Bagi orang Pamona dan Mori, hari akan terasa hambar tanpa Dui.
Ditengah gempuran mie instan dan pangan pabrikan lainnya, orang-orang di Poso dan Mori dari yang sepuh hingga generasi Z masih menjadikan Dui, olahan sagu dipadu beragam kuah sehat paling favoritnya. Coba saja pergi ke rumah-rumah warga di Poso hingga ke Kolonedale, Morowali Utara, di dapurnya mesti tersedia sagu, bahan utamanya.
Sebelum terhidang di meja, ada proses panjang yang kadang tidak sederhana untuk menghadirkan Dui di meja makan ditengah berbagai perubahan, terutama oleh kebijakan negara yang mengarahkan pola makan kita ke beras dan dan produk-produk pangan instan lainnya yang akhirnya menggerus sumber-sumber pangan lokal termasuk sagu.
Beberapa orang pengolah sagu di kecamatan Pamona Puselemba mengatakan, semakin sulit menemukan pohon sagu yang bisa diolah. Kebanyakan mereka mendapatkan batang yang siap di panen hingga ke wilayah Parigi Moutong. Berkurangnya rumpun Sagu tidak lepas dari serbuan beras dan makanan instan yang hadir pasca hadirnya revolusi hijau di awal berdirinya Orde Baru.
Revolusi hijau yang dimulai pakar agronomi, Norman Borlaug masuk Indonesia lewat program Bimas (Bimbingan Massal) dan Panca Usaha Tani yang mendorong petani menggunakan bibit unggul, penggunaan pupuk kimia dam pemberantasan hama dan penyakit. Program Bimas kemudian berkembang menjadi program Inmas (Intensifikasi Massal). Meski berhasil meningkatkan produksi beras, proyek ini juga turut andil menggusur banyak sumber pangan lokal seperti sagu dan umbi-umbian yang perlahan mulai menghilang.
Bagi orang Pamona Poso, Sagu bukan hanya sekedar makanan pokok. Lebih dari itu, dalam kehidupan sosial posisinya sangat penting. Dia menjadi bagian dari mahar yang harus ada dalam tradisi perkawinan adat, disebut Pu’u Ngkatuwu ri Yopo(Sumber kehidupan di Hutan). Pohon sagu, juga adalah warisan berharga yang diberikan kepada anak laki-laki dalam keluarga yang akan membentuk keluarga baru, sebagai bekal untuk kehidupan selanjutnya. Karena itu, rumpun pohon tanaman sagu diwariskan turun temurun. Itu juga sebabnya mengapa banyak pohon sagu ditanam di pinggiran sawah atau kebun, bahkan di dekat sungai atau pinggir Danau Poso.
Dalam bukunya berjudul, Orang Toradja yang Berbahasa Bare’e di Sulawesi Tengah,A.C Kruyt menceritakan, dahulu orang Poso menjadikan makanan dari Sagu sebagai Pancua atau pembuka sebelum hidangan utama disajikan saat makan bersama. Kini istilah Pancua dikonotasikan hanya sebagai lauk untuk pasangan minuman beralkohol seperti Saguer atau Cap Tikus.
Menikmati lembutnya gumpalan sagu bening kecoklatan yang dihasilkan dari menyiramkan air panas ke tepung sambil diaduk menggunakan sendok kayu adalah sensasi sendiri. Dengan Suki(sumpit), adonan sagu ini kemudian dibentuk bulat-bulat dengan ukuran sesuai selera diatas mangkuk, lalu diguyur dengan kuah sayuran bening atau kuah ikan, lagi-lagi tergantung selera dan apa yang tersedia.
“Kalau di kampung kami, belum mo dui (makan dui) dalam sehari itu aneh rasanya. Pake sayur bening saja sudah cukup nikmat”kata Lian Gogali, pendiri Institut Mosintuwu, seorang pencinta Dui. Bola-bola sagu bukan dikunyah, dia dihirup bersama kuah, hinggap sejenak di langit-langit mulut, lalu meluncur melewati tenggorokan disertai suara slurrp..menjadi sensasi tersendiri bagi penikmatnya.
Bukan hanya soal rasa. Menikmati makanan sehat ini juga kadang menjadi unjuk skill. Lian menceritakan, orang-orang di Mori memutar sumpit diatas adonan, begitu gumpalan terbentuk mengikuti putaran sumpit, langsung memasukkannya, seperti melemparkan ke mulut diikuti hirupan kuah. Proses itu berlangsung cepat.
Tradisi makan Dui, sebenarnya datang dari Luwu, Sulawesi Selatan. Darimana asal nenek moyang Orang Pamona dan Mori berasal. Disana namanya Kapurung, yang berbeda, kuahnya dicampur kacang yang ditumbuk halus.
Tidak ada waktu khusus untuk menikmati Dui. Dia bisa saja tiba-tiba hadir di meja makan, tanpa perencanaan sebelumnya. Terutama ketika baru saja usai hujan, biasanya orang akan saling mengajak, untuk membuat dan makan dui bersama. Kadang – kadang, tidak selengkap yang seharusnya. Asal ada ikan yang dimasak kuah asam saja, dan tersedia sagu di rumah. Dalam kesederhanaan, tetapi suasana penuh kekeluargaan.
Nah yang membuat Dui semakin nikmat adalah kemampuannya menciptakan keriangan. Percakapan seru bisa tiba-tiba hadir dengan topik bercampur aduk, dari harga beras hingga siapa yang akan jadi cawapres.
Dalam versi Pamona, Dui disajikan di kuah sayur bening yang ditambah Game, yakni ikan yang dipanggang diatas bara lalu disuwir halus dicampur tomat, bawang dan cabai. Ditambahkan air perasan jeruk purut (lemo mpolea) meruapkan wangi sedap keseluruh ruangan. Versi lainnya adalah Laju, yakni sayuran hijau rebus.
Ada dua cara menikmati, pertama, disajikan dalam satu wadah, tinggal siap disendok untuk disantap. Disini semua sudah dicampur menjadi satu. Biasanya ini menjadi cara menikmati Dui oleh orang di tepi Danau Poso.
Cara kedua disajikan dalam wadah terpisah di atas meja. Adonan Dui, kuah, game, cabai tumbuk dan irisan jeruk akan diramu sendiri, sesuai selera masing-masing. Tetapi, kebanyakan Dui yang disajikan sudah diramu lengkap dalam mangkuk. Cara ini umumnya dipakai di wilayah Mori.
Bertahan Ditengah Perubahan
Jika kita masih menemukan persediaan sagu di dapur rumah-rumah warga Poso dan sekitarnya, itu karena ikatan kuat mereka dengan kebudayaan pangannya yang berbasis alam. Tabaro (tepung sagu) saat ini masih melimpah kendati sumbernya sudah semakin jauh dari rumah. Ekosistem sagu perlahan berubah. Di beberapa lokasi, seperti di Pamona Timur dan sepanjang jalur Kabupaten Morowali Utara-Morowali, hutan-hutan sagu perlahan berganti sawit.
Industri sawit yang melahirkan buruh, turut mempengaruhi pola konsumsi komunitas di sekitarnya yang perlahan beralih dari pangan lokal ke pangan instan.
Laporan World Instant Noodles Association menunjukkan, Indonesia menjadi negara pemakan mie instan tertinggi nomor dua di dunia tahun 2022. Bayangkan, 14,26 miliar bungkus mie instan yang terjual selama satu tahun. sejumlah data menunjukkan konsumsi mie instan naik hingga 3,31 persen setiap tahun.
Berbalikan dengan konsumsi mie instan, observasi yang dilakukan litbang Kompas selama bulan Agustus-Oktober 2023 menunjukkan, terjadinya penurunan keberagaman pangan masyarakat Indonesia hingga 7,82 persen dibandingkan dengan 30 tahun lalu ( selengkapnya disini kompas.id )
Bukan hanya karena jadi sumber makanan sehat, kita tahu, sagu berperan penting menjaga keberlangsungan ekosistem disekitar. Itu sebabnya jika Dui hilang, sagu dilupakan, lingkungan akan rusak.
Resep Dui Pamona
Untuk mereka yang mau mencoba resep dui ala Pamona, bisa mencoba resep ini . Resep dui Pamona mempunyai beberapa tahapan :
Bahan :
- Sagu 1 liter, air panas secukupnya
- Sayuran kangkung, terong, kacang panjang, masing-masing 200 gr
- Bawang merah 7 butir, tomat 3 buah, cabai sesuai selera.
- Ikan bakar, disuwir halus 200 gr,
- kacang tanah sangrai 50 gr digiling ,
- jeruk limau(lemo mpolea) secukupnya,
- garam secukupnya.
Cara membuat :
- Sagu, direndam air secukupnya, dengan kekentalan yang pas, masih bisa mengalir ketika dituang.
- Air didihkan
- Setelah air mendidih, sagu diaduk rata perlahan, sambil disiram dengan air panas, sampai berubah wujud, tunggu beberapa saat, kemudian diaduk sedemikian, sampai matang seluruhnya dan tidak ada sisa sagu yang masih mentah.
Kuah dui dari rebusan sayur
- Air rebusan dalam keadaan panas.
- Sayuran direbus, setelah masak, diangkat dari kuahnya, taruh dalam wadah terpisah.
- Air kuah sayuran digunakan untuk dibuat larutan atau kuah game.
Campuran kuah dui, orang Pamona menyebutnya game :
- Tomat, bawang dipanggang di bara api.
- Ikan suwir diuleg halus, tambahkan tomat bawang cabai, diuleg sekaligus sampai tercampur rata, masukan dalam air rebusan sayuran.
- Aduk, tambahkan garam dan perasan jeruk, koreksi rasa, sisihkan.
Cara makan dui :
- Setelah kuah sayuran yang dicampur dengan game siap, sagu yang sudah matang, digulung menggunakan sumpit (dalam bahasa Pamona pombewe ) dengan ukuran sesuai selera
- Sagu yang sudah digulung dimasukkan ke dalam kuah game, sampai semua adonan sagu habis masuk ke dalam kuah.
- Sagu siap langsung disantap.
Selamat menikmati kuliner leluhur Poso.
Penulis : Iin Hokey
Editor : Pian Siruyu