“Kami dengan bangga mengumumkan bahwa Institut Mosintuwu adalah mitra baru kami dan kami memiliki rencana untuk bekerja sama dalam jangka panjang. Ini bukan program untuk satu tahun, tapi kami sudah mulai bekerja! Kami pasti akan membawa lebih banyak detail dan pembaruan dari Danau Poso. Saat ini, kami sangat senang bisa berkolaborasi dengan komunitas Mosintuwu – orang-orang yang peduli terhadap lingkungannya dan memahami bahwa masa depan Danau Poso sangat terkait dengan masa depan mereka sendiri “
Paragraf diatas adalah pengumuman resmi dari Sulawesi Keepers, sebuah organisasi lingkungan yang fokus pada kelestarian ragam hayati, khususnya biota yang hidup di perairan di pulau Sulawesi. Mereka yang bergabung dalam organisasi ini menghubungkan para aquarists, ilmuwan, organisasi konservasi, dan komunitas lokal dalam upaya mencegah kepunahan biodiversity di Sulawesi.
Ada kisah dibalik kerjasama Institut Mosintuwu dan Sulawesi Keepers.
Danau Poso adalah bagian penting dalam hidup masyarakat disekitarnya. Itu sebab, kelestarian alam dan biota disekitarnya menjadi bagian dari program Mosintuwu. Salah satu upaya yang sedang ditempuh untuk melestarikannya adalah menjadikan Danau Poso sebagai Taman Bumi atau Geopark. Proses itu sedang berjalan. Institut Mosintuwu sejak 2018 berkomitment menjadi bagian dari gerakan menjaga keanekaragaman hayati di Danau Poso dan sekitarnya dari ancaman kerusakan, terutama oleh investasi yang rakus. Lewat divisi penelitian yang dipimpin Kurniawan Bandjolu, beberapa penelitian di Danau Poso dilakukan, diantaranya penelitian tentang pola migrasi Sidat bekerjasama dengan Limnologi BRIN yang berlangsung sejak tahun 2020 sampai sekarang.
Kurniawan Bandjolu akrab disapa Eko, peneliti di Institut Mosintuwu menceritakan, komunikasi mereka bermula di bulan Juni 2022 dari media sosial. Eko yang aktif memposting teman-temuan dia tentang biota akuatik endemik Danau Poso menarik perhatian banyak peneliti Indonesia dan dunia. Marketa termasuk yang melihatnya. Dia mengirim permintaan pertemanan kepada Eko lalu menceritakan rencana perjalanan mereka ke Sulawesi di bulan September 2022.
“Kami berkomunikasi tentang jadwal kedatangan mereka untuk survei awal. Waktu itu mereka akan tiba di Sulawesi Selatan lebih dahulu. Kemudian kita bertemu di Danau Poso tanggal 18 september 2022 untuk pertama kalinya dan menyusun rencana perjalanan”cerita Eko tentang awal perjumpaan mereka. Saat itu Marketa datang bersama Martin dan Christian yang fotografi hewan dan tumbuhan.
Eko bersama tim Sulawesi Keepers melakukan penjelajahan beberapa lokasi di Danau Poso dan sungai disekitarnya. Mereka memotret banyak biota yang hanya ada di Danau Poso.
Di Taman Wisata Alam Bancea, mereka melihat 7 jenis udang endemik Danau Poso yaitu Caridina ensifera, Caridina sarasinorum, Caridina longidigita, Caridina caerulea, Caridina fusca, Caridina mayaamareenae, Caridina marlenae dan beberapa spesies moluska endemik seperti Tylomelania carbo.
Di Air Terjun Saluopa, yang ditemukan tidak kalah menariknya, selain ikan endemik Nomorhamphus celebensis. Ada beberapa spesies moluska yang belum diketahui jenisnya. Kemudian perjalanan ke Watu mPangasa Angga, mereka melihat lebih dari 5 spesies moluska yaitu Tylomelania porcellanica, Tylomelania toradjarum, Tylomelania kuli, Tylomelania centaurus dan Celetaia persculpta dan juga Rono (Oryzias orthognathus dan Oryzias nigrimas). Di tempat yang dihormati leluhur orang Pamona ini juga mereka melihat masih ada ikan Bungu Masiwu (Mugilogobius sarasinorum). Ikan yang punya banyak cerita misterius. Soal ikan satu ini, akan dibahas di artikel berikutnya.
Lokasi terakhir yang dijelajahi Eko dan tim Sulawesi Keepers adalah desa Dulumai. Desa indah diujung selatan kecamatan Pamona Puselemba ini mereka melihat banyak jenis udang.
“Ada dua jenis udang yang dominan di perairannya yaitu Caridina caerulea dan Caridina ensifera“cerita Eko.
Dan disini juga, untuk pertama kalinya mereka melihat spesies keong purba Miratesta celebensis dan beberapa spesies moluska lain yang sama dengan di lokasi Watu mPangasa.
“Jadi setiap lokasi di Danau Poso ini memiliki keunikan tersendiri dengan tipe substrat yang berbeda-beda. Kita perlu menjaga alamnya agar semua ini tidak punah”kata Eko.
Perjalanan keliling danau Poso itu dilanjutkan dengan mengunjungi Dodoha Mosintuwu, kantor Institut Mosintuwu. Sore menjelang malam hari, dilangsungkan diskusi yang membicarakan kegelisahan bersama tentang masa depan keanekaragaman hayati yang mereka temui di masa depan.
“Bagi masyarakat Poso, danau ini bukan hanya sekumpulan air. Dia adalah bentuk kehidupan. Dia disebut Sira, artinya Dia. Dekatnya Danau ini dengan masyarakat sekitar bisa dilihat juga dari nama orang yang memakai biota endemik Danau Poso sebagai nama marga.”kata Lian Gogali tentang kedekatan masyarakat dengan danaunya.
Di laman website sulawesikeepers.org, pendiri organisasi ini Marketa Rejlkova menuliskan pengalaman dia selama beberapa hari di Danau Poso. Marketa dan 4 orang peneliti melakukan perjalanan ke Sulawesi di bulan September 2022. Mereka berkeliling danau Poso Termasuk bertemu dan berdiskusi dengan Lian Gogali dan komunitas Aliansi Penjaga Danau Poso (APDP) di Dodoha Mosintuwu. Marketa menyampaikan kekagumannya akan atmosfer yang dirasakannya, bukan hanya dalam diskusi yang berlangsung juga melihat sederetan aquarium dipajang berisi beberapa biota akuatik Danau Poso mulai dari ikan endemik, kerang hingga siput.
Perjalanan dan proses diskusi yang terus menerus menghasilkan beberapa rencana kerjasama yang akan dilakukan bersama antara Institut Mosintuwu dan Sulawesi Keepers. Kerjasama ini bertujuan : Mengumpulkan dan menyebarluaskan pengetahuan tentang biota perairan Danau Poso dan ancaman yang terkait dengannya ; Lebih mengembangkan museum mini air dan potensi pendidikannya; Mendorong minat siswa lewat program “Biodiversity Goes to School”; Mengembangkan Laboratorium Alam dan Pusat Penelitian Biota Perairan Danau Poso; Mengajak lebih banyak orang untuk melakukan kajian dan aksi serta mengadvokasi keanekaragaman hayati; Mendorong pengembangan ekowisata berkelanjutan dengan kebutuhan untuk menjaga keanekaragaman hayati
Perjalanan Sulawesi Keepers dan Institut Mosintuwu dalam menjalani kerjasama ini barulah awal dari perjalanan panjang dimasa depan untuk menjaga Danau Poso tetap lestari dan dimanfaatkan sebaik mungkin oleh semua orang yang hidup disekitarnya.
Langkah pertama sudah dilakukan. Menyusun rencana apa yang perlu dilakukan mulai tahun 2023. Ini penting karena Danau Poso sedang tidak baik-baik saja. Sira, kata lain untuk menyebut 1 dari 10 danau purba di dunia ini dirundung perubahan bentang alamnya karena sebuah proyek raksasa yang membuat siklus naik turun airnya tidak lagi alami. Beberapa ahli perikanan menyebut, situasi ini akan berdampak panjang pada kelangsungan biodiversity di dalamnya. Secara sosial, perubahan ini turut mengubah kehidupan manusia disekelilingnya.
Secara sosial dampaknya tidak kalah serius. Banyak lahan yang sebelumnya adalah sawah, kebun dan lahan gembalaan hilang. Yang berarti hilangnya sumber kehidupan. Hilangnya pekerjaan. Anak muda yang sebelumnya bisa hidup dari 266 hektar sawah dan kebun yang hilang itu kini terancam harus keluar desanya untuk cari pekerjaan di tempat lain. Tempat yang paling tersedia untuk itu adalah pabrik tambang di Morowali dan Morowali Utara yang sebenarnya sedang merusak wilayah itu juga.
Kerjasama yang sedang diusahakan oleh Sulawesi Keepers dan Institut Mosintuwu merupakan langkah awal untuk menjaga masa depan lingkungan juga masa depan orang Poso. Seperti kata Marketa dalam blog “ kami sangat senang bisa berkolaborasi dengan komunitas Mosintuwu – orang-orang yang peduli terhadap lingkungannya dan memahami bahwa masa depan Danau Poso sangat terkait dengan masa depan mereka sendiri “