Perairan Poso, dari danau, sungai hingga laut menjadi sentra habitat Sidat tropis yang penting. Kebutuhan Sidat dunia dalam catatan Limnologi Badan Riset dan Inovasi Nasional ( BRIN ) mencapai 300 ribu ton / tahun . Di Indonesia , produksi sidat saat ini mencapai 1.063 ton / tahun. Sementara itu, Danau Poso, salah satu danau prioritas nasional dengan luas 368,9 km2 memiliki produksi sidat 10 – 25 ton / tahun. Catatan ini disampaikan Dr. Triyanto, S.Pi, M.Si , selaku PIC kerja sama di Pusat Riset Limnologi dalam pembukaan penandatanganan kerjasama Pusat Limnologi BRIN dengan Institut Mosintuwu.
Para peneliti di Limnologi LIPI melihat Sidat memiliki nilai strategis ekologis, sumber protein dan nutrisi ( Vitamin A, E, EPA dan DHA ), menjadi sumber mata pencaharian ( saat ini terdapat 626 nelayan Poso, dimana harga sidat dewasa bisa dijual seharga Rp.80.000 – Rp. 150.000, sementara harga benih sidat bisa mencapai Rp. 200.000 – Rp. 300.000 ).
Sejak 2020, Pusat Limnologi BRIN melakukan penelitian kontinuitas produksi sidat sebagai ikan migrasi di danau dan sungai Poso, Sulawesi Tengah, untuk menunjang ketahanan pangan. Dalam penelitian tersebut, Institut Mosintuwu menjadi mitra lokalnya.
Jumat, 8 Oktober 2021, Pusat Limnologi BRIN melakukan penandatanganan kesepakatan kerjasama dengan Institut Mosintuwu untuk melakukan penelitian tentang Sidat di danau Poso khususnya menyangkut keberlanjutan produksi hewan yang jadi salah satu ikon danau Poso. Acara dibuka oleh Dr. Triyanto, S.Pi, M.Si selaku PIC kerja sama di Pusat Riset Limnologi. “Kegiatan ini merupakan bentuk tindak lanjut dari kegiatan penelitian yang didanai oleh lembaga pendidikan dan keuangan (LPDP) Kementerian Keuangan pada program Rispro Invitasi dengan judul “Kontinuitas Produksi Sidat sebagai Ikan Migrasi di Danau dan Sungai Poso,
Rilnya kerjasama ini sudah berlangsung sejak 2020 lalu lewat serangkaian aktifitas penelitian di danau Poso maupun lewat diskusi. Dalam sambutannya, Kepala Pusat Penelitian Limnologi, Dr Hidayat, menyebutkan penelitian ini sangat penting untuk menjaga ekosistem di danau Poso.
“Visi Mosintuwu menjaga danau Poso sejalan dengan visi kita”kata Hidayat, tentang kerjasama yang rencananya akan berlangsung hingga 3 tahun mendatang. Salah satu bentuk kerjasama ini terkait dengan proses pengumpulan data yang akan menjadi bahan penelitian.
“Kami berkunjung ke Institut Mosintuwu pada akhir 2019 dan melakukan Focus Group Discussion di Poso. Rekan-rekan dari Institut Mosintuwu ini sangat aktif dalam organisasinya. Kami juga berdiskusi mengenai tradisi masyarakat terkait perairan darat seperti tradisi waya masapi, dan sebagainya. Kami diajari kearifan lokal, sesuatu yang menarik untuk menjadi pengetahuan kita semua, sesuatu berharga dan unik,” ungkapnya.
Masih menurut Hidyat, banyak sekali yang bisa digali dari budaya dan kearifan lokal di Poso. Dari sumber daya yang kita punya dari pusat riset limnologi dan pihak institut mosintuwu dapat diintegrasikan dan dimanfaatkan bersama untuk meningkatkan kinerja dan manfaat yang lebih besar terutama dalam menjaga ekosistem Danau Poso dan kelestarian populasi Sidat dengan keunikan sebagai ikan migrasi. Secara ekonomi ini sangat berharga, menghasilkan sesuatu devisa yang bisa untuk mensejahterakan masyarakat.
“Sidat ini merupakan mahluk yang unik dengan migrasinya, jadi memang perlu kondisi yang ideal disemua titik lokasi mulai dari laut hingga ke danau dengan berbagai rintangan yang mereka hadapi dalam migrasinya. Nah ini penting untuk kita mendata karena keterbatasan kami di Pusat Riset, hanya bisa beberapa kali saja ke lokasi. Dengan kerja sama yang kita lakukan, diharapkan dapat memberikan suplai data atau informasi yang cukup untuk mempelajari kondisi setempat. Nilai penting dari kerja sama ini untuk kontinuitas data untuk kegiatan penelitian kita, antara lain perjanjian kerja sama ini untuk pendataan bersama populasi ikannya dan ekosistem danau Posonya,” papar Hidayat.
Hidayat juga menjelaskan sudah adanya kegiatan merintis keramba apung untuk kegiatan penelitian dan merupakan kegiatan untuk kontinuitas sidat. “Ini bisa juga untuk penelitian dan pembimbingan karena, karena kami juga melihat di Insitut Mosintuwu membina kaum muda. Kegiatan penelitian bisa seperti sekarang ada trendnya citizen science, ini bisa dirintis dimana penduduk setempat bisa berkontribusi untuk science (ilmu pengetahuan). Ini merupakan sesuatu yang positif untuk keberlanjutan kegiatan penelitian ini maupun menjaga ekosistem danau Poso, dan ini sejalan dengan misi kami salah satunya untuk keberlangsungan ekosistem perairan darat,” jelasnya.
Dengan cara ini masyarakat turut berkontribusi dalam proses penelitian sekaligus menjaga kelestarian danau Poso. Dalam sejumlah penelitian, cara ini biasa disebut Participatory Action Research (PAR) yang bertujuan meluaskan pengetahuan dan meningkatkan sikap kritis masyarakat dalam memperjuangkan haknya atas lingkungan.
Senada dengan Hidayat, Lian Gogali, Direktur Institut Mosintuwu dalam sambutannya, mengatakan kerjasama ini menjadi langkah awal untuk melakukan perubahan yang berarti dalam menyelaraskan alam yang memiliki keanekaragaman hayati dengan manusia yang memiliki kepentingan ekonomi, sosial dan budaya kehidupannya
“Kerjasama ini merupakan langkah penyebaran ilmu pengetahuan kepada masyarakat dan menjadikan pengetahuan itu bagian dan milik dari masyarakat, yang kemudian akan dihidupi oleh masyarakat di masa depan. Dengan cara ini, pengetahuan dari serangkaian penelitian menjadi hidup dalam masyarakat” lanjut Lian.
Kerjasama ini menurut dia menjadi momentum yang sangat berarti bukan hanya pada Institut Mosintuwu sebagai sebuah organisasi tapi juga untuk masyarakat Poso yang selama ini hidup dan menghidupi diri dari Danau Poso termasuk dari kebudayaan yang dilahirkan dari ekosistem sidat.
Kerjasama ini memang masih fokus pada penelitian tentang Sidat, meliputi antara lain pendataan bersama sumber daya, populasi sidat dan ekosistem Danau Poso, pemeliharaan keramba apung sebagai sarana penelitian/pendataan uji pelepasliaran sidat di perairan Danau Poso, pertukaran dan pemanfatan data dan informasi, hingga pelaksanaan kuliah umum , seminar dan workshop tentang Sidat. Saat ini sidat di perairan Poso menghadapi tantangan serius akibat perubahan bentang alam. Salah satunya adalah keberadaan 2 bendungan di sungai Poso. Sungai Poso adalah satu-satunya jalur ruaya sidat dewasa menuju laut untuk memijah dan kembalinya anak-anak Sidat ke danau Poso.
Annisa Anwar, dari Biro Hukum dan Kerjasama BRIN yang menghadiri penandatanganan MOU mengatakan, kerjasama ini bisa membantu mengembangkan daerah lewat penelitian.
“Kita harus bangun Indonesia maju bersama”katanya. Kerjasama ini juga menjadi sebuah proses belajar bersama untuk bisa mewujudkan langkah-langkah bersama menjaga danau Poso yang saat ini sedang mengalami proses perubahan baik karena faktor alamiah maupun aktifitas manusia. Hendro Wibowo, M.Sc, Ketua Program Perencanaan dan Program Pusat Riset Limnologi BRIN dalam penutupan penandatanganan menyebutkan kolaborasi antara BRIN dan Mosintuwu menjadi sangat penting karena informasi dan pengetahuan lokal dari masyarakat menjadi sangat signifikan dalam memastikan terjaganya kelestarian danau Poso khususnya sidat.
Mengapa kerjasama penelitian ini penting menjaga kelestarian danau Poso khususnya Sidat? Sidat atau dalam bahasa lokal Poso disebut Masapi, bukan hanya sebuah ikon biota Danau Poso. Sidat juga telah menciptakan sistem sosial budaya dan sistem ekonomi yang mendorong munculnya Wayamasapi. Wayamasapi adalah teknologi kebudayaan yang diwariskan oleh leluhur Poso sebagai sebuah cara untuk menangkap sidat dengan menggunakan pagar bambu. Sebuah perpaduan teknologi ramah lingkungan dan sistem sosial yang masih bertahan sampai saat ini.
Wayamasapi menjadi salah satu penjaga kekerabatan masyarakat Pamona dari outletnya sampai sepanjang alirannya di sungai yang melintasi kelurahan Sangele, Pamona, Tentena, Petirodongi, Tendeadongi, Saojo sampai Sulewana. Pada setiap Wayamasapi dimiliki oleh beberapa kepala keluarga yang secara bergiliran menjaga Wayamasapi setiap malamnya. Kebudayaan lain juga hadir diwilayah ini yaitu Monyilo, cara menangkap ikan dengan tombak ataiu panah yang tidak eksploitatif.