Dokumen setebal 69 halaman dengan judul Laporan Inventarisasi Keragaman Geologi dan Warisan Geologi di Danau Poso, diserahkan Tim Ekspedisi Poso kepada Pemerintah Kabupaten Poso, Jumat 25 Juni 2021. Penyerahan dokumen warisan geologi ini melalui proses panjang. Berawal tahun 2019, paska peristiwa 28 September 2018 di Palu dan sekitarnya. Ketika itu, Ekspedisi Poso yang merupakan gabungan nelayan, petani, tokoh adat, akademisi, aktivis, pegiat literasi, jurnalis dan film maker melakukan perjalanan keliling danau Poso untuk mencatat kekayaan alam hingga potensi bencana diwilayah ini. Hasil perjalanan itu kemudian didiskusikan hingga menghasilkan rekomendasi geopark danau Poso. Dalam tahapan menuju geopark danau Poso inilah disusun menjadi sebuah dokumen awal, dokumen warisan geologi. Sebelum diserahkan, beberapa kali dilakukan diskusi dengan pemerintah daerah dan DPRD, baik lewat zoom maupun pertemuan langsung.
Ketua Ekspedisi Poso, Lian Gogali saat menyerahkan dokumen menyebutkan bahwa dokumen ini adalah sebuah dokumen hidup. Sebagai dokumen hidup, maka diharapkan diaktifkan dalam serangkaian kebijakan Pemerintah Daerah, dan membudaya dalam masyarakat.
Wakil Bupati Poso, Yasin Mangun, yang mewakili Pemerintah Daerah menerima dokumen dan mengungkapkan komitmen pemerintah daerah untuk mendukung ditetapkannya danau Poso sebagai Geopark.
“Kami merasa berbangga jika hari ini sudah ada penyerahan dokumen (warisan geologi) ini. Yang kemudian kita pikirkan bersama tindak lanjutnya. Kami siap dan berbangga dengan hal ini”katanya. Setelah menerimanya, Yasin mengatakan akan mempelajari semua data yang ada didalam dokumen itu.
Yasin meminta agar para ahli yang tergabung di tim Ekspedisi Poso membantu pemerintah daerah untuk bersama-sama menentukan langkah selanjutnya yang harus dilakukan. Agar dokumen ini menjadi dokumen yang hidup, Yasin meminta agar ada pertemuan berikutnya untuk merumuskan lebih detail langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk melakukan tahapan yang disyaratkan dalam ketentuan tentang pembentukan Geopark.
Menyadari bahwa menuju status Geopark tidak mudah, Yasin berharap semangat untuk mewujudkannya tidak mudah patah. Jika ada kendala, dia yakin ada solusi yang bisa ditempuh. Ini tentu pernyataan menggembirakan yang diucapkan oleh pemimpin daerah.
Assoc. Prof. Dr. Nur Sangaji DEA, salah satu tim ahli Ekspedisi Poso yang ikut hadir dalam penyerahan dokumen menyebutkan pentingnya kerjasama.
“Biasanya, jika pemerintah daerah membuat program, masyarakat tidak tahu banyak dan tidak didukung masyarakat. Sebaliknya jika masyarakat memiliki inisiatif atau program, tidak dianggap atau dipedulikan oleh pemerintah. Apa yang sedang terjadi sekarang membuktikan Kabupaten Poso bisa mematahkan hal tersebut dalam kerjasama pentahelix”
Kerjasama untuk mewujudkan geopark danau Poso ini mulai terlihat dengan pernyataan dukungan dari Pemerintah Daerah atas inisiatif yang muncul dari masyarakat dalam pengelolaan danau Poso. Sebelumnya, dalam diskusi terfokus geopark danau Poso Jumat 30 April 2021, bupati Poso drg. Verna Ingkiriwang menyatakan dukungannya dengan menyebutkan kutipan dari pernyataan masyarakat bahwa danau Poso adalah kehidupan ( Baca juga : Menuju Geopark Danau Poso ).
Menjadi sebuah geopark adalah proses yang panjang. Dokumen warisan geologi ini masih harus diserahkan kepada Bappenas dan Kementrian ESDM, Badan Geologi untuk diperiksa. Penetapan sebuah wilayah menjadi geopark harus diawali dengan penetapan wilayah tersebut sebagai Warisan Geologi. Danau Poso punya banyak alasan untuk ditetapkan sebagai wilayah geopark ( Baca juga : Kekayaan Danau Poso, Menuju Geopark ), namun kerjasama dan kerja keras masih perlu dikuatkan.
Apakah geopark itu? berdasarkan Peraturan Presiden nomor 9 tahun 2019 tentang pengembangan Taman Bumi, disebutkan Taman Bumi yang selanjutnya disebut Geopark adalah sebuah wilayah geografi tunggal atau gabungan yang memiliki situs Warisan Geogologi (Geosite) dan bentang alam yang bernilai, terkait aspek warisan geologi (Geoheritage), keragaman geologi (Geodiversity), Kenakeragaman Hayati (Biodiversity), keragaman Budaya (Cultural Diversity). Serta dikelola untuk kepentingan konservasi, edukasi dan pembangunan perekonomian masyarakat secara berkelanjutan dengan keterlibatan aktif masyarakat dan pemerintah daerah. Diharapkan dapat menumbuhkan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap bumi dan lingkungan sekitarnya.
Perjalanan Ekspedisi Poso yang dilakukan oleh gabungan nelayan, petani, akademisi, aktivis, jurnalis, pegiat literasi pada tahun 2019 dan 2021 menemukan alasan mengapa danau Poso perlu dijaga dari kerusakan. Ada alasan kepentingan ilmu pengetahuan, sejarah, budaya dan wisata. Namun diatas semua itu, adalah keberlanjutan kehidupan masyarakat yang mendiami pinggir danau hingga sungai Poso.
Data BPS tahun 2021 menunjukkan, dari 244,875 ribu jumlah penduduk kabupaten Poso, ada 58,436 jiwa yang tinggal di pinggir danau yang memiliki panjang 32 kilometer dan lebar 16 meter ini dengan sebaran, 10 desa di kecamatan Pamona Puselemba, 5 desa di Pamona Barat, 5 desa di Pamona Selatan, 4 desa di kecamatan Pamona Barat. Jumlah ini mencakup 23,8 persen penduduk kabupaten Poso. Ini belum termasuk desa-desa disepanjang aliran sungai Poso yang memanfaatkan aliran airnya untuk pertanian dan sumber air untuk keperluan hidup sehari-hari.
Mengapa Mendorong Geopark?
Selain menjadi sumber kehidupan bagi warga. Danau Poso juga menjadi daya orang yang gemar berwisata dan melakukan penelitian. Belakangan, potensi airnya menjadi incaran para pengusaha sebagai sumber pembangkit listrik. Tentu tidak masalah bila tidak mengganggu kehidupan yang sudah ada sebelumnya, seperti petani yang menanami tanah-tanah subur dipinggir danau saat air surut.
Perubahan kondisi danau Poso dan sungainya kini berkaitan dengan investasi PLTA bernilai triliunan rupiah. Naiknya debit air untuk menggerakkan turbin mengubah Kompodongi dari tempat berkembang biaknya ikan menjadi tempat pembuangan pasir dan lumpur dari dasar sungai yang dikeruk.
Kajian yang dilakukan beberapa akademisi mengenai kondisi Kompodongi, menemukan kawasan itu telah kehilangan fungsinya sebagai sumber makanan bagi ikan-ikan di sungai dan danau Poso. Semua itu akibat diubahnya kawasan lindung seluas kurang lebih 34 hektar itu menjadi tempat penampungan pasir dan tanah hasil pengerukan dasar sungai Poso yang kemudian hendak dijadikan taman.
Peneliti pusat Limnologi LIPI, Dr Lukman, dalam seri Webinar Danau Poso, Danau Purba Jantungnya Wallacea pada 6 Juni 2020 mengatakan dua hal. Adanya perubahan wilayah pinggiran danau menjadi sawah dan surutnya wilayah litoral karena pengerukan outlet danau Poso dan terputusnya ruaya sidat karena adanya PLTA.
“Di beberapa wilayah tepian danau sering tergenang air karena banjir padahal kalo kita lihat tinjauan limnologis, batas danau itu adalah batas air tertinggi pada saat banjir musiman maupun banjir 10 atau 5 tahunan, tetapi ini menjadi satu legitimasi bahwa karena ada banjir di tepian danau sehingga outlet danau harus diturunkan agar tidak ada banjir, padahal tinjauan dari limnologis ini merupakan wilayah transisi perairan darat penting”katanya
Selain Kompodongi. Dampak lain adalah 200 sampai 200 hektar sawah yang tidak bisa ditanami sepanjang tahun 2020. Lalu terendamnya lebih dari 200 hektar lahan penggembalaan tradisional, tempat sekitar 700 ekor kerbau warga di kecamatan Pamona Tenggara dan Pamona Selatan Akibatnya sekitar 94 ekor kerbau mati karena kekurangan makanan. Banyak pemilik kerbau akhirnya kena denda karena kerbau-kerbau yang kehilangan sumber makanan itu merusak sawah dan kebun orang.
Rentetan kejadian diatas harus dicegah. Karena itu, menetapkan danau Poso sebagai warisan Geologi penting dilakukan. Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 9 tahun 2019, pada bab 1 tentang ketentuan umum, pasal 1 ayat (7) menyebutkan pengembangan Geopark untuk mewujudkan pelestarian warisan geologi (geoherithage), keragaman geologi (Geodiversity), kenakeragaman hayati (Biodiversity) keragaman budaya (culutral diversity) yang dilakukan bersama-sama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan melalui upaya konservasi, edukasi dan pembangunan perekonomian masyarakat secara berkelanjutan.
Melestarikan Lingkungan, Mendorong Ekowisata
Dalam pemaparan Togu Santoso Pardede, Kasubdit Geologi Mineral Pertambangan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas pada webinar Sinergitas Geopark NNasional Banyuwangi Menuju Unesco Global Geopark, 10 Juli 2020 lalu, dipaparkan destinasi pariwisata prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Didalam pemaparan itu, mayoritas yang dimasukkan dalam rencana prioritas adalah wilayah yang berstatus Geopark, Taman Nasional dan kawasan strategis pariwisata nasional. Sayangnya tidak satupun wilayah di Sulawesi Tengah termasuk kabupaten Poso yang masuk dalam rencana itu.
Karena itu, mendorong Geopark danau Poso menjadi salah satu upaya agar ada perhatian lebih yang diberikan pemerintah pusat untuk melindunginya. Modalnya sangat kuat. Ada kekayaan Geologi berupa bukti terbentuknya pulau Sulawesi. Beragam satwa endemik seperti Masapi (sidat), Bungu (ikan endemik) dan beberapa jenis kerang yang hidup didalam danau. Bukti kehidupan pra sejarah didalam gua-gua di pinggir danau dan tradisi masyarakat seperti Mosango (menangkap ikan dengan alat tradisional), Monyilo (menangkap ikan dengan tombak dimalam hari), Waya Masapi (memerangkap Sidat menggunakan struktur bangunan dari kayu dan bambu ditengah sungai)
Perjalanan dua kali Ekspedisi Poso mencatat, kekayaan geologi, keragaman hayati dan keragaman budaya di sekeliling danau Poso. Di bidang Geologi ditemukan adanya warisan geologi yang berpotensi menjadi warisan geologi berkelas dunia diantaranya batuan Sekis Biru dan Sekis hijau sebagai penanda terbentuknya Pulau Sulawesi. Dua jenis batuan ini bisa kita temukan di antara desa Kuku dan desa Panjoka di kecamatan Pamona Utara.
Untuk warisan geologi berskala nasional didominasi situs dengan geomorfologi struktural, bentangalam pantai, air terjun dan Goa-Goa pendukung arkeologi yang menonjolkan keindahan alam dan keunikan batuan yang ada.
Warisan geologi yang ada di kawasan Kecamatan Pamona Utara, Pamona Pusalemba, Pamona Barat, Pamona Selatan, dan Pamona Tenggara , umumnya memiliki karakteristik berupa batuan, pantai, serta air terjun yang juga adalah bukti struktur geologi. Lokasi Geosite yang ada di sekitar danau Poso, seperti Kecamatan Pamona Utara, Pamona Pusalemba, Pamona Barat, Pamona Selatan, dan Pamona Tenggara juga berada pada struktur sesar Poso dan Poso Barat yang masih aktif hingga saat ini. Lokasi-lokasi geosite yang ada di 5 kecamatan itupun sebagian besar berada di kawasan pesisir danau. Selain memiliki keindahan, geosite-geosite tersebut berpotensi terjadi bencana khususnya gempa bumi.
Tentu bukan sekedar memiliki keindahan alam. Geopark juga berfungsi mengidentifikasi warisan geologi, serta juga lokasi yang mempunyai nilai-nilai arkeologi, ekologi, nilai sejarah atau budaya. Informasi-informasi itu diberikan seluas-luasnya kepada masyarakat. Sehingga memberikan nilai tambah pendidikan dan pengetahuan yang menarik.
Wisata geologi dapat dijadikan sarana sosialisasi ilmu pengetahuan alam, pendidikan lingkungan dan pelestarian alam sehingga diharapkan timbulnya kesadaran untuk menjaga warisan tersebut dan pada akhirnya akan tercipta pembangunan berkelanjutan berbasis kearifan lokal.