Bapak Presiden Joko Widodo yang kami hormati
Saya, Roslin, petani Desa Meko. Ini adalah surat terbuka kedua yang saya kirimkan kepada bapak presiden , mewakili teman-teman saya.
Kami adalah warga Poso yang tinggal di desa-desa di pinggir Danau Poso. Danau Poso adalah 1 dari 15 Danau di Indonesia yang bapak prioritaskan untuk dilindungi. Selama turun temurun , kami mengolah lahan subur di pinggir Danau Poso untuk penghidupan kami.
Tapi, sudah 2 tahun terakhir kami tidak bisa lagi mengolahnya. Sawah dan kebun kami terendam, karena air Danau Poso dinaikkan untuk menggerakkan turbin-turbin PLTA yang bapak Presiden resmikan. Lalu, pemilik PLTA Poso menilai kerugian sawah dan kebun kami hanya dengan beras 10 kilogram per are. Sungguh sedih rasanya.
Bapak Presiden yang kami hormati, Kami sama sekali tidak menolak pembangunan yang selalu bapak sampaikan.
Kami hanya ingin mendapatkan keadilan. Keadilan atas hak untuk hidup layak. Hak untuk mengolah tanah kami. Hak untuk memberikan pendidikan dan kesehatan yang baik bagi anak-anak kami. Hak untuk menikmati alam Danau Poso yang lestari.
Tapi, sekarang, hak untuk mendapatkan itu semua hilang. Tidak ada lagi lahan yang bisa kami kelola. Semua itu karena bendungan PLTA Poso yang bapak resmikan. Kami sudah hampir jatuh miskin karena itu.
Kami sadar betul, bapak Presiden pasti mendapat laporan bahwa proyek PLTA Poso yang akan bapak resmikan sudah tidak ada masalah.
Karena kesibukan, mungkin bapak tidak sempat memeriksanya ke lapangan. Padahal kami berharap bapak menyempatkan blusukan seperti yang dulu sering bapak lakukan. Supaya bapak bisa melihat sawah, kebun dan lahan gembalaan kami masyarakat kecil yang sudah tidak bisa diolah akibat bendungan PLTA Poso.
Bukan hanya tanah. Lingkungan kami juga terancam rusak akibat proyek PLTA Poso. Bapak pasti tahu Sidat, ikan belut yang jadi ikon Danau Poso . Kini terancam punah karena jalur mereka beruaya ke laut terhalang bendungan. Begitu juga anak-anak Sidat dari laut di Teluk Tomini yang akan berkembang biak di Danau Poso tidak bisa lagi kembali karena terhalang bendungan. Sidat adalah salah satu sumber pendapatan nelayan di Danau Poso.
Selain itu, pengerukan mulut Danau Poso hingga Sungai Poso telah menyebabkan nelayan tradisional tidak lagi bisa mencari ikan seperti sebelumnya. Bahkan, wilayah ulayat adat dan situs budaya dirusak. Semua itu adalah dampak dari PLTA Poso yang bapak resmikan.
Kami tidak menolak pembangunan, Pak Presiden. Kami hanya menuntut agar hak-hak kami sebagai petani, nelayan yang tinggal turun temurun di pinggir Danau Poso untuk dihormati.
Kami tidak menolak pembangunan pak Presiden. Tapi kami menuntut kehilangan yang kami alami dan dampak yang kami rasakan. Kami menuntut supaya bisa kembali mengolah tanah kami. Kami menuntut untuk tetap bisa mencari hidup di Danau Poso.
Karena itu kami meminta bapak Presiden mendengarkan suara kami ini. Karena kami dengar bapak adalah presidennya orang kecil seperti saya dan teman-teman saya di Danau Poso.
PLTA Poso yang bapak Presiden resmikan harus menyelesaikan tuntutan masyarakat atas kehilangan dan dampak yang dialami
PLTA Poso yang bapak Presiden resmikan harusnya tidak merusak lingkungan dan budaya yang telah hidup selama bergenerasi di Danau Poso.
Dengarkan suara kami.
Atas nama
Petani, Nelayan, Penambang Pasir Tradisional Danau Poso
Catatan Redaksi : Surat dikirimkan ibu Roslin Langgara dalam bentuk video dan ditayangkan pertama kali di FB Penjaga Danau Poso .