Hari Tani : Petani Pinggiran Danau Poso Tuntut Keadilan atas Sawah Terendam

0
1013
Menyambut hari Tani 2021, petani Desa Meko melakukan aksi di areal persawahan yang terendam menuntut PT. Poso Energy mengganti kerugian sawah dan mengembalikan siklus air Danau Poso agar bisa kembali menanam. Foto : Dok.Mosintuwu/RayRarea

“Ucapan selamat kepada para petani di hari Tani , apakah masih juga ditujukan kepada kami yang sawah dan kebunnya tidak bisa diolah dan dipaksa berhenti menjadi petani? “ 

Roslin Langgara, 49 tahun, petani desa Meko, Kecamatan Pamona Barat, bertanya dalam surat terbukanya kepada Presiden Jokowi. Surat terbuka ini disampaikan Roslin dalam aksi hari Tani mewakili ratusan petani di pinggiran Danau Poso.

Puluhan petani desa Meko kecamatan Pamona Barat menggelar aksi protes di tengah sawah mereka di pinggir danau Poso. Protes dilakukan setelah lebih dari 15 bulan sawah-sawah mereka tidak bisa ditanami akibat terus direndam air danau Poso. Sejak bulan Juli 2020 hingga saat ini lebih dari 100 hektar lahan sawah milik sekitar 148 keluarga di desa Meko tidak bisa lagi ditanami karena terendam air danau Poso yang tidak kunjung surut. Para petani menduga penyebab tidak surutnya air danau Poso adalah bendungan PLTA Poso I milik PT Poso Energi yang dibangun di desa Saojo kecamatan Pamona Utara, sekitar 25 kilometer dari desa Meko.

Sejak pertengahan tahun 2020  hingga saat ini sudah 3 kali musim panen terlewatkan. Para petani bukan saja kehilangan sumber utama pencaharian tapi anak-anak mereka juga kehilangan kesempatan melanjutkan pendidikan karena tidak ada lagi sumber pembiayaan. Selain Desa Meko, desa-desa lain di sekeliling Danau Poso yang sawahnya terendam adalah Peura, Dulumai, Tindoli, Tolambo, Tokilo, Panjo, Bancea, Taipa, Salukaia, Toinasa, Tonusu, Buyumpondoli. Survey Dinas Pertanian Poso menyebutkan luas lahan yang terendam 426 ha, lalu direvisi kembali 260 hektar.

Baca Juga :  Poso Merespon Covid-19, Harusnya Belajar dari Tadumburake

Pada awalnya, karena tidak mengetahui penyebab tidak surutnya air danau Poso, banyak petani tetap mengolah sawah dengan harapan air akan surut sebagaimana biasanya. Namun saat padi baru berumur beberapa minggu, air kembali naik merendam padi hingga mati atau dimakan keong. Demikian berulang kali terjadi sepanjang musim tanam tahun 2020 hingga September 2021.

Made Sadia,  salah seorang petani Meko yang 3 kali  mengalami kerugian karena tiga kali padi yang ditanam di 3 hektar sawahnya musnah direndam air danau. Seperti petani lainnya, awalnya Made tidak mengetahui penyebab naiknya air danau Poso yang tidak seperti siklus yang mereka kenal. Belakangan dia dan petani lainnya mendengar itu disebabkan uji coba pintu air PLTA Poso I.

Petani desa Meko menyampaikan tuntutan dalam aksi menyambut hari Tani agar sawah-sawah mereka bisa kembali diolah . Foto : Dok.Mosintuwu/Sofyan

Upaya untuk meminta penjelasan dan pertanggungjawaban sudah diupayakan berkali-kali, baik dilakukan oleh masing-masing petani maupun kemudian dilakukan secara bersama-sama kepada PT Poso Energi, pemda Poso maupun DPRD. Namun tidak ada yang menyatakan bertanggungjawab.

Padahal, dalam penjelasannya di sejumlah media, PT Poso Energi mengakui uji coba pintu air proyek PLTA I mereka akan menyebabkan kenaikan permukaan air danau hingga 50 cm. Kepala dinas pertanian kabupaten Poso juga mengakui adanya kenaikan air danau yang berdampak pada ratusan hektar sawah-sawah di pinggir danau Poso termasuk sekitar 300 hektar lahan penggembalaan kerbau tradisional di kecamatan Pamona Tenggara. 

Baca Juga :  Petani, Mereka yang Makin Kurang Merdeka

Sempat muncul alasan bahwa kenaikan muka air danau Poso karena fenomena La Nina. Ini  sulit diterima, karena meskipun sedang tidak musim hujan, muka air danau juga tidak surut. Apalagi seperti dijelaskan peneliti LIPI, fenomena La Nina terjadi pada Oktober sampai November, sementara sawah-sawa para petani di sekeliling danau Poso terendam sejak Juli 2020.

Berlin Modjanggo, ketua adat desa Meko mengatakan, sudah puluhan tahun dia dan petani lain mengolah sawah di pinggir danau Poso, belum pernah mengalami terendam sawah selama hampir 3 kali masa panen. Air yang merendam lahan persawahan petani tidak kunjung surut. 

Berdasarkan pengalaman, para petani mulai menggarap sawah di bulan Desember.  Lalu, panen dilakukan pada bulan Maret, saat itu air danau surut. Pada akhir  Maret hingga April, air danau mulai naik seiring datangnya musim hujan. Pada masa itu, petani di pinggir danau Poso tidak mengolah sawah dan membiarkan sawah-sawah terendam. Petani baru mulai menggarap lagi sawahnya pada akhir bulan Juli dan menunggu panen di bulan November.

Baca Juga :  Coexist Prize untuk Sekolah Perempuan dan Project Sophia

Uji coba pintu air PLTA Poso Energy dalam rencana akan dilakukan hingga akhir tahun 2020, namun hingga saat ini air danau tidak kunjung surut. Para petani mulai mempertanyakan sampai kapan mereka tidak bisa menanam kembali.

Selain membacakan surat terbuka, dalam aksi yang dilakukan menyambut hari tani, para petani desa Meko menyampaikan beberapa tuntutan  :

Pertama, PT Poso Energi mengganti hasil panen petani yang hilang selama 3 kali masa panen yakni sejak tahun 2020 sampai saat ini, September 2021. Kedua, Bendungan PLTA tidak boleh mengganggu siklus tanam petani di pinggiran Danau Poso, sehingga sawah-sawah bisa kembali diolah. Ketiga, negara harus hadir dan bertindak melindungi para petani yang adalah rakyatnya sendiri, bukan melindungi korporasi.

Menutup surat terbuka, Roslin menegaskan bahwa mereka tidak ingin berhenti menjadi petani,  tidak ingin berhenti mengolah sawah. Bagi Roslin dan ratusan petani di pinggiran Danau Poso, menjadi petani adalah hidup mereka. 

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda