Membawa Danau Poso di Mini Museum Biota Akuatik

0
407
Kunjungan mahasiswa STT GKST di mini museum biota akuatik. Belajar biodiversity dalam pembahasan teologi lingkungan. Foto : Dok. Mosintuwu/ Lian

Berbicara tentang Danau Purba Poso tidak akan ada habisnya. Mulai dari ekosistem yang kompleks dengan keanekaragaman hayati yang tinggi hingga misteri berbagai jenis biota akuatik yang tidak akan anda temukan hidup secara alami di tempat lain.

Pada akhir abad 19, Sarasin bersaudara (Fritz dan Paul)  dua naturalis dan etnolog asal Swiss melakukan eksplorasi ke Danau Poso. Mereka mengoleksi berbagai jenis biota untuk dideskripsi dan diberi nama. Itu sebab di Danau Poso ada nama ikan Gobi Sarasin misalnya. Sejak jurnal mereka terbit, ilmuan dari berbagai penjuru dunia tak henti-hentinya datang meneliti di sini.

Yang menakjubkan adalah meski sudah lebih dari 100 tahun sejak dua ilmuwan Sarasin bersaudara dan peneliti lain yang datang setelahnya,  penemuan-penemuan spesies baru terus berlangsung sampai hari ini. Semuanya melakukan eksplorasi keanekaragaman hayati Danau Poso. Kenyataan yang menunjukan betapa tingginya kenaekaragaman biota akuatik di danau tektonik ini.

Kekaguman dan kecintaan pada keanekaagaman hayati Danau Poso diekspresikan dalam koleksi biota di museum beberapa negara. Di Jepang, ada Museum Medaka yang memuat berbagai jenis ikan Rono, endemik Danau Poso. Museum fur Naturkunde Berlin dan Museum Koenig Bonn di Jerman, memuat jenis biota endemik Danau Poso. 

Sayangnya, sebagian besar pengetahuan tentang keanekaragaman hayati Danau Poso terhenti hanya di kalangan akademisi dan peneliti. Belum menjadi pengetahuan masyarakat umum, khususnya yang tinggal di kampung-kampung sekeliling Danau Poso.

Menghadirkan bentuk Mini Danau Poso

“Bagaimana agar kekayaan keanekaragaman hayati bisa menarik minat orang Poso, mulai dari anak-anak hingga dewasa?”

Pertanyaan ini muncul dalam diskusi kami saat menggumuli kenyataan masih kurangnya pemahaman tentang Danau Poso di generasi muda. Saya sedikit beruntung karena mendapat ruang untuk mengikuti para peneliti bahkan melakukan penelitian di danau Poso.

Baca Juga :  Modero, Tarian yang Lahir Pada Masa Romusha
Salah satu biota di mini museum biota akuatik Danau Poso yang ada di Dodoha Mosintuwu. Mini museum biota akuatik dapat dikunjungi setiap hari kerja, terbuka untuk umum dan gratis. Foto : Dok. Kurniawan

Niat ini mendapat bentuknya. Sejak September 2022, Institut Mosintuwu dan Sulawesi Keepers,  berkomintmen untuk membuat Mini Museum Akuatik Danau Poso hadir di Dodoha Mosintuwu. Tujuannya untuk memperkenalkan biota akuatik endemik Danau Poso pada para pengunjung. Sulawesi Keepers adalah sebuah organisasi nirlaba internasional yang fokus pada  isu akuatik.

Ini merupakan upaya membawa mengenalkan isi Danau Poso kepada publik. Desain mini ekosistem Danau Poso yang dikemas dengan sederhana mewakili beberapa substrat (permukaan dimana sebuah organisme seperti tumbuhan hidup) antara lain pasir, batuan dan lumpur.

Ria, seorang pelajar SMA mengatakan kekagumannya saat melihat isi akuarium

“Ini akuarium paling unik yang pernah saya lihat. Apalagi ternyata ini hewan endemik yang hanya ada di danau Poso, tidak ada di tempat lain”

Menurutnya dengan melihat biota dalam akuarium yang ada di mini museum, dia lebih memahami apa isi Danau Poso. Katanya,

“Jadi danau Poso itu bukan sekedar kumpulan air, tapi ada kehidupan yang sangat unik di dalamnya. Apalagi ternyata biota ini sangat dekat hubungannya dengan kehidupan orang Poso”

Menjelaskan mengenai biota-bita yang ada di museum mini biota akuatik Danau Poso di Dodoha Mosintuwu. Foto : Dok. Mosintuwu/Lian

Ria merujuk pada nama-nama biota endemik yang beberapa diantaranya merupakan nama-nama marga yang cukup dikenal di Pamona. Misalnya Bontinge. Sayangnya ikan Bontinge saat ini sudah tidak pernah lagi terlihat paska meletusnya Gunung Colo.

Selain dikunjungi siswa-siswi, mini museum biota akuatik juga dikunjungi mahasiswa STT GKST. Mereka sedang membicarakan topik keanekaragaman hayati danau Poso dalam isu lingkungan di pembahasan teologi khususnya ekoteologi. Melihat keberadaan biota akuatik di mini museum ini menjadi simbol pentingnya keberadaan mahluk biota lainnya bagi keberlanjutan semua mahluk hidup.

Baca Juga :  Konferensi Perempuan Poso Tentang Tanah, Air dan Hutan

Di museum mini ini terdapat berbagai jenis ikan, udang, dan moluska yang bisa dilihat secara langsung hidup di dalam 6 akuarium kaca. Pengunjung juga bisa menggunakan panduan yang tersedia untuk mengenali endemik yang ada di dalam akuarium dengan sistem scan barcode yang tersedia.

Beberapa jenis ikan yang dapat dilihat dalam akuarium antara lain Rono (Adrianichthys poptae, Adrianichthys oophorus, Oryzias nebulosus, Oryzias nigrimas dan Oryzias orthognathus), Anasa (Nomorhamphus celebensis) dan Bungu Masiwu (Mugilogobius sarasinorum). Selain itu terdapat pula berbagai jenis udang atau dalam bahasa lokal Lamale, antara lain Caridina ensifera, Caridina caerulea, Caridina sarasinorum, Caridina marlenae, Caridina fusca, dan Caridina longidigita. Sementara untuk moluska terdapat Wuriri (Tylomelania toradjarum, Tylomelania kuli, Tylomelania porcellanica, Tylomelania centaurus, Tylomelania carbo, Miratesta celebensis dan beberapa yang belum teridentifikasi.

Salah satu biota di mini museum biota akuatik Danau Poso yang ada di Dodoha Mosintuwu. Mini museum biota akuatik dapat dikunjungi setiap hari kerja, terbuka untuk umum dan gratis. Foto : Dok. Kurniawan

Untuk kerang ada Corbicula possoensis. Ada pula kepiting endemik Parathelphusa sarasinorum dan Sundathephusa molluscivora. Yang menggembirakan, di museum mini ini, semua spesies dari genus Tylomelania telah berhasil menghasilkan keturunan baru, Miratesta celebensis juga berhasil bertelur hingga menetas. Ikan Anasa (Nomorhamphus celebensis) bahkan telah berhasil melahirkan anakan hingga 11 ekor per satu indukan.

Apresiasi disampaikan oleh Dr. Daisy Wowor , Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, BRIN yang sempat berkunjung di mini museum .

“Ini keren sekali, apalagi kalau pembiakannya berhasil semua”

Pengembang biakan di akuarium dianggap penting karena merupakan salah satu upaya konservasi ex situ (di luar habitat asli) jika habitat asli mengalami gangguan maka pengembangbiakan di akuarium diharapkan bisa meminimalisir resiko kepunahan suatu spesies yang terancam punah.

Baca Juga :  Pasar Desa : Ruang Kedaulatan Perempuan dan Tanah

Semua spesies udang juga berhasil bertelur tapi seringkali gagal menetas. Ini masih menjadi pekerjaan rumah yang akan terus membuka kesempatan melakukan riset lanjutan untuk mencari tahu sebabnya.

Ide mini museum biota akuatik Danau Poso, saat ini mulai dikembangkan dalam  kerjasama di sekolah-sekolah dengan program “Danau Poso di kelas sekolah”. Saat ini terdapat lima sekolah yang bekerjasama untuk mengambil bentuk mini danau Poso dalam akuarium di sekolah.

Danau Poso Sebagai Laboratorium Dunia

Jika saat ini kalian berkunjung ke museum ini, bisa menyaksikan proses bagaimana ikan Bungu Masiwu (Mugilogobius sarasinorum) sedang bertelur. Disini kita juga menyaksikan  bagaimana induk betina Bungu Masiwu berjaga di area telur yang menempel di dinding akuarium.

Salah satu biota di mini museum biota akuatik Danau Poso yang ada di Dodoha Mosintuwu. Mini museum biota akuatik dapat dikunjungi setiap hari kerja, terbuka untuk umum dan gratis. Foto : Dok. Kurniawan

Mini Museum Akuatik Danau Poso tidak hanya berfungsi sebagai wadah pengenalan biota akuatik endemik Danau Poso. Lebih dari itu, juga sebagai upaya konservasi, yaitu breeding untuk kemudian dilakukan pelepasliaran kembali ke Danau Poso dari keturunan baru yang telah berhasil dikembangbiakan.

Dalam pengembangan Aspiring Geopark Danau Poso, Potensi pariwisata minat khusus seperti pengamatan Biodiversity merupakan salah satu yang menarik untuk dipromosikan. Danau Poso dan kekayaan alam di sekitarnya bukan hanya menjadi objek wisata semata. Beragam biota didalamnya juga menambah daya tarik serta  fungsinya sebagai laboratorium alam dunia yang menyediakan informasi populer maupun informasi ilmiah terkait ekologi dan evolusinya.

Mini museum akuatik Danau Poso ini mengirimkan pesan tentang pentingnya menjaga dan memelihara setiap unsur biota, mahluk hidup di Danau Poso karena berperan dalam memelihara kehidupan dan masa depan.

Bagikan
Artikel SebelumnyaBertaruh Nyawa untuk Madu di Didiri
Artikel SelanjutnyaBelajar di Ngata Toro, Kuatkan Adat Warisan Leluhur
Kurniawan Bandjolu, Peneliti di Institut Mosintuwu. Salah satu peneliti muda dalam tim Ekspedisi Poso, beberapa kali menjadi asisten peneliti untuk tumbuhan endemik di Kabupaten Poso, aktif menulis jurnal biologi, dan menulis tentang 94 jenis tumbuhan yang digunakan oleh warga Pamona untuk rempah dan obat-obatan.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda