Seratusan anak-anak dari berbagai desa dan sekolah di Tentena dan Poso meramaikan Festival Dongeng Anak Poso hari kedua, 26 November 2016. 10 dongeng dengan metode bercerita, bernyanyi dan menggunakan alat peraga origami dan tali ditampilkan kak Bonchie dan kak Yannie dari Ayo Dongeng Indonesia. Teriakan seru dan senyum mengembang pada semua anak yang beberapa diantaranya baru pertama kali datang ke Tentena.
“Saya senang sekali bisa datang dan dengarkan dongeng yang seru. Tidak ada seperti ini di tempat kami” kata Putri, dari Desa Tegalrejo yang datang dengan bus sekolah bersama teman-teman lainnya. Jana dari Dusun Buyungkatedo mengungkapkan ekspresinya “ Kami bisa mendengar dongeng sambil bernyanyi bahkan menari, kalau bisa ada seperti ini setiap hari. “Seperti piknik setiap hari” sambung Sophia, 9 tahun dari Kelurahan Pamona.
Dalam berbagai dongeng yang disampaikan, anak-anak tidak hanya mendengarkan tapi ikut terlibat menebak, menjawab, bahkan menentukan jalan cerita. Tanpa bernada menggurui, semua dongeng memiliki nilai-nilai kemanusiaan. Cerita tentang monyet yang suka menggaruk dan kelinci yang suka mengusap hidungnya mengajak anak-anak menghargai setiap kebiasaan yang unik pada orang lain selama tidak mengganggu yang lain. Demikian juga dongeng dengan alat peraga origami yang memberi pesan anak-anak untuk makan dengan tenang tidak berjalan-jalan.
“Festival Dongeng Anak Poso ini menjadi bagian dari memperingati hari anak Universal dan hari penghapusan kemiskinan anak” kata Cici Mbaresi ketua penyelenggara yang juga koordinator Project Sophia Poso. “Dengan melihat kebahagian yang terpancar dari senyum dan tawa anak-anak yang berasal dari berbagai agama dan suku, itu tepatnya yang kami harapkan menjadi masa depan anak-anak. Dongeng hanya salah satu alatnya” tambahnya.
Festival Dongeng Anak Poso diselenggarakan oleh Project Sophia Institut Mosintuwu ini merupakan yang kedua kalinya bekerjasama dengan Ayo Dongeng Indonesia didukung oleh Nutricia. Tahun kedua, komunitas Rumah Belajar Poso yang diorganisir oleh SKPHAM dan komunitas belajar dari Panti Asuhan Yahya Tendeadongi ikut bergabung.
“Dengan dongeng, anak-anak dari berbagai desa dan wilayah bisa bergabung bersama bergembira tanpa batas dan rasa takut. Nilai-nilai yang tersampaikan dalam dongeng bisa melintasi batas identitas “ ujar Lian Gogali, pendiri Project Sophia Institut Mosintuwu.
Doa Anak Poso untuk Anak Seluruh Dunia
Sambil menyalakan 100 lilin, anak-anak Poso yang menghadiri Festival Dongeng Anak Poso berdiri melingkar mengucapkan bersama doa bagi anak-anak di seluruh dunia. Brian, Sophia, Lusi, Doni dan Citra, perwakilan dari anak-anak itu memimpin mengucapkan doa.
Semoga anak-anak di seluruh dunia bisa sehat dan diberikan akses kesehatan, semoga semua anak-anak di seluruh dunia dijauhkan dari segala bentuk kekerasan dan perang, semoga anak-anak di seluruh dunia bisa bersekolah dan mendapatkan akses pendidikan, semoga anak-anak di seluruh dunia bisa dapat akses makanan, semoga anak-anak di seluruh dunia dapat akses air bersih. Kata Amin terdengar kompak di seluruh ruangan. Diiringi lagu bintang kecil, anak-anak menyatakan mimpi agar doa yang dipanjatkan bisa dikabulkan.
“Doa ini bagian dari ekspresi agar kegembiraan yang anak-anak Poso sempat rasakan bersama dengan tertawa, bermain bersama bisa juga dirasakan setiap hari oleh anak-anak di seluruh dunia” jelas Cici, koordinator Project Sophia.
Sebelumnya, anak-anak yang berasal dari berbagai latar belakang agama, suku, dan desa di Kabupaten Poso telah diajak bersama bermain dan mendengarkan dongeng. Kegiatan ini merupakan bagian dari puncak perayaan hari Anak Universal yang jatuh tanggal 20 November 2016 dan hari penghapusan kemiskinan anak.
Doa bersama ini sekaligus menutup kegiatan Festival Dongeng Anak Poso. “ Kami berdoa semoga anak-anak di seluruh dunia bisa punya kesempatan bermain , termasuk mendengarkan dongeng”