatan pasien positif Covid19 yakni RSUD Poso dan RS Sinar Kasih Tentena. Berdasarkan wawancara dengan direktur RSUD Poso, pada bulan Juni 2020, RSUD Poso terdapat 1 ruang isolasi pasien covid19 dan terdapat 6 tempat tidur untuk pasien yang masuk kategori ODP dengan penyakit penyerta. Satu ruangan disiapkan khusus untuk screening pasien yang datang untuk mengetahui apakah masuk kategori PDP atau ODP. Selain itu pemerintah daerah juga menyiapkan hotel Wisata sebagai rumah sakit darurat khusus Covid19. Adapun di RS Sinar Kasih Tentena ada 2 ruangan khusus disiapkan dengan kapasitas total 5 tempat tidur.
Dengan status transmisi lokal dan zona merah, seharusnya ada tindakan lebih untuk melindungi masyarakat, selain sosialisasi protokol kesehatan, diperlukan langkah yang lebih besar, yakni tes massal. Tunda membuka sekolah dan rumah ibadah untuk mengurangi resiko penularan.