Kaleidoskop Politik Poso 2020 : Kasus Korupsi dan Minimnya Perda untuk Rakyat

0
1157
Kampanye politik di masa Pilkada, salah satu kegiatan yang mengumpulkan orang dalam jumlah banyak di wilayah Tentena, Kabupaten Poso, abaikan alarm bahwa Poso adalah wilayah transmisi lokal Covid19. Foto : Dok.Umum

Hanya 1 dari 10 Rancangan Peraturan Daerah yang Diselesaikan DPRD Poso sepanjang tahun 2020. Pandemi Corona menjadi sebab yang membuat 9 ranperda lain tidak diselesaikan pembahasannya.

Ketua Badan Legislasi Daerah DPRD Poso, Fredrik Torunde mengatakan. Covid19 membuat 2 hal yang memungkinkan proses pembahasan ranperda menjadi tidak bisa dilaksanakan. Yang pertama adalah adanya pembatasan aktifitas mengumpulkan orang banyak. Dalam setiap pembahasan rancangan perda selalu melibatkan orang banyak dalam rapat-rapat. Kedua adalah dialihkannya anggaran penyusunan ranperda untuk penanganan Covid19.

Dalam keputusan DPRD Poso nomor 172/01/KEP.DPRD/2020 tentang perubahan atas lampiran keputusan dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten Poso nomor :172/09/KEP.DPRD/2019 tentang penetapan delapan rancangan peraturan daerah kabupaten Poso sebagai program pembentukan peraturan daerah kabupaten Poso tahun 2020, disebutkan ada 10 rancangan perda terdiri dari 6 usulan pemda Poso dan 4 usulan DPRD Poso.

Dari 10 ranperda yang tertera dalam lampiran itu, hanya rancangan perda tentang perubahan ketiga atas perda nomor 8 tahun 2011 tentang retribusi jasa usaha yang berhasil diselesaikan. Adapun 9 ranperda lainnya dipending sampai tahun 2021.

Morten, kepala bidang Perundangan DPRD Poso mengatakan. Tunggakan ranperda tahun 2020 akan dibahas di Tahun 2021. Namun dari 9 atau 7 sisa ranperda itu, maksimal hanya akan ada 4 yang akan dibahas. Hal itu untuk membatasi intensitas orang berkumpul dalam satu ruangan. Meski menargetkan 4 ranperda. Namun jumlah itu juga belum tentu akan terlaksana mengingat kasus covid19 masih terus bertambah.

Alasan Fredrik Torunde mengatakan bahwa pembatasan aktifitas berkumpul yang bisa terjadi saat rapat-rapat penyusunan ranperda di kantor sebenarnya tidak terlalu relevan mengingat menteri dalam negeri dalam surat edaran nomor 188.34/2180/OTDA  tentang pembahasan rancangan perda selama wabah covid19 pada poin kesatu memang menyebutkan pelaksanaan rapat diluar gedung DPRD harus memperhaikan efisiensi dan efektifitas dan disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.

Poin ini mungkin menjadi alasan utama seperti yang disampaikan oleh Fredrik Torunde, bahwa semua alokasi anggaran penyusunan ranperda dialihkan untuk penanganan covid19. Jika 1 ranperda membutuhkan anggaran 150 juta rupiah, maka ada 1,35 miliar rupiah anggaran untuk penyusunan perda yang dipindahkan ke penanganan covid19. Total DPRD Poso mengalihkan anggaran aktifitas mereka sebesar 12 miliar rupiah untuk covid19.

Namun pademi juga membuka peluang pembiayaan aktifitas apalagi rapat-rapat lebih murah. Dengan memanfaatkan teknologi informasi rapat-rapat dengan narasumber yang berasal dari luar kabupaten Poso justru bisa tetap berlangsung lewat aplikasi Zoom, Skype atau google meet. biaya yang dikeluarkan hanya pembayaran paket internet yang tidak sampai 1 juta rupiah. Ditambah honor-honor narasumber. Begitu juga dengan konsultasi, bisa lewat aplikasi teknologi informasi. Hal itu sudah dibenarkan oleh mendagri.

Baca Juga :  Seatap Semalam, Tokoh Agama Kristen dengan Tokoh Islam di Tokorondo

Pada poin ke 5 surat edaran itu. Disebutkan, pembahasan rancangan perda dapat mengoptimalisasikan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, sarana teleconfrence, dan atau video confrence dan atau sarana telekomunikasi lainnya

Dari 7 atau 9 ranperda yang seharusnya dibahas tahun 2020. Ada rancangan perda tentang tanggungjawab sosial perusahaan kepada daerah dan lingkungan. Ranperda ini merupakan inisiatif DPRD Poso untuk mengatasi polemik pengelolaan dana-dana CSR di kabupaten Poso yang tidak jelas penggunannya selama bertahun-tahun. meskipun sudah digulirkan sejak tahun 2019. Namun ranperda ini tidak kunjung selesai dibahas. 

Salah satu informasi menyebutkan, potensi dana CSR di kabupaten Poso mencapai belasan miliar setiap tahunnya. Namun pertanggungjawaban pelaksanaan maupun penggunaannya tidak jelas sampai saat ini.

Selain soal peraturan daerah, media mosintuwu.com, mencatat serangkaian peristiwa politik di Kabupaten Poso 

Januari

27 Januari, Kejari Poso menahan kepala sekolah SMAN 2 Poso Rina Labulu dengan sangkaan melakukan korupsi dana BOS tahun 2015/2016 sebesar Rp 325 juta. Disaat bersamaan, Kejari juga menahan Steven R Alipa, bendahara Desa Bewa Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso yang diduga menyalahgunakan Dana Desa (tahun 2018 sebesar Rp 121,8 juta.

Februari 

13 Februari, Mantan Kasatpol PP kabupaten Poso Sri Ayu Utami divonis 4 tahun penjara oleh majelis hakim Tipikor Pengadilan Negeri Palu atas kasus korupsi pemotongan gaji karyawan honorer dan pembangunan pos Damkar tahun anggaran 2017 senilai 1 miliar rupiah. Selain pidana penjara, terdakwa diharuskan membayar denda Rp200 juta, subsider 4 bulan kurungan, membayar uang pengganti Rp 753 juta. Telah diperhitungkan dengan pengembalian kerugian negara Rp 204 juta, tambah pembangunan Pos Damkar, subsider 6 bulan penjara.

Hakim menyatakan, Sri Ayu terbukti bersalah dan meyakinkan melanggar pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor. Dia mengatakan, hal memberatkan terdakwa tidak menyesali perbuatanya.

Juli

Mantan Pjs Kepala Desa Panjo, Kecamatan Pamona Selatan, Prawira, dan mantan bendahara desa, Robert Pakende, ditahan pihak Kejaksaan Negeri Poso. Keduanya ditahan atas kasus dugaan korupsi anggaran Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun 2018 untuk pengadaan bibit durian, pengadaan Mobiler untuk PAUD

Baca Juga :  Kerincing Damai Anak Poso

Dikutip dari metrosulawesi.id, Kacabjari Pamona Utara, I Wayan Sukadiasa SH, menyebutkan, Prawira  sebelumnya adalah staf di Kantor Kecamatan Pamona Selatan, namun diberi amanah sebagai Pjs Kades Panjo. Bersama bendahara desa, Robert keduanya diduga telah menyelewengkan anggaran ADD dan DD yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 214 juta. Keduanya  diancam Pasal 3 ancaman minimal 1 tahun maksimal 20 tahun serta Pasal 2 minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun UU Tipikor.

September

3 September, Kepala Desa Pandiri Anton Lidaya diberhentikan sementara dengan alasan menimbulkan keresahan ditengah masyarakat. Dalam surat pemberhentian yang ditandatangani Bupati itu, Anton Lidaya diberhentikan sampai 12 Desember 2020. Pemberhentian ini diambil setelah beredar informasi mengenai terbitnya 1.000 sertifikat tanah di desa Pandiri yang sebagian diberikan kepada warga diluar desa. Hanya 449 sertifikat yang diberikan kepada warga setempat. Bahkan disebutkan ada oknum pihak BPN Sulteng dan kerabat Rujab turut menerimanya.

6 September, KPU Poso menolak pendaftaran calon Bupati Poso-Wakil Bupati, Moh Syarif Rum Machmoed-Vivin Baso Ali karena tidak memenuhi syarat minimal jumlah kursi untuk mendaftar sebagai calon Bupati yakni 6 kursi. Saat mendaftar pada malam tanggal 6 September 2020, Moh Syarif Rum Machmoed yang tidak didampingi Vivin Baso Ali hanya bisa menunjukkan dirinya didukung oleh PDIP (3 kursi) dan partai Berkarya (2 Kursi)

23 September, KPU Poso menetapkan 3 pasangan calon Bupati-Wakil Bupati yakni pasangan Verna Gladies Merry Inkiriwang-Moh Yasin Mangun yang diusung koalisi Demokrat, Hanura, PAN dan Perindo (8 kursi), pasangan Darmin Agustinus Sigilipu-Amdjad Lawasa yang diusung koalisi Golkar, Nasdem, Gerindra, PKS, PPP (17 kursi) dan pasangan T Samsuri-Toni Sowolino yang maju lewat jalur independen bermodal 16,411 KTP.

Oktober

1 Oktober, Pemerintah Daerah Kabupaten Poso akan menerapkan denda Rp50 -200 ribu bagi masyarakat yang melanggar protokol kesehatan pencegahan COVID-19 yaitu tidak memakai masker dan tidak menyediakan tempat cuci tangan mulai 1 Oktober 2020

Upaya para petani di desa Meko kecamatan Pamona Barat untuk mencari penyelesaian atas tenggelamnya puluhan hektar sawah di desa itu karena dinaikkannya debit air danau Poso oleh PT Poso Energi untuk uji coba pintu air bendungan proyek PLTA I dengan mengajukan rapat dengar pendapat dengan DPRD Poso tidak Dihiraukan.

Baca Juga :  Festival Mosintuwu, Ikhtiar Memuliakan Alam & Kebudayaan untuk Kehidupan Kini dan Kelak

Kepala desa Meko, Gede Sukaartana mengatakan, pihaknya sudah mengirimkan surat permintaan hearing itu pada sekitar bulan Oktober lalu. Surat itu dititipkan kepada salah seorang anggota DPRD dari dapil II yang meliputi wilayah Pamona bersaudara. Namun sampai saat ini, tidak ada kabar kapan permintaan para petani itu akan disahuti. Ketua komisi I DPRD Poso, Hidayat Bungasawa, mengakui para anggota DPRD sedang sibuk melaksanakan kampanye pemilihan kepala daerah atau pilkada 2020. 

November

20 November, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Poso secara resmi memberikan sanksi peringatan tertulis kepada satu anggota DPRD setempat Baharudin Sapi’i dari Partai PPP. Komisioner Devisi Hukum dan Pengawasan KPU Poso, Olivia Salintohe,  mengatakan Baharuddin Sapi’i melanggar aturan administrasi tata cara berkampanye saat berkampanye pasangan Calon Bupati Poso nomor urut dua di Kecamatan Pamona Timur belum lama ini.

28 November, Seorang pemilik rumah di Desa Sulewana, kecamatan Pamona Utara, kabupaten Poso, yang akan digusur oleh PT Poso Energi, mengaku takut dan tertekan untuk menandatangani surat pernyataan pengosongan rumah yang disodorkan perusahaan pembangkit listrik tenaga air di Sulewana Poso itu. Dikutip dari antaranews.com, Dia memohon untuk meminta perlindungan keamanan bagi dia dan kami keluarganya.

Dia mengatakan perasaan takut dan merasa ditekan ketika pada Sabtu (28/11) malam, kuasa hukum PT Poso Energi, Irfan Charli bersama unsur TNI, Polri dan Kades Sulewana, mendatangi rumahnya. Mereka datang dan meminta segera menandatangani surat pernyataan pengosongan rumah. Menurut Berkat, dalam proses permintaan tanda tangan itu, dirinya diminta PT Poso Energi harus mengosongkan rumah pada malam itu juga. (https://sulteng.antaranews.com/berita/168408/pemilik-rumah-mengaku-tertekan-oleh-pt-poso-energi)

Desember

9 Desember, Di kabupaten Poso dilaksanakan pemilihan umum kepala daerah Bupati-Wakil Bupati periode 2021-2024 yang diikuti 3 pasangan calon, yaitu pasangan nomor urut 1 Verna Gladies Merry Inkiriwang-Moh Yasin yang diusung koalisi Demokrat, PAN, Hanura dan Perindo. Pasangan nomor urut 2, Darmin Agustinus Sigilipu-Amdjad Lawasa, diusung koalisi Golkar, Nasdem, Gerindra, PKS, PPP. Sedangkan pasangan nomor 3 T Samsuri-Toni Sowolino maju lewat jalur independen dengan modal 16,411 dukungan KTP.

Hasil perhitungan yang dilakukan KPU menunjukkan pasangan Verna-Yasin menang dengan jumlah suara 61,491 atau 48,9 persen. Peringkat kedua pasanga Darmin-Amdjad dengan suara 53,566 suara atau 42,6 persen. Pasangan T Samsuri-Toni mendapat 10,668 suara atau 8,5 persen.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda