Berwarna putih kekuningan cerah untuk yang betina dan agak gelap untuk yang jantan. Mudah dikenali karena bentuk mulutnya lebih panjang dibandingkan ikan-ikan lain di Danau Poso dan sungai-sungai yang masuk ke danau. Anasa, namanya. Sering juga disebut didisa, dengan nama latin Nomorhamphus Celebensis.
Meski unik dari ikan berukuran kecil lainnya, Anasa tidak sering bahkan mungkin tidak pernah ada di meja makan sehari-hari orang Poso. Kalah populer dengan ikan Bungu yang sudah punah diduga karena leturan Gunung Colo. Lalu mengapa kita harus memperhatikan ikan ini agar tidak punah meskipun tidak ada dipiring makan siang kita?
Berukuran maksimal 8 cm, Anasa memegang peranan penting dalam ekosistem sungai dan danau Poso. D.r Meria Tirsa Gundo, ahli perikanan sekaligus ketua Masyarakat Iktiologi Sulawesi Tengah dan Gorontalo menyebutkan Anasa berperan sebagai parameter untuk mengetahui kualitas air yang baik.
Anasa, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan, sangat mudah mati apabila terkena cemaran. Karena itu, jika sebuah wilayah perairan masih memiliki ikan Anasa, berarti kualitas airnya masih sangat baik. Sebaliknya, jika Anasa tidak ada lagi, itu menandakan kondisi perairan danau Poso memburuk. Bahkan, jika Anasa tidak ada lagi akan berdampak akumulatif bagi kesembangan danau dan biota akuatik yang lainnya.
Anasa pertamakali di dentifikasi oleh M.C.W.Weber dan de Beoufort dalam penjelajahan mereka ke wilayah Poso, tahun 1922 silam. Kedua peneliti itu kemudian mempublikasikan temuannya itu dengan nama Nomorhamphus Celebensis, sebagai Famili Zenarchopteridae endemik Danau Poso.
Setelah keduanya, banyak peneliti yang datang kemudian untuk mempelajari spesies di danau Poso dan sungai-sungainya. Misalnya Lynne R. Parenti, Kristina D. Louie dan P. Beta yang melakukan penelitian pada 13 Agustus tahun 1995. Mereka mengambil sampel 4 ekor Anasa untuk didokumentasikan dan di simpan untuk diteliti lebih lanjut di National Museum of Natural History, Amerika Serikat. Selanjutnya, tahun 2017, Dewi Fatmawati dari Universitas Sintuwu Maroso mendeskripsikan rangka dan bentuk tubuh Anasa secara keseluruhan dengan sampel yang diambil di Sungai Tentena.
Anasa akan punah jika perairan tercemar. Pencemaran yang bersumber dari limbah rumah tangga, zat dari pupuk kimia dan pestisida di lahan pertanian yang mengalir di sungai dan bermuara di danau Poso menjadi penyebab paling utama punahnya Anasa. Terutama apabila pencemaran air telah melebihi batas toleransinya. Sayangnya, proses itu sudah terjadi saat ini. Beban pencemaran disungai-sungai yang mengalir ke Danau Poso yang terhubung dengan lahan pertanian kemungkinan besar telah menyebabkan penurunan populasi Anasa.
Krisis air bersih di dunia, termasuk di Indonesia sedang melanda dunia . Dilansir dari National Geopgraphic, satu dari sepuluh penduduk dunia tidak memiliki akses air bersih. Penelitian World Research Institute (WRI) pada 2015 mengenai kondisi ketersediaan air bersih, menyimpulkan proyeksi bahwa pada 2040 saja dunia sudah berada dalam situasi krisis. Kebutuhan air akan meningkat pesat per tahun karena adanya kebutuhan dari manusia, pertanian, dan industri . Dikutip dari TIME, sekretaris jenderal PBB Antonio Guterres menyebut pada 2050 permintaan terhadap air bersih diproyeksikan meningkat sebanyak lebih dari 40 persen. Saat itu terjadi, setidaknya seperempat populasi dunia akan hidup di negara-negara dengan krisis air bersih yang sangat kronis.
Ronal Kayori, petani dan nelayan di desa Soe kecamatan Pamona Puselemba mengatakan, dulu dia menemukan banyak sekali ikan ini di sungai desanya. Tapi sekarang, nyaris sudah tidak ada lagi.
Dalam perjalanan Ekspedisi Poso, kami masih menemukan Anasa dalam jumlah banyak di sungai Saluopa, dekat air terjun terkenal Wera Saluopa. Di tempat lain seperti sungai desa Tolambo, sungai desa Bo’e, sungai desa Tindoli, sungai desa Bancea dan sungai desa Toinasa, kami juga masih menemukannya namun dalam jumlah yang sedikit. Sungai di wilayah itu merupakan saluran utama pembuangan irigasi yang menuju ke danau Poso.
Papa Nining, nelayan di desa Tolambo mengatakan, bahwa dulunya ikan Anasa yang ditemukannya di sungai-sungai wilayah desa Peura hingga desa Tokilo sangat banyak. Saat ini, meskipun masih ditemukan, sudah jauh berkurang, bahkan ukurannya lebih kecil.
“Ane owi bose-bose kana, sako tau momeka nakoni umpan, kono na peka”kata Papa Nining.
Yang artinya, dulu ikan ini lebih besar ukurannya, jika orang memancing juga mendapat ikan Anasa karena makan umpan pada pancing. Itu karena ikan Anasa masih sangat banyak saat itu.
Menjaga lingkungan perairan, menjaga Anasa adalah menjaga masa depan dunia.
Ditengah proses kepunahan banyak spesies penting yang semakin cepat, maka upaya untuk menjaga lingkungan tetap lestari menjadi hal yang tidak bisa ditunda lagi. Pertanian organik yang ramah lingkungan, membudayakan pengelolaan sampah bagi warga di desa-desa sekitar danau Poso, juga dihentikannya aktivitas yang merusak lingkungan termasuk pengerukan. Proses menjadikan danau Poso sebagai geopark yang menjaga keanekaragaman hayati, keragaman geologi dan keragaman budaya akan menjadi bagian dari upaya konservasi untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Anasa, ikan kecil parameter air bersih menjadi duta biota yang mengirimkan pesan . Jika hilang, pesan tentang bahaya yang mengancam. Kehadirannya, memberi harapan pada masa depan bumi.
Penulis : Kurniawan Bandjolu
Editor : Lian Gogali