Banjir semakin sering terjadi karena pelepasan kawasan hutan untuk ijin-ijin tambang dan perkebunan sawit yang semakin massif ditambah perambahan hutan untuk pembukaan lahan perkebunan oleh masyarakat jadi pemicunya. Namun ijin untuk tambang dan perkebunan sawitlah yang paling dominan.
Direktur Walhi Sulteng, Sunardi Katili mengatakan 3 hal ini menjadi sebab deforestasi hutan yang membuat daya dukung lingkungan terus merosot.
“Permintaan atas hasil sumberdaya alam berupa nikel untuk industri batre mobil listrik maupun stainless steel untuk alat rumah tangga membuat permintaan pasar tinggi”kata Sunardi. Permintaan pasar dunia ini membuat ijin tambang yang dikeluarkan semakin banyak. Saking banyaknya permintaan ijin menambang pemerintah kemudian mengeluarkan ijin pelepasan kawasan hutan agar bisa ditambang oleh pemodal. Semakin kecilnya luas kawasan hutan membuat kemampuan pohon dan akarnya untuk menyerap tumpahan air hujan akhirnya memicu banjir.
Investasi pertambangan semakin mendapat angin segar karena diberi status Proyek Strategis Nasional (PSN) lewat Peraturan Presiden nomor 52 Tahun 2022 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan atas Tanah yang Diidentifikasi Sebagai Tanah Musnah dalam Rangka Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Di Sulteng berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor 21 tahun 2022, ada 2 PSN di Sulteng yakni Pengembangan Pelabuhan Teluk Palu dan Kawasan Industri Morowali. Di kawasan Industri Morowali, tercatat 2 PSN pengembangan smelter yakni melter PT. Wangxiang Nickel Indonesia dan smelter PT Arta Bumi Sentra Industri.
Kemudian ada PSN pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian nikel terintegrasi dengan penambangan, yakni smelter Bahodopi Nickel Smelting Indonesia dan tambang PT. Vale Indonesia diblok Bahodopi.
Jika disederhanakan, semua ini karena kepentingan investasi yang hasilnya dinikmati oleh orang-orang kaya di negara maju dan kota-kota besar, tidak dinikmati oleh masyarakat Sulteng. Contohnya kendaraan listrik. Sampai hari ini belum ada mobil listrik atau motor listrik yang wara-wiri di Morowali atau Morowali Utara yang menghasilkan bahan bahan baku batre mobil mewah itu.
Selain di sektor tambang yang secara kasat mata jadi penyumbang banjir, masih ada proyek-proyek pemerintah maupun swasta yang tidak kalah menyumbang deforestasi hutan. Sunardi menyebut Kawasan Pangan di Desa Talaga, Donggala yang pembangunannya sudah membabat ratusan hektar hutan.
Proyek Kawasan pangan nusantara di Desa Talaga menyebabkan 1.123 hektar lahan hutan akan dibabat. Proyek ambisius yang diresmikan Wakil Presiden Maa’ruf Amin 4 Oktober 2023 lalu itu panen kritikan dari aktivis lingkungan hingga akademisi.
Dalam sebuah wawancara di media massa, Ahlis Djirimu, ekonom dan akademisi Universitas Tadulako justru mempertanyakan mengapa penyediaan pangan untuk IKN tidak melibatkan kabupaten lain di Sulteng yang memang sudah punya infrastruktur pertanian berupa irigasi seperti kabupaten Sigi, Poso, Parigi Moutong dan daerah lainnya. Sehingga tidak perlu menambah kerusakan lingkungan untuk proyek yang belum jelas manfaatnya.
Massifnya perusakan hutan seiring pula makin sering dan meluasnya banjir. Data BPBD Sulteng menunjukkan, sejak Januari-Mei 2024 jumlah kasus banjir mencapai 50 kejadian dari total 60 kejadian bencana. Artinya 90 persen bencana yang terjadi adalah banjir.(https://pusdalops-bpbdsulteng.com/upgrade).
Di Morowali, sepanjang Januari-Mei terjadi 8 kali banjir dari 10 kejadian bencana. 7 kali banjir terjadi diwilayah yang dekat dengan pertambangan nikel. Sedangkan di Morowali Utara hingga Mei 2024 terjadi 3 kali banjir dari 4 kejadian bencana.
Luas Hutan Berkurang Drastis
Menariknya,meski belum banyak investasi ekstraktif besar yang masuk, wilayah Poso justru mengalami 12 kali banjir pada periode Januari-Mei 2024. Jauh lebih banyak ketimbang Morowali dan Morowali Utara. Dilihat dari wilayahnya, banjir terjadi di daerah yang ada aktifitas pertambangannyaa, mulai dari galian C hingga tambang emas. Misalnya di Dongi-Dongi di kecamatan Lore Utara yang ratusan hektar hutannya rusak karena tambang emas ilegal.
Berdasarkan data tahun BTNLL, sepanjang tahun 2019-2020, angka deforestasi di wilayah Provinsi Sulteng tercatat seluas 44.523,9 hektar. Sedangkan Yayasan Kompas Peduli Hutan (KOMIU) mencatat, dalam kurun waktu 5 tahun sejak 2009-2014 tercatat angka deforestasi hutan 77.950,535 Ha, jika dirata-ratakan dapat mencapai 1.299,176/Bulan.
Sementara, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.306/MENLHK/Pdashl/DAS.0/7/2018 tercatat ada 264.874 hektare, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Kondisi lahan kritis ini sangat berpengaruh terhadap daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dan ancaman bencana hidrometerologi.
Penurunan luas hutan di Kabupaten Poso dari tahun ke tahun, bisa dilihat dari data BPS tahun 2014 yang menunjukkan luas hutan di Poso mencapai 514,651 ha. Sedangkan tahun 2021 luasnya menurun jadi hanya 358,828,45 ha yang terdiri dari :
Sumber : Data Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2021
Dari data itu, terlihat dalam 8 tahun terakhir, penurunan luas hutan di Kabupaten Poso mencapai 155.823 ha.
Kita bisa melihat rusaknya kawasan hutan di Sulteng, termasuk Poso di dalamnya, melalui SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 306 Tahun 2018 tentang Penetapan Lahan Kritis Nasional, dimana luas kawasan hutan di Sulteng berkategori kritis karena penggundulan mencapai 264.874 hektar (Ha).
Meski di klaim berkurang di banding tahun 2018, di 2019-2020, penggundulan atau deforestasi di Sulteng masih mencapai 44.523,9 hektar. Ini juga menjelaskan mengapa banjir semakin sering terjadi tahun-tahun belakangan ini.
Banjir Semakin Sering Terjadi
Pada periode Januari-Desember 2023, terjadi 10 kejadian banjir di Kabupaten Poso. Tahun ini, hanya dalam 5 bulan saja, sudah terjadi 12 kejadian banjir dengan jumlah korban jiwa dan kerusakan yang terus bertambah. Rusaknya hutan di Poso, bisa diduga menjadi sebab utama mengapa terjadi kenaikan signifikan peristiwa banjir.
Banjir di Poso sepanjang tahun 2023
Data Banjir di Kabupaten Poso sepanjang Januari-Mei tahun 2024
Sumber : BPBD Sulteng.
Setiap kali banjir, selain lumpur dan batu, ada potongan kayu yang hanyut. Informasi ini sering disampaikan warga di Poso Pesisir Selatan hingga Poso Pesisir Utara. Informasi yang sama juga diungkapkan beberapa orang warga terdampak banjir di Lore Barat.
Meski belum ada laporan yang akurat mengenai adanya aktifitas perambahan hutan diwilayah-wilayah itu, namun banyak yang menduga penebangan hutan terus terjadi akibat ilegal logging maupun pembukaan lahan perkebunan.
Banjir akan semakin sering terjadi. Selain anomali cuaca, perusakan alam semakin sulit dihentikan. Kebijakan yang mendewakan investasi adalah sebab utamanya.
Investasi di sektor tambang dan perkebunan akan jadi penyebab banjir dan bencana lainnya di masa-masa mendatang. Tahun 2023 Sulteng berada di posisi kedua sebagai daerah tujuan investasi asing dengan total modal yang masuk 107 triliun rupiah. Sayangnya, hampir seluruh investasi itu masuk di industri ekstraktif yang memicu rusaknya hutan.
Di Lore Utara dan Lore Selatan, rusaknya puluhan hektar hutan akibat penambangan emas ilegal berkontribusi pada makin sering dan meluasnya banjir di wilayah itu dalam 5 tahun terakhir. Tidak menutup kemungkinan, tingginya cadangan emas diwilayah itu akan membuat ada kebijakan pemerintah untuk menurunkan status kawasannya agar bisa di eksploitasi demi kepentingan para pemilik pemodal.
Korban Semakin Banyak
BPBD Sulteng mencatat, Kabupaten Poso adalah daerah dengan kejadian bencana paling banyak di tahun 2023 dengan 16 kejadian dimana 10 diantaranya adalah banjir.
Data Banjir dan dampaknya di Kabupaten Poso Januari-Desember Tahun 2023
Data diatas menunjukkan dampak banjir berupa kerugian material yang semakin besar dihadapi oleh warga di Kabupaten Poso. Umumnya disebutkan, penyebab banjir karena daya tampung sungai yang tidak lagi memadai. Hal ini menunjukkan semakin kurangnya fungsi hutan sebagai penahan banjir.