Danau adalah Kehidupan Kami, Dialog Budaya di Panggung Bersama

0
3670

“ Danau adalah indentitas kami, danau adalah kebanggaan kami, danau adalah kehidupan kami, danau adalah kami” Lirik lagu berjudul “Danau” dinyanyikan Windy, 15 tahun, terdengar bergema di ruangan berarsitektur bambu, Dodoha Mosintuwu, Sabtu malam (7/4). Disiarkan langsung oleh Radio Mosintuwu di gelombang 107.7 FM, Panggung Bersama memberikan nuansa yang berbeda dengan kehadiran Bapak Bandola, ketua adat Sangele. Tidak ada ceramah, hanya musik dan cerita menjadi cara berdialog antar kelompok berbeda generasi ini.

Melalui lagu-lagu daerah seperti ine, Lipu Mpeari, Inanco, Yondo Pamona dan Wayamasapi, anak-anak muda yang rata-rata duduk di bangku SMP, SMU dan semester awal di universitas ini menyampaikan pikiran mereka.

“Lagu Ine, kami pilih karena menggambarkan jeritan hati kami sebagai anak muda kepada orang-orang tua kami tentang pergumulan hidup dan masa depan kami jika sudah tidak ada lagi warisan yang bisa kami teruskan di masa depan” demikian cerita Windy.

Saat menyanyikan lagu Lipu Mpeari, anak muda ini menyampaikan kerinduan mereka untuk kembali pulang ke kampung membangun dan mengabdi. Lagu ini direspon dengan pernyataan-pernyataan melalui sambungan telepon oleh anak-anak muda dari Desa Peura dan Desa Panjo. Anak-anak muda di kedua desa yang berada di tepi Danau Poso ini menyampaikan harapan juga pesan sebagai anak muda Poso.

Baca Juga :  Menyambung Hidup bersama Mahluk Hidup Lainnya

“Kami masih ingin mewarisi kebudayaan Danau Poso, jangan dibongkar” demikian Gail, mewakili anak muda di Peura. “Jika ingin menata Danau Poso, harus berakar pada sejarah yang ada di Danau Poso” tegas Kristian dari Desa Panjo “ mempertahankan kebudayaan dan alam di Danau Poso adalah juga bentuk pembangunan”

Pernyataan ini merespon rencana Pemerintah Daerah dan DPRD Poso mendukung PT Poso Energy untuk mengeruk dasar danau Poso demi kepentingan menggerakkan turbin-turbin perusahaan. Dijanjikan hibah hotel bintang tiga dan taman air dalam bungkus pariwisata menjadi alasan dukungan tersebut.

Bergabung melalui sambungan telepon, Forum Pemuda Peduli Danau Poso di Palu menegaskan sikap mereka menolak pengerukan danau Poso.

“Kami tidak menolak pembangunan, tapi setiap pembangunan harus memperhatikan kearifan lokal dan sejarah kebudayaan masyarakat” demikian Randy, mewakili para mahasiswa asal Poso yang saat ini kuliah di Palu. “ Pemerintah harus mempertimbangkan tradisi masyarakat yang akan hilang hanya karena pembangunan. Bagaimana identitas kami nantinya dengan hilangnya kearifan lokal di danau”

Baca Juga :  Mesidoe , Perjalanan Menemukan Kembali Kehidupan Danau

Tidak ketinggalan, anak-anak mahasiswa asal Bancea dan Panjo yang sekarang sedang kuliah di Palu ini menyanyikan lagi Yondompamona dan Matiandano sebagai bentuk penegasan mereka menolak rencana pengerukan mulut sungai Poso, sebab berdampak mengerikan bagi generasi yang akan datang.

Bapak Bandola, menyambung syair lagu tentang Danau Poso ini dengan bercerita tentang masa kecilnya di Danau Poso yang sangat menyenangkan.

“Sejak kecil orang-orang tua dulu di seputaran danau menjaga danau dengan hormati alam. Tidak mengambil kekayaan danau secara berlebihan” ujarnya.

Bapak Bandola mengutip penggalan lirik ‘Danau Adalah Identitas Kami, Danau Adalah Kami’ sebagai kata yang sangat kuat menggambarkan hubungan danau dengan dirinya sebagai orang yang tinggal dipinggiran danau.

“Apa yang sudah diberikan oleh Tuhan jangan diperkosa. Kalau Tuhan marah kita semua pasti menyesal”katanya.

Syair-syair dalam lagu “Danau” menutup khidmat dialog budaya malam itu. Hingga sampai acara ditutup, syair lagu karya ciptaan Pedati, kelompok seni asal Palu yang terinspirasi dari perjalanan mereka di Danau Poso ini masih tergiang-ngiang. Pedati menciptakan lagu ini saat berkolaborasi dengan band Sintuwu Akustik, Ue Puro Akustik dan Watumpoga’a Band dalam pembukaan Panggung Bersama , 19 Maret silam.

Baca Juga :  Jalan-jalan Virtual Seru di Poso

Jangan kau rusak indahnya danau ini
Banyak cerita tersirat di danau ini
Tentang cerita syair-syair kebanggaan
Tentang cerita syair -syair kehidupan

Di danau ada laulita nene moyang kami
Di danau ada masa depan anak cucu kami
Danau adalah indentitas kami
Danau adalah kebanggaan kami
Danau adalah kehidupan kami
Danau adalah kami

Jangan kau rusak indah danau ini
Manjaga danau
Menjaga tradisi
Menjaga danau
Menjaga kehidupan kita

Dialog antar generasi melalui cerita dan lagu ini berlangsung selama 2 jam sejak pukul 19.00 – 21.00 di Dodoha Mosintuwu. Kegiatan panggung bersama, adalah salah satu agenda rutin yang dilaksanakan oleh anak-anak muda Tentena dengan berbagai latar belakang minat, diantaranya musik dan lukis. Musik digunakan sebagai alat untuk mengkampanyekan gerakan budaya menolak segala bentuk eksploitasi alam, khususnya danau Poso

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda