Situs Bersejarah dan Nasib Peradaban Poso

0
2619
Peti dengan simbol kerbau di situs Watumakilo. Foto : Dok. Ekspedisi Poso

Ada cerita di balik sebuah situs. Ada kisah tentang peradaban manusia pada situs-situs. Bukan hanya tentang masa lalu tapi bisa jadi masa depan. 

Banyak yang bertanya, apa manfaat menjaga situs dan kisah sejarah itu dimasa kini? 

Peneliti LIPI, Herry Yogaswara mengatakan cerita dari situs-situs itu bukan terutama untuk mengajak kita kembali ke masa lalu. Namun, belajar dari masa lalu membantu kita menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dimasa mendatang. Arkeolog Sulawesi Tengah, Iksam Djorimi menyebutkan bahwa situs bersejarah bukan hanya membuat kita mengenal peristiwa yang mungkin terjadi tapi juga mengetahui siapa kita dan identitas kita.

Untuk mempelajari penyebaran wabah dimasa lalu, keberadaan situs Makilo di Desa Bo’e bisa mewakili penceritaannya . Ribuan tengkorak dan tumpukan tulang belulang di ceruk gua itu.  Sebagian tengkorak berumur sama dengan saat wabah Flu Spanyol menyerang dunia  sekitar tahun 1918 silam. Orang Poso menyebutnya Jua Lele. Dari situs ini kita bisa belajar bagaimana virus penyakit dimasa lalu. Iksam yang juga wakil kepala museum Sulawesi Tengah menyebutkan bahwa perpindahan perpindahan penduduk Poso dimasa lalu biasanya terjadi pada masa terjadinya peristiwa alam yang dasyat atau wabah. 

Kisah dari situs Tando Bancea, misalnya. Berkisah tentang kampung yang runtuh di Bancea, sebuah desa sebelah barat danau Poso yang berkaitan dengan peristiwa gempa bumi dahsyat yang menyebabkan satu kampung ambas kedalam danau. Cerita rakyat ini bisa kita temukan bukti-bukti fisiknya jika menyelam di Tando Bancea. Menyelam dikedalaman sekitar 7 meter, kita akan melihat balok-balok batu besar bergelimpangan didasar danau. Sementara di pinggir tebing masih ditemukan sisa-sisa pekuburan dan benda-benda yang menunjukkan dulunya itu adalah sebuah kampung.

Baca Juga :  Sagu di Poso Makin Tergusur, Padahal Mo Dui Sangat Populer

Peninggalan bersejarah tersebut dinilai penting bagi perkembangan arkeologi, arsitektur, ilmu pengetahuan, dan teknologi budaya tertentu.

Sementara itu, bagi warga , situs bersejarah adalah bagian dari sejarah kehidupan karena didalamnya ada sejarah leluhur. Ceruk Toyali misalnya. Menurut Tadanugi, warga kelurahan Tendeadongi, ceruk Toyadi adalah penguburan leluhur sehingga harus dijaga. 

Situs-situs bersejarah bukan hanya menjadi daya tarik ilmuwan atau para arkeolog, tapi bisa menjadi daya tarik wisata. 

Kabupaten Poso menjadikan sektor pariwisata sebagai salah satu penyumbang pendapatan daerah. Sayangnya hal itu tidak didukung dengan kebijakan pelestarian situs cagar budaya yang menjadi salah satu daya tarik wisatawan. Di situs yang sudah kondang seperti Gua Latea, Gua Pamona dan Gua Tangkaboba saja kondisinya minim perawatan.

Kepala Unit Pengembangan dan Pemanfaatan Cagar Budaya pada Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sulutenggo, Romi Hidayat mengatakan, pemerintah punya peran besar untuk turut memelihara situs cagar budaya sekaligus menjadikannya objek pariwisata. Mengharapkan lembaga lain seperti BPCB menjaga dan memelihara situs, akan sulit karena terganjal minimnya anggaran. 

Tidak terawatnya situs-situs bersejarah di Poso sebagian besar dalam kondisi tidak terawat. Selain kurangnya perhatian pemerintah, masyarakat juga mulai abai menjaganya. Padahal situs-situs ini memiliki nilai sejarah yang penting untuk diketahui oleh generasi saat ini dan yang akan datang.

Penyebab lainnya adalah  pembangunan yang menganggap remeh keberadaan situs-situs bersejarah. Salah satunya Ceruk Toyali di Kelurahan Tendeadongi. Situs Toyali rusak akibat proyek pembangunan jalan oleh perusahaan PLTA. Perusakan ini sempat luput dari perhatian karena letaknya yang jauh dari pemukiman. Tadanugi , warga Tendeadongi dalam wawancara dengan VOA menyebutkan :

Baca Juga :  Gusdurian Peduli Berbagi Bahan Pokok di Masa Sulit

“Yang menjadi keresahan kami, terus terang, perusahaan ini tidak menghargai leluhur kami yang sudah lama di kubur-kubur orang tua kami yang ada di sini,” katanya.

Tampak udara tebing bukit karst lokasi situs kubur prasejarah Toyali yang terdampak pembuatan jalan oleh PT. Poso Energy, Minggu, 14 Februari 2021. (Foto: Yoanes Litha)

Belakangan,  situs Gua Pamona sedang dalam ancaman juga. Proyek pengerukan sungai danau Poso oleh PT Poso Energi yang bertajuk penataan sungai Poso itu ternyata bukan hanya untuk mengeruk pasir dan lumpur yang konon menyebabkan pendangkalan. Tiga buah kapal besar yang diduga digunakan untuk memasang dan melakukan pengeboman menggunakan dinamit sempat berada beberapa hari di wilayah Gua Pamona . Kapal-kapal yang diduga untuk menghancurkan batu di dasar sungai yang terhubung dengan Gua Pamona itu kemudian disingkirkan setelah protes dan kritik dari masyarakat. 

Cristian Bontinge, ketua adat Kelurahan Pamona menceritakan pengalamannya puluhan tahun lalu ketika memasuki Gua Pamona. Di dalam Gua Pamona terdapat beberapa ruang yang turun masuk kearah sungai danau Poso. 

“Waktu berada di beberapa tingkat dibawah itu, suara air mengalir itu sudah diatas kita. Sehingga kalau ada aktifitas yang bisa membuat batu-batu di sungai itu pecah, Goa Pamona pasti rusak. Kita tidak tahu kerusakan apa lagi yang akan terjadi bila itu dilakukan”kata ngkai Bontinge, panggilan Christian Bontinge menyatakan kegelisahannya.

Gua Pamona dan situs bersejarah lainnya, menurut ngkai Bontinge bukan hanya saksi sejarah peradaban To ( orang ) Pamona dimasa lalu. Tapi juga menjadi pengingat bagaimana leluhurnya menjaga alam agar tetap terjaga sehingga tetap layak ketika diwariskan kepada generasi selanjutnya.

Baca Juga :  Hari (Gerakan) Perempuan Indonesia: Kritik terhadap Hari Ibu

Sebagai catatan, berdasarkan data BPCB Gorontalo tahun 2014. Dari 87 situs yang dilindungi di kabupaten Poso, 10 situs ada di kecamatan Pamona Puselemba, yakni :

  1. Gua Pamona
  2. Rumah AC Kruyt
  3. Ue Datu
  4. Menhir Pamona
  5. Ceruk Latea 1 dan Gua Latea
  6. Ceruk Tangkaboba
  7. Arca Kerbau Peura
  8. Gua Tangkaboba
  9. Watu mPangasa Angga
  10. Watu Rumongi

Sebenarnya jumlah situs bersejarah di pinggiran danau Poso masih banyak. Dalam perjalanan Ekspedisi Poso tahun 2019, Iksam Djorimi mencatat, selain situs yang sudah didata oleh BPCB, masih ada 15 situs yang penting dalam sejarah peradaban di danau Poso. Namun situs-situs ini belum terdaftar didalam peta sistem registrasi nasional cagar budaya.

Berikut adalah situs-situs di pinggir danau Poso yang belum terdaftar di sistem registrasi nasional cagar budaya.

  1. Tando Bancea, desa Bancea
  2. Ngoyontava
  3. Makilo, desa Boe
  4. Bukit Lamusa, desa Korobono
  5. Gua Tangkadao
  6. Wawondoda I
  7. Wawondoda II
  8. Gua Kandela I
  9. Gua Kandela II
  10. Watu mPogaa, kelurahan Pamona
  11. Posunga Kodi, kelurahan Pamona
  12. Posunga Bangke, kelurahan Pamona
  13. Gua Tonoha
  14. Gua Labu I
  15. Gua Labu II

Mendaftarkan situs-situs ini dalam sistem registrasi nasional cagar budaya alam adalah langkah awal untuk melestarikan dan menjaga situs.  Pendaftaran situs perlu disertai dengan penggalian kembali sejarah situs . Kesadaran dari masyarakat tentang pentingnya menjaga situs bisa menjadi modal bersama masyarakat untuk mewarisi sejarah dan nilai situs kepada masyarakat. 

Karena, pada sebuah situs ada nasib peradaban kebudayaan .

Bagikan
Artikel SebelumnyaPolusi Kenangan
Artikel SelanjutnyaTerjerat Korupsi Dana Desa
Pian Siruyu, jurnalis dan pegiat sosial. Aktif dalam kegiatan kemanusiaan sejak konflik Poso. Sejak 2005 aktif menulis di surat kabar lokal dan media online. Sekarang aktif menulis tentang isu ekonomi, sosial, politik di Kabupaten Poso dan Sulawesi Tengah untuk media Mosintuwu termasuk berita di Radio Mosintuwu

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda