“Dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau, sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia”
Petikan bait lagu “Dari Sabang Sampai Merauku” dinyanyikan riuh oleh 25 anak-anak yang bergabung di Rumah Belajar Anak Indonesia, 12 Juni 2021. Lagu ini menggambarkan asal mereka : dari Aceh, Samarinda, Pontianak, Padang, Medan, Jember, Poso, Ambon, Papua. Meski tanpa memasang peta Indonesia di layar, mendengarkan lagu ini dinyanyikan penuh semangat terbayang ujung Barat sampai ke Timur Indonesia.
Keriangan menyanyikan lagu bersama hanya salah satu dari keseruan perjalanan pertama Rumah Belajar Anak Indonesia ( RBAI ) di Rumah “Rasa Memiliki” ( Link tentang RBAI : Rumah Belajar Anak Indonesia ) Di perjalanan online ini, anak-anak mengeksplorasi keberagaman budaya, tradisi dan kepercayaan mereka yang kaya dan unik. Mereka berbagi harta karun dari daerah masing-masing berupa lagu, makanan khas, pakaian tradisional, permainan, cerita seru tentang identitas dan hobi mereka. Serunya, anak-anak yang belum pernah bertemu ini saling memberikan semangat dan sorakan ceria ketika teman yang lain akan berbagi cerita.
Cerita menarik berdatangan. Dari Ambon misalnya, ada Lola, Noni dan Minces, ketiganya menceritakan menu Ikan bakar dengan sambal yang disebut ‘Ikan colo-colo’. Colo berarti celup; saat makan ikan kita celupkan di sambal. Tidak sampai 15 menit, saya menjadi lapar mendengarkan anak-anak ini seru berbagi makanan khas daerah mereka.
Bukan hanya dari Ambon, deretan makanan khas daerah diceritakan. Ada mi kuah yang terkenal dari Aceh, kue keranjang dari Pontianak, Papeda dari Papua, Arogo Onco dari Poso, Amplang Ikan Gabus di Samarinda . Menu-menu yang dibagikan mengundang seruan “waaah enak” atau “ aduh, belum pernah makan” ada juga ‘wah mau makan’ yang tak henti dari anak-anak lainnya.
Selain makanan, anak-anak juga bangga memperkenalkan pakaian adatnya, dari Ulos di Medan , tali bonto dan siga dari Poso, sampai Bundo Kanduang di Padang. Ada juga cerita tentang Suku Dayak dari Samarinda. Dari Jember, anak-anak dari Takoner bercerita serunya engrang yang telah mengantar mereka ke dunia internasional. Anak-anak dari daerah lain kagum melihat bagaimana mereka berjalan menggunakan bambu, yang pasti butuh keseimbangan tubuh yang luar biasa untuk bisa memainkannya.
Bahkan tanpa ragu, anak-anak berbagi cerita tentang tradisi perayaan keagamaan mereka. Anak-anak dari Pontianak, lancar bercerita dengan bagaimana mereka merayakan natal, idulfitri dan imlek dengan saling mengunjungi. Mereka bahkan menyediakan video khusus tentang bagaimana mereka saling bersilaturahmi satu sama lain di hari raya.
Saya sungguh takjub melihat interaksi di antara mereka. Pertama, mereka belum pernah bertemu sama sekali namun keakraban terjalin dengan mudah meskipun mereka berasal dari berbagai daerah dan memiliki beragam latar belakang agama dan suku. Kedua, meski hanya bertemu secara virtual, tetapi mereka tidak sungkan berbagi kegembiraan, semangat dan energi positif juga saling mendukung. Antusiasme yang mereka tampakkan ketika mendengar cerita dari daerah lain seakan menunjukkan keinginan untuk mengenal berbagai perbedaan yang kaya sembari bangga memiliki cerita mereka sendiri. Saya merasakan anak-anak ini memiliki hati selapang lautan yang penuh dengan kebaikan dan rasa saling memiliki yang sudah jarang dimiliki sebagian dari kita.
Pada akhir perjalanan virtual, anak-anak bersorak senang saat kami merencanakan akan melakukan perjalanan berikutnya dengan topik yang berbeda. Ruang bertemu, saling bercerita dan saling mengenal dengan yang lain dari berbagai wilayah dan daerah meskipun secara virtual seakan menjadi kesukaan baru . Hal yang sama diungkapkan kakak pendamping yang mengorganisir keterlibatan anak-anak dalam RBAI . Perjalanan rumah belajar anak Indonesia ini merupakan kerjasama Institut Mosintuwu dengan Balai Syura Unang Inong Aceh, PKPA Medan, Rumah Kreatif Naya Padang, TANOKER Jember, Komunitas Cerlang Pontianak, FIM Samarinda, Rumah belajar Papua dan Learning Page Ambon.
Merujuk pada hak-hak anak dalam konvensi hak-hak anak PBB, jelas menuliskan bahwa anak-anak berhak atas pendidikan, ruang bermain yang aman, hak atas perlindungan, hak untuk setara, dan terlibat dalam pembangunan. Maka, sudah seharusnya membangun ruang bertemu yang nyaman dan aman untuk anak-anak adalah suatu kewajiban. Bukan saja menjawab tantangan ini dalam masa pandemi tapi juga di waktu lainnya dalam keadaan yang normal.
Di masa pandemi, sistem pendidikan daring dan luring masih tidak cukup menjadi ruang yang dapat diandalkan oleh banyak anak-anak di Indonesia. Ruang belajar tidak cukup tanpa menghadirkan kesetaraan, rasa yang aman dan menyenangkan untuk anak-anak.
Hal ini ditunjukkan tanpa ragu oleh anak-anak dari berbagai daerah dalam rumah belajar anak Indonesia. Di ruang belajar bersama ini menjadi medium anak-anak menjelajah untuk melihat dan meraih dunia yang luas dan beragam. Sebuah ruang untuk mengenal diri mereka, dan orang lain. Meluaskan pengetahuan mereka tentang keadaan sosial dan lingkungan tempat mereka tinggal.
Sebuah ruang penjelajahan yang mengantarkan mereka pada pengetahuan dan nilai dalam diri untuk menciptakan perubahan dimana mereka bertumbuh. Dalam ruang belajar ini anak-anak mampu mengenal identitasnya, ciri khas dan perbedaan mereka. Mereka akan belajar tentang emosi di dalam dirinya juga dengan orang lain. Tentang bagaimana berdialog dan mendengarkan orang lain, dan bekerja bersama orang lain untuk membangun hubungan yang peduli, peka dan saling menghargai satu dengan yang lain.
Yang paling penting ruang belajar ini harus menjadi ruang yang aman dan bebas untuk anak-anak, tempat dimana suara dan ide-ide mereka bisa didengarkan dan dikembangkan bersama-sama.
Perjalanan pertama ini, ada harapan anak-anak menemukan dan menghargai keberagaman dan menjadi diri mereka sendiri.
Keterangan : Link kegiatan Perjalanan :”Rumah Belajar Anak Indonesia : Mengembangkan Rasa Memiliki
Penulis : Lani Mokonio
Editor : Lian Gogali