Menjelajahi Zeolit dan Foliasi, Warisan Geologi Yang Penting Bagi Manusia di Pamona Timur

0
34

Salah satu manfaat zeolit adalah menyerap polutan dan bahan penyaring air di dalam perut bumi.   Dengan pori-porinya yang lembut, zeolit mampu menyaring air, memeluk polutan dalam perut bumi termasuk menjaga keseimbangan tanpa henti. (Abang Mansyursyah S Nugraha/ Nanyang Technologies Universtity Singapura)

Seperti kitab yang membuka kisah bumi, perjalanan kali adalah menjajal warisan geologi di dua desa, Taripa dan Matialemba. Keduanya berada di Kecamatan Pamona Timur, Kabupaten.  Bersama geolog muda Anugerah Stefandi, perjalanan menggunakan bus carteran dijejali rombongan Tim Ekspedisi Geopark Poso yang beranggotakan para praktisi dan ilmuwan. Deretan ahli, mulai dari geolog, biolog, arkeolog dan ekonom. Misi kali ini untuk melihat dari dekat batuan Zeolit Pompangeo dan Foliasi di Desa Taripa serta Filit Pompangeo Matialemba di Desa Matialemba. Termasuk melihat kemungkinan pengembangan ekonomi desa termasuk geowisata di kawasan tersebut.

Anugrah Stefandi, anggota tim ahli geologi Ekspedisi Poso, mengambil sampel Zeolit di jalur trans sulawesi di Desa Taripa, Kecamatan Pamona Timur, Kabupaten Poso.

Desa Taripa dan desa-desa tetangganya tak hanya menyajikan madu hutan dengan kualitas terbaik. Perut bumi di desa yang terletak sekitar 40 kilometer di sebelah timur Kota Tentena ini, menyimpan batuan dan mineral yang memberi manfaat besar pada kehidupan. Secara kasat mata, zeolit  seperti abu sekam, berwarna putih dengan tekstur yang halus. Ketika palu geologi membentur permukaannya, debu halus sontak beterbangan, bagai sekam diterpa angin kecil.  Menyaksikan itu, anggota rombongan sontak berkerumun, berebut menjamah merasakan sensasi mineral yang baru mereka lihat itu. Terik siang yang menghunjam kepala beradu dengan hawa aspal panas, tak lagi dianggap penghalang serius. Tebing menjulang yang ditopang oleh mineral yang rapuh, sukses membetot perhatian anggota rombongan.  ‘’Mirip  abu dapur tapi coraknya lebih putih,’’ begitu  Anugerah Stefandi, menjelaskan kepada tim.

Baca Juga :  Inanco, Kearifan Lokal Menjaga Kelestarian Endemik Danau Poso

Pakar Geologi dari Nanyang Technologies Universtity Singapura (NTU) Dr Abang Mansyursyah S Nugraha, menjelaskan  zeolit  bukan hanya batuan purba yang merekam sejarah geologi. Mineral jenis ini adalah  kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kehidupan manusia secara berkelanjutan. Salah satu manfaat zeolit adalah menyerap polutan dan bahan penyaring air di dalam perut bumi.   Dengan pori-porinya yang lembut, zeolit mampu menyaring air, memeluk polutan dalam perut bumi termasuk menjaga keseimbangan tanpa henti. Masih di Desa Taripa, Tim Ekspedisi menyambangi foliasi Taripa.  Memahami foliasi, publik khususnya geolog dapat menggali lebih dalam, tentang dinamika bumi, termasuk proses pembentukan pegunungan, aktivitas tektonik, dan sejarah metamorfisme batuan.  Abang menanambahan, zeolit Pompangeo Taripa, Folisasi Taripa dan Filit Pompangeo Matialemba,  memberikan informasia usia terbentuknya tiga warisan geologi tersebut berkisar antara 27,6  hingga  3,1 juta tahun

Tak jauh dari Desa Taripa, alam indah Matialemba menyimpan batuan filit. Para ahli geologi menyebutnya Filit Matialemba.  Dosen Pengampu Petrologi dan Geologi Ekonomi Universitas Tadulako Ir Riska Puspita S.T, M.T, mengatakan,  filit adalah batuan metamorf berfoliasi dengan tekstur halus. Batuan ini menurut dia, terbentuk dari perubahan batuan sedimen pada metamorfisme tingkat rendah hingga menengah. Filit juga mencerminkan dinamika geologi dan memberikan wawasan penting dalam memahami proses kebumian, khususnya di Kabupaten Poso.

Baca Juga :  Bersama Jaringan Gusdurian, Kuatkan Narasi dari Poso untuk Ke-Indonesia-an
Filit Matialemba, salah satu situs geologi di Kecamatan Pamona Timur. Foto : Dok. Tim Ekspedisi Poso.

 

DISKUSI TERFOKUS BERSAMA WARGA TARIPA

Usai menjelajah bebatuan di Taripa dan Desa Matialembah, malam harinya  Tim Ekspedisi melakukan diskusi terfokus dengan warga Desa Taripa, Poleganyara dan Desa Matialemba. Dari warga, Tim Ekspedisi mendapatkan tentang informasi kawasan, cerita rakyat hingga catatan-catatan berkaitan dengan keanekaragaman masyarakat dan kebudayaan di kawasan yang berbatasan dengan Kabupaten Morowali Utara tersebut. Salah satunya adalah terjadinya Danau Toju di Desa Tiu. Bagi warga Desa Taripa dan sekitarnya, Danau Toju adalah salah satu lumbung protein yang mampu memenuhi kebutuhan warga setempat.

Menyerap pengetahuan dan informasi dan warga Desa Taripa, Matialemba dan Poleganyara tentang pengetahuan dan sejarah wilayah itu di baruga Desa Tiu Kecamatan Pamona Timur. (Foto : Dok.Tim Ekspedisi Poso)

Dalam hikayatnya, terbentuknya Danau Toju berasal dari kisah seorang ibu yang sedang menjahit pakaian dalam menstruasi. Saat sedang menjahit, jarum tiba-tiba jatuh dari pondok panggung yang mereka tempati. Sang ibu menyuruh kucing untuk mengambil jarum jatuh. Saat kucing naik kembali ke rumah, setiap satu langkah menaiki anak tangga selalu diikuti air di belakangnya. Air berhenti saat kucing menapaki tangga terakhir. Sejak itu air seolah enggan surut hingga membentuk menjadi danau seperti yang terlihat hingga kini. Namun sejak beroperasinya kebun sawit mengokupasi wilayah resapan air, Danau Toju kini tinggal bekasnya. Air mengering, sumber protein warga pun menjadi hilang. Salah satu tokoh perempuan yang tercatat pernah melakukan perlawanan terhadap perkebunan sawit adalah Ibu Helpin Samoli. Sayangnya, seperti yang sudah-sudah perlawanan itu tidak berhasil. ***

Baca Juga :  Sisakan Sejarah untuk Kami Orang Poso

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda