“Bagi kita, petani yang berdaulat adalah yang berdaulat mengelola sumberdaya alamnya sejak proses awal sampai akhir”
Keyakinan ini disampaikan Lian Gogali, direktur Institut Mosintuwu dalam peluncuran usaha tani Mosintuwu Desa Meko, Jumat, 3 Desember 2021. Hal ini, menurut Lian, sejalan dengan visi Institut Mosintuwu yang memperjuangkan kedaulatan rakyat atas ekonomi, sosial budaya dan politik. Usaha Tani ini menurut dia sudah direncanakan sejak 2 tahun lalu. Awalnya hendak diberi nama Bank Tani, namun karena pertimbangan administrasi, akhirnya diubah menjadi usaha tani.
Hari Jumat 3 Desember 2021 Usaha Tani Mosintuwu Desa Meko resmi dibuka. Ini inisiatif untuk mendukung para petani yang mengalami masalah serius akibat sawah dan kebunnya yang menjadi sandaran hidup selama bertahun-tahun tiba-tiba sejak tahun 2020 lalu tidak lagi bisa diolah. Sebabnya, air Danau Poso dinaikkan hingga 510-511 mdpl dan tidak kunjung surut akibat dibendung oleh PLTA Poso 1.
Di Desa Meko, kecamatan Pamona Barat ada sekitar 94 hektar sawah dan kebun palawija yang tidak lagi bisa diolah. Gagal panen akibat air tidak kunjung surut membuat banyak petani tidak bisa membayar hutang. Untuk mulai bertani kembali dibutuhkan lahan baru dan modal pengolahan meskipun tidak sebanyak yang dibutuhkan saat mengolah sawah dan kebun yang sudah terendam.
Koordinator Usaha Tani Mosintuwu, Berlin Modjanggo mengatakan”Hadirnya Usaha Tani Mosintuwu untuk membantu petani-petani terutama yang hari-hari ini sawah mereka tergenang sehingga tidak bisa diolah. Mereka ini mungkin bisa meminjam tanah dulu, sehingga untuk modalnya bisa dibantu dari sini”.
Nama Mosintuwu disepakati karena berarti saling bantu. Dalam semangat itulah, menurut Direktur Mosintuwu Lian Gogali, usaha ini didirikan. Nama Mosintuwu dipakai bukan karena didukung oleh Institut Mosintuwu, tetapi karena tujuannya untuk memberi keringanan petani yang sedang mengalami kesulitan.
Dalam banyak penelitian yang dilakukan, ditemukan petani sering kali ‘Gali Lobang Tutup Lobang’, artinya berhutang terus menerus supaya bisa tetap mengolah lahannya. Ini tentu dipengaruhi banyak faktor. Salah satunya adalah mahalnya Obat-obatan kimia plus pupuk.
Dalam laporan BPS bulan Mei tahun 2021 menunjukkan, nilai tukar petani (NTP) di Sulawesi Tengah sebesar 98,4, masih dibawah 100. Sederhananya NTP ini mengukur nilai yang diterima petani dari hasil panennya dibandingkan dengan nilai yang mereka keluarkan untuk produksi dan konsumsi.
Camat Pamona Barat S Tiolemba yang hadir dalam pembukaan berharap bukan hanya usaha ini yang membantu petani. Petani menurut dia juga harus membantu agar Usaha Tani ini berkembang.
E. Salawati, salah seorang petani mengatakan, penyediaan pestisida dan herbisida pendukung pertanian menjadi salah satu bagian penting yang mereka butuhkan. Meski menyadari penggunaan bahan bahan-bahan kimia ini tidak begitu menguntungkan, namun kebiasaan itu masih sulit dihilangkan petani.
Ketergantungan pada bahan-bahan kimia ini menjadi salah satu sebab tingginya biaya pengolahan sawah hingga banyak petani terjerat pinjaman. Belum lagi penggunaan pupuk yang harganya sering naik karena dilapangan penyaluran pupuk yang tidak terlalu jelas.
Berlin menyebutkan Usaha Mosintuwu mungkin belum bisa menjangkau semua petani karena keterbatasan modal. Namun dia berharap kedepan akan berkembang sehingga perlahan bisa meluaskan cakupannya pada petani-petani lain yang juga masih membutuhkan sokongan.
Siapa saja yang bisa mengakses Usaha Tani Mosintuwu. Dewa, salah seorang pengurus mengatakan, yang bisa mendapatkan layanan adalah petani yang sudah terdaftar dalam kelompok tani. Nantinya mereka yang hendak mengajukan pinjaman skala kecil ini harus mendapatkan rekomendasi dari ketua kelompok taninya.