“Tempat ini sangat indah. Jangan informasikan ke banyak orang. Supaya tidak rusak” Marketa ( Sulawesi Keepers )
Saya beruntung bisa keliling Danau Poso. Sudah berkali-kali saya melakukannya lewat dua moda, darat dan air. Kali ini saya mengeksplorasinya bersama Markéta Rejlková (Ceko) dan Gunnar Loibl (Jerman). Mereka dua orang akuarist dari Sulawesi Keepers yang sangat tertarik menyelidiki ikan-ikan dan hewan lain yang ada di perairan wilayah ini datang ke Danau Poso. Ini perjalanan ke dua untuk Markéta dan perjalanan pertama Gunnar. Sulawesi Keepers adalah organisasi konservasi yang mempunyai misi menghubungkan aquarists, ilmuwan, organisasi konservasi, dan komunitas lokal dalam upaya mencegah kepunahan. Perjalanan sebelumnya mempertemukan Sulawesi Keepers dengan Mosintuwu, organisasi tempat saya aktif melakukan serangkaian penelitian biodiversity. Bulan Maret 2023, Mosintuwu menjadi mitra Sulawesi Keepers.
Dalam perjalanan kali ini mereka berkesempatan untuk mengunjungi beberapa lokasi untuk melihat biota akuatik endemik dan tingkat keterancamannya. Alih-alih menemani mereka dalam perjalanan, saya menjadikan perjalanan ini merupakan sebagai perjalanan eksplorasi lebih mendalam tentang danau Poso. Perjalanan kali ini menjadi sangat menarik buat saya, bukan saja karena saya melakukannya sambil belajar dari kedua akuarist Sulawesi Keepers tapi juga lokasi perjalanan kami berada di 4 pantai berbeda di sekeliling Danau Poso. Apalagi, air danau Poso sedang surut.
Lokasi pertama yang kami kunjungi di sekitar Desa Dulumai, ujung selatan kecamatan Pamona Puselemba. Turun temurun penduduk Dulumai mengakrabi kehidupan danau. Kami tidak jarang menemukan anak-anak bermain di tepi pantai. Menggunakan perahu, kami ke desa ini. Di Dulumai kami melihat dan memotret keong Miratesta celebensis, Celetaia persculpta, Tylomelania carbo, dan T. kuli. Ada juga beberapa spesies ikan seperti Mugilogobius sarasinorum, Nomorhamphus celebensis dan Adrianichthys oophorus. Jenis udang yang teramati di lokasi ini adalah Caridina ensifera, C. caerulea, C. sarasinorum dan C. longidigita.
Dari Dulumai, dengan perahu kami menyeberang ke sebelah barat, tepatnya disebuah tempat yang oleh warga disebut Batu Dua, lokasinya di Desa Leboni masih di kecamatan yang sama. Disebut Batu Dua, karena di tengah danau yang berjarak sekitar 50 meter dari garis pantai, ada dua batu kembar besar yang sering jadi lokasi memancing nelayan. Ini adalah lokasi kedua kami.
Luarbiasanya, di sini kami melihat semua jenis rono yang ada di Danau Poso berkumpul, ada Adrianichthys oophorus, A. poptae, Oryzias nigrimas, O. nebulosus, dan O. orthognathus. Juga jenis Moluska, antara lain Tylomelania centaurus, T. carbo dan T. porcellanica. Berbagai jenis udang juga berkumpul disini, ada Caridina ensifera dan C. caerulea. Terlihat juga 2 jenis kepiting di antara batuan-batuan kecil.
Saya, Marketa dan Gunnar sumringah, airnya yang super jernih mengantar pandangan ke ikan, rono, kepiting bemain-main di dasar air berbasir bercampur batuan kecil. Mengabadikan momen habitat Danau Poso ini, Marketa dan Gunnar mengeluarkan drone bawah air untuk mendokumentasikan keindahan dan keanekaragaman biota akuatiknya.
Ada Ancaman Kepunahan Dibalik Keindahan
Diantara keindahan dan kekayaan biota endemik ini, saya cemas. Sebabnya, di antara seliweran udang, rono dan ikan-ikan kecil itu, hadir pula ikan asing. Ya, ikan invasif seperti Louhan, Melanochromis auratus, Nila, dan Bawal yang tentunya sangat mengancam biota akuatik endemik Danau Poso. Kehadiran ikan-ikan asing ini suatu saat akan mengubah komposisi penghuni Danau Poso. Itu sebab, kami mencatat biota endemik apa saja yang masih ada saat ini sebagai upaya menjaga, menyebarkan informasinya kepada masyarakat dan mengingatkan pihak-pihak yang berkuasa untuk melestarikan kekayaan alami danau ini.
Lokasi ketiga dan jadi favorit banyak wisatawan adalah Tando Bancea. Lokasi ini sangat tenang, masuk dalam kawasan yang diusulkan sebagai situs geologi untuk Geopark Danau Poso. Memiliki struktur batuan yang unik dengan keanekaragaman biota akuatik yang khas membuat lokasi ini sangat disukai wisatawan untuk snorkeling maupun diving.
Di kedalaman 20-60 meter berkumpul Orange Poso snail (Tylomelania sp.) satu jenis biota bernilai ekonomi tinggi. Para nelayan setempat sering menyelam disini untuk mengambilnya. Sayangnya, meski sangat ingin melihat langsung dibawah air, kami tidak punya peralatan selam memadai. Diantara kami tidak ada yang punya napas cukup panjang. Berbeda dengan para nelayan Danau Poso yang terbiasa melakukan penyelaman bahkan tanpa alat bantu. Sedikit menyesal tapi tak apa, ujar saya dalam hati. Saya akan kembali lagi kesini untuk melihat dan merekamnya secara langsung. Juga, menikmati kehidupan bawah air Danau Poso.
Lokasi keempat yang kami tuju adalah Dumalanga atau Tanjung Padamarari yang diapit Desa Bancea dan Desa Taipa. Secara administratif, Dumalanga masuk wilayah Desa Taipa. Karena tidak ada akses jalan darat ke lokasi ini, kita bisa menyewa perahu nelayan desa Taipa atau Bancea. Bukan hanya bagi peneliti, Dumalanga adalah hidden gem atau permata yang tersembunyi. Dia adalah perpaduan kekayaan biota dengan keindahan alam yang membuat siapapun yang kesini enggan untuk pulang. Sesekali cobalah berkembah di sini.
Dumalanga juga merupakan habitat bagi beberapa jenis moluska seperti Tylomelania carbo. Sambil bercanda, Markéta Rejlková bilang, “Tempat ini sangat indah. Jangan informasikan ke banyak orang. Supaya tidak rusak”. Kami lalu tertawa. Dia ada benarnya juga. Tapi yang penting menurut saya, jika ingin kesini datanglah dengan semangat menghargai dan melindungi kekayaan alam kita sendiri.
Saya deskripsikan sedikit tentang tempat ini. Pantainya tersusun atas kerikil berwarna putih kekuningan, airnya yang sangat jernih membuat kita bisa melihat hingga ke kedalaman kurang lebih 5 meter. Beberapa jenis pepohonan besar dan kecil tumbuh dari pantai . Di beberapa foto yang telah saya unggah sebelumnya di akun facebook, orang-orang mengira lokasi ini adalah laut. Mereka bertanya dimana foto itu saya ambil. Pertanyaan-pertanyaan itu menandakan tempat ini benar-benar belum diketahui banyak orang, termasuk orang-orang yang tinggal di sekitar Danau Poso.
Sebuah Ikhtiar di Aquarium Mini Museum Biota Endemik Danau Poso
Selain riset, perjalanan kami juga untuk melestarikan biota endemik Danau Poso dengan menyimpan dan mencari tahu cara membiakkannya. Itu sebab kami mengambil beberapa jenis yang kami temui di danau untuk dipraktekkan pengembangannya di Mini Museum Biota Endemik Danau Poso. Kami membangun inisiatif ini di Dodoha Mosintuwu. Siapapun bisa mengamati dan menikmati keanekaragaman biodiversity yang sedang berusaha kami rawat.
Museum mini juga jadi ikhtiar kami merawat kekayaan alam Danau Poso. Upaya lain yang sedang kami perjuangkan adalah menjadikan Danau Poso sebagai Taman Bumi atau Geopark. Upaya ini tengah berjalan. Prosesnya sedang bergulir di Badan Geologi Kementerian ESDM. Agar apa yang ada di dalam dan diatas permukaannya bisa bertahan serta lestari, salah satu caranya adalah memberikan status Taman Bumi kepada Danau Poso. Geopark adalah solusi paling tepat untuk mengkonservasi keanekaragaman Geologi, Hayati dan Budaya sebagaimana Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2019. Pengembangan Taman Bumi (Geopark)) demi mewujudkan pembangunan berkelanjutan / Sustainable Development Goals.
Pariwisata modern saat ini merekomendasikan pariwisata berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan pelibatan langsung ekonomi masyarakat pada lokasi-lokasi wisata. Wisatawan mancanegara jauh-jauh datang menghabiskan waktu dan membelanjakan uang yang tidak sedikit untuk melihat apa yang tidak akan mereka lihat di tempat lain.
Apalagi, secara Geologi, Arkeologi, Hayati dan Budaya Kawasan Danau Poso sangat layak untuk ditetapkan sebagai Taman Bumi / Geopark. Pariwisata modern mendorong model kepariwisataan berwawasan lingkungan, informatif dan edukatif bagi setiap pengunjung. Dan yang tidak kalah penting, supaya pariwisata tidak hanya menjual objek / view.